Jakarta - Pemerintah akan memberlakukan SNI wajib bagi komoditas bawang putih untuk mencegah masuknya produk berkualitas buruk, menyusul maraknya reimpor bawang putih meskipun telah ditolak oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan).
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Djoko Said Damardjati mengakui pemerintah sering kecolongan dengan masuknya produk impor bawang putih kualitas rendah karena belum ada ketentuan yang jelas mengenai kualifikasi produk tersebut.
Menurut dia, Indonesia selama ini kesulitan dalam menerapkan aturan yang spesifik lantaran belum ada standar. "Itu sebabnya perlu SNI wajib bawang putih," kata Djoko seusai pelantikan Dirjen Peternakan di Jakarta, pekan lalu.
Dia menjelaskan saat ini proses verifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bawang putih tengah digarap oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Djoko berharap pada akhir tahun ini bisa diinisiasi dan awal tahun depan bisa diterapkan.
"Para stakeholder tengah dimintai pendapat mengenai SNI bawang putih. "Bagaimana jenis, kualitas dan lainnya masih diverifikasi BSN," paparnya.
Djoko mengungkapkan berbagai jenis bawang putih dari China, Vietnam dan sejumlah negara lain masih tetap melakukan reekspor. "Padahal produk itu berkualitas buruk seperti bawangnya terlalu kecil," katanya.
Namun, dia tidak mengetahui secara pasti berapa banyak produk itu yang masuk ke Indonesia. "Jika tidak dikendalikan, yang masuk bsa melebihi dari volume impor resmi," ujarnya.
Menurut dia, impor bawang putih Indonesia volumenya cukup besar karena petani lokal hanya sanggup memenuhi 10% konsumsi dalam negeri. "Tetapi jumlahnya saya lupa, yang saya ingat produksi kita hanya 10% dari total konsumsi," tukasnya.
Yul H. Bahar, staff Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian mengungkapkan tragedi bawang putih terjadi semenjak diberlakukannya tarif 5% terhadap impor bawang putih pada 1996. Lebih parah lagi dengan diberlakukannya AFTA pada 2000 dan perjanjian Asean-China pada 2005. "Akibatnya, bawang putih impor tidak dikenakan tarif impor," ujarnya.
Hal lain, kata dia, kenyataannya impor bawang putih dapat dilakukan secara bebas oleh para importir tanpa menggunakan acuan standar mutu, sehingga mutu bawang putih impor yang diperdagangkan di dalam negeri sangat beragam.
Namun, secara umum harganya lebih murah dengan kualitas dan performan lebih baik. "Impor bawang putih didominasi oleh China," ujarnya.
Dengan adanya kondisi dan kebijakan tersebut, menurut Yul, bawang putih produksi dalam negeri menjadi terdesak dan kalah bersaing. "Lama kelamaan, petani tidak tertarik lagi untuk melakukan usaha di bidang komoditas ini," tuturnya.
Saat ini, menurut dia, sentra produksi bawang putih terbesar hanya terdapat di Provinsi Sumatra Utara sekitar 33% dari produksi nasional (mencakup kabupaten Simalungun dan Samosir), dan Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo 18%) dan Jawa Timur (Kota Batu sekitar 15%). "Ironinya, keadaan produksi, areal tanam mupun minat petani untuk agribisnis ini cenderung terus menurun," paparnya.
Sumber : www.bisnis.com