Jumat, 26 Oktober 2007

Yang Berkutat di Jantung Agribisnis

Meski jatuh bangun diterpa hambatan saat berkecimpung di dunia agribisnis di Sukabumi, mereka tetap jeli melihat peluang dan memilih membangun pondasi agribisnis. Mereka pun menyaksikan dan merasakan betapa kabupaten ini dikaruniai berkah potensi lahan yang luar biasa.

 

Hj. Fina Rosdiana  

Pilih Pembibitan

Salah satu kendala yang dihadapi para peternak dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas susu adalah masalah bibit. Melihat hal tersebut, sejak 2006, Hj. Fina Rosdiana bertindak dengan membuka usaha pembibitan sapi perah. Banyak kalangan meragukan usahanya tersebut akan menghasilkan keuntungan yang besar. Namun, ia tak gentar dan maju terus karena melihat belum banyak yang melirik usaha ini.

Kepala Unit Penampungan Susu GKSI Sukabumi ini berpandangan, usaha sapi perah akan berkembang bila ada jaminan harga susu di pasar. Supaya menguasai pasar, peternak harus memproduksi susu berkualitas bagus. Akhirnya untuk memperbaiki kualitas susu mesti dimulai dari perbaikan bibit sapi.

 

Lebih lanjutnya mengenai liputan ini bisa dibaca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 3 Edisi No. 64 yang terbit pada Rabu, 31 Oktober 2007.

 

 

H. A. Sofyan BHM, SIP

Meraih Rp6juta/hari

Sempat jaya saat vanili booming, tapi juga tak luput dari kebangkrutan sejalan dengan hancurnya harga vanili. Itulah sepenggal pengalaman pahit yang pernah dirasakan A. Sofyan. Dalam kondisi susah, Pak Haji ini mencoba bertahan dengan melirik karet. Tak dinyana pilihannya tepat. Sekarang luas kebun karetnya mencapai 28 ha.

Menurut Sofyan, semua itu berawal dari coba–coba. “Dulu saya sewa tanah lalu nyoba. Saya hitung-hitung kok hasilnya cukup lumayan,” terangnya. Atas dasar harga jual yang relatif stabil di kisaran Rp18.000—Rp20.000 per kg, ia semakin yakin dengan pilihannya pada karet.

Seiring bergulirnya waktu, perkebunan karet Sofyan semakin mapan. Tiap hari sarjana ilmu pemerintahan ini mampu meraup sekitar Rp6 juta dari 336 kg lembaran (sheet) karet yang dihasilkan. Perhitungannya, satu hektar ditanami 600 pohon dengan jarak tanam 2,5 m x 5 m. Penyadapan karet dilakukan selang satu hari, hari pertama 300 pohon hari berikutnya 300 pohon. “Dari 300 pohon minimal menghasilkan 12 kg kering,” paparnya.

 

Lebih lanjutnya mengenai liputan ini bisa dibaca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 3 Edisi No. 64 yang terbit pada Rabu, 31 Oktober 2007.

 

H. Maman Suparman

Sukabumi Gurilap

Begitu istilah yang diberikan H. Maman Suparman, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) cabang Sukabumi untuk melukiskan kondisi tanah Sukabumi. Gurilap merupakan singkatan dari Gunung, Rimba, Laut, dan Pantai. Maksudnya, kabupaten ini memiliki potensi yang besar mulai dari dasar laut sampai puncak gunung.

Dari laut dapat dihasilkan komoditas ikan hias. Dari gunung, ada teh dan sayuran. Sedangkan dari rimba atau hutan, diperoleh karet dan sawit. Dan semua itu belum digali secara maksimal.

Saat ditanya apa yang akan diberikan petani dan sejauh mana kesiapan petani dalam mengundang investor, Maman menuturkan bahwa Sukabumi menyediakan tenaga kerja yang jumlahnya tidak sedikit. Dan berdasarkan pengalamannya, situasi keamanan di daerahnya cukup kondusif.

 

Lebih lanjutnya mengenai liputan ini bisa dibaca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 3 Edisi No. 64 yang terbit pada Rabu, 31 Oktober 2007.

 

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain