Pontianak - Penyelundupan tanaman kantong semar (Nepenthes spp) dan anggrek hutan dari Kalimantan ke Malaysia semakin marak terjadi. Apabila tak terkendali, kedua flora yang banyak tumbuh di hutan-hutan di Pulau Kalimantan tersebut bakal punah.
Berdasarkan pantauan Kompas di sejumlah pedagang tanaman hias di Pontianak, Selasa (23/10), kantong semar dan anggrek hutan diperjualbelikan dengan harga relatif murah. Harga kantong semar hanya Rp 20.000 per pot dan harga anggrek hitam hanya berkisar Rp 45.000-Rp 75.000.
Setiap hari Minggu, warga Malaysia membeli puluhan anggrek hutan dan kantong semar. Kemudian, mereka membawa ke Malaysia secara ilegal.
Dari Kalimantan Tengah dilaporkan, perburuan kantong semar juga marak terjadi di Hutan Hampangin, Kecamatan Katingan Ilir, Kabupaten Katingan, sekitar 64 kilometer dari Palangkaraya. Adapun di Kalimantan Selatan, perburuan anggrek hutan yang paling memprihatinkan terjadi di wilayah Pegunungan Meratus.
Koordinator Program WWF Kalimantan Barat (Kalbar), Hermayani Putera, mengutarakan, penyelundupan paling banyak dilakukan ke Sarawak, Malaysia Timur, melalui jalan darat dari perbatasan di Badau, Kabupaten Kapuas Hulu. Tanaman itu bisa lolos ke negeri jiran karena pengawasan di lintas batas sangat minim.
Yuliantini dari Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Kalbar menyatakan, booming memelihara anggrek hutan dan kantong semar turut memicu perburuan di hutan-hutan Kalbar. Ironisnya, pemburu hanya mencabut dari habitatnya tanpa memikirkan kelestarian flora tersebut.
"Mereka memanfaatkan warga sekitar hutan untuk mencari tanaman yang dilindungi dan terancam punah tersebut. Bagi masyarakat sekitar hutan, asal laku dijual, berapa pun permintaan akan dipenuhi," katanya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar Maraden Purba mengatakan, BKSDA telah melakukan pelatihan budidaya tanaman hutan kepada masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Sintang dan Ketapang. "Hasilnya, warga tetap menjual tanpa merusak habitat aslinya," katanya.
Perambahan terhenti
Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK) Agus Budiono mengatakan, kegiatan perambahan hutan TNK di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, yang berlangsung selama lima bulan kini sudah terhenti. Hal itu karena perambah mulai menanami lokasi yang sudah dirambah dengan padi ladang.
"Perambahan terhenti sementara karena perambah sedang menanam padi gogo," katanya.
Agus juga mengatakan, luas areal yang sudah telanjur dirambah mencapai 600 hektar. Seluas 500 hektar di antaranya merupakan kawasan yang pernah direhabilitasi dengan nilai proyek Rp 1,5 miliar.