Jakarta - Indonesia masih berpeluang menggapai pertumbuhan produksi beras sebesar 5%. Namun, hal itu baru bisa terlaksana paling cepat tahun depan.
“Potensi kita masih sangat besar untuk mencapai pertumbuhan produksi gabah sebesar 5%. Namun, itu baru bisa dicapai paling cepat tahun depan. Saat ini saya pikir sudah terlambat,” ungkap Direktur Utama Perum Bulog Mustasfa Abu Bakar kepada Media Indonesia melalui sambungan telepon, Rabu (17/10).
Menurut Mustafa, rata-rata pertumbuhan produksi gabah periode 2001-2006 masih berkisar 0,9%, artinya jauh dari target pemerintah sebesar 5%. Sedangkan tahun ini dengan menilik angka ramalan (Aram II) Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan hanya mencapai 1,25% dibanding 2006.
Kondisi ini sepertinya menjadi tren yang sulit diubah sejak 2001 sampai sekarang. Padahal, pada periode 1990-2000, pertumbuhan sempat mencapai rata-rata 1,47% per tahun. Bahkan, pada periode 1980-1990, produksi gabah Indonesia sempat membukukan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,34% per tahun.
Hal ini menunjukkan menurunnya kemampuan produksi padi nasional belakangan ini. Akibatnya, produksi gabah tidak dapat mengimbangi kenaikan konsumsi beras yang mencapai rata-rata 2% per tahun karena pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi beras per kapita. Sehingga setiap tahun, Indonesia harus mengimpor beras rata-rata sebesar 2 juta ton per tahun.
Meski begitu, Mustafa optimistis dengan dikucurkannya dana besar-besaran untuk perbaikan irigasi pada 2007-2008, kondisi ini bisa diubah. Apalagi, saat ini sudah banyak teknologi yang bisa membantu meningkatkan produksi gabah nasional.
Selain itu, program penyuluh lapangan yang digiatkan kembali tahun ini bisa memperlihatkan hasil tahun depan. Belum lagi penemuan berbagai benih padi varietas unggul yang mampu menghasilkan gabah 8-10 ton per hektare.
“Bila ini diterapkan pada 20% lahan, akan terjadi peningkatan produksi hingga 10%,” katanya.
Akan tetapi, Mustafa mengingatkan sebenarnya pemerintah bisa meningkatkan produksi beras dengan memperbaiki penanganan pascapanen. Hal inilah yang dilakukan Bulog bekerjasama dengan Departemen Pertanian.
Kerjasama ini untuk menurunkan kehilangan (losses) sebesar 2,5% dari angka kehilangan saat ini sebesar 20%. Bila ini sukses terlaksana, peningkatan produksi sebesar 5% akan bisa tercapai.
Program ini, ujar Mustafa, tengah dilakukan di 7 provinsi sentra produksi, tepatnya di 13 kabupaten. Bulog berkomitmen menjadikan gudang-gudang dan unit pengolahan gabah Bulog sebagai posko.
Diharapkan, para petani bisa meningkatkan produksi beras mereka dengan memotong angka kehilangan dari 20% menjadi 17,5%. “Kehilangan ini merupakan potensi di depan mata kita yang harus dicapai,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengingatkan saat ini produksi belum semuanya terealisasi. Untuk itu, belum bisa ditentukan apakah peningkatan produksi memang hanya 1%.
Tetapi ia mengakui tren tersebut memang terjadi. Sedangkan, program akselerasi peningkatan produksi beras dua juta ton ditujukan untuk mengubahnya. “Kita lihat dulu Aram III 2007,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan produksi GKG per tahun hanya di kisaran 0,9%. Sedangkan rata-rata pertumbuhan luas panen tidak lebih dari 0,1%. Begitu juga dengan rata-rata pertumbuhan produktivitas lahan sawah masih di bawah 1%, yakni di kisaran 0,8% per tahun.
Sumber : www.mediaindonesia.com