Jakarta - Sebanyak 45 importir nasional setiap tahun rata-rata mendatangkan 50.000 ton daging sapi dari Australia, yang dipotong di 60 RPH di Negeri Kanguru itu, dan dipastikan telah bersertifikat halal dari Indonesia.
Mayoritas produk yang diimpor itu adalah jeroan yang mencapai 40% dari total impor. Sedangkan daging untuk pasar konsumsi hanya sekitar 25% dan daging kebutuhan industri 35%.
Ketua Umum Asosiasi Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengatakan tidak semua rumah potong hewan (RPH) di Australia memiliki sertifikat kehalalan, sehingga impor dari negara itu pun terbatas.
"Ada ratusan rumah potong di sana. Tetapi selama ini sekitar 60-an yang mengekspor ke Indonesia karena memiliki sertifikat halal yang sudah diakui MUI [Majelis Ulama Indonesia]," ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengakui ratusan rumah potong hewan lainnya di Australia tidak memiliki sertifikasi halal. Namun, dia menjamin, importasi dari negara ini telah diperketat karena pemerintah setempat juga memiliki mekanisme pengawasan.
Berbeda dengan negara lain, kata dia, pemerintah setempat belum tentu mau terlibat dalam pengawasan terkait. Kanada misalnya, kendati rumah potong telah mendapatkan sertifikasi halal, pemerintah setempat belum tentu menjamin hal itu.
Australia itu punya prosedur yang jelas. Pemerintah akan mengeluarkan sertifikat kesehatan kalau rumah potong sudah memiliki sertifikasi halal dan akan mengekspor ke Indonesia. "Di Kanada tidak begitu."
Menanggapi sejumlah kasus daging ilegal asal Australia yang diduga diragukan kehalalannya, Thomas mengakui ada beberapa kasus yang terjadi baru-baru ini.
Izin Indoguna
Daging tersebut, lanjutnya, dinyatakan ilegal bukan karena tidak sehat melainkan karena tidak memiliki prosedur pemasukan daging karkas ke dalam negeri sesuai aturan. "Setelah kami klarifikasi dengan karantina, baik Karantina pusat ataupun karantina hewan, yang bermasalah itu hanya miliknya PT KS, Indoguna dinyatakan bersih."
Hal itu juga dikemukakan oleh kuasa hukum PT Indoguna, M.Afzal Mahfuz. "Kelengkapan dokumen-dokumen PT Indoguna dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," ujarnya.
Thomas menjelaskan daging milik PT KS itu diketahui keluar dari pelabuhan setelah memperoleh surat pengeluaran KH-7 dari Karantina Hewan. Namun, produk ini belum dapat dipasarkan sebelum perusahaan mengantongi KH-16.
Namun, importir itu diketahui telah mengedarkan barangnya kendati belum memperoleh KH-16. "Dagingnya sehat, cuma secara administratif pemasukan dia belum lengkap," kata Thomas.
Sumber : www.bisnis.com