Jumat, 5 Oktober 2007

London Sumatera, dari akuisisi menuju optimalisasi

Sedikit demi sedikit terkuaklah informasi mengenai transaksi pembelian saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Tbk (Lonsum) oleh PT Salim Ivomas Pratama dan Indofood Agri Resources Ltd (Indoagri), anak usaha dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk.

            Pada 21 September yang lalu Indofood telah mengumumkan rencana a.l. mengucurkan pinjaman senilai Rp5,71 triliun untuk Salim Ivomas dalam rangka membiayai transaksi pembelian 64,4% saham Lonsum seharga Rp8,4 triliun.

            Dua hari sebelum pengumuman itu muncul, harga saham Lonsum dengan kode LSIP sudah mengalami rally kenaikan.

            Dibandingkan dengan posisi per 19 September di Rp6.600, harga saham LSIP sudah naik sebesar 12,9% atau Rp850 ke posisi penutupan kemarin di Rp7.450. Adapun level harga terakhir ini bertahan sejak Selasa.

            Analis Credit Suisse Teddy Oetomo dan Haider Ali menilai akuisisi oleh Indoagri akan menjadi katalis yang akan membuat perbaikan fundamental dan menjadikan Lonsum cemerlang. Pertama, akuisisi akan mengangkat ketidakjelasan kepemilikan saham di Lonsum atas mandatory convertible bond yang dipegang oleh Ashmore Funds. Dengan memiliki surat utang tersebut Ashmore menguasai 20% saham Lonsum.

            Kedua, akuisisi akan menghasilkan susunan manajemen puncak yang baru di tubuh Lonsum. Teddy dan Haider percaya manajemen yang baru akan lebih fokus dan berkomitmen terhadap restrukturisasi biaya.

            Ini mengikis kekhawatiran awal mereka terhadap struktur pembiayaan Lonsum yang tidak jelas dan tidak efisien.

            "Memang pe-ngurangan biaya dan restrukturisasi sudah dijalankan oleh manajemen Lonsum yang lama akan tetapi tampilan hasilnya belum juga bagus. Setelah ada temu diskusi, kami yakin manajemen baru lebih berkomitmen untuk mengurangi biaya," kata kedua analis tersebut dalam laporan riset tentang Lonsum yang terbit pada 5 September 2007.

            Lebih jauh mereka memaparkan manajemen baru mempunyai lebih banyak motivasi untuk fokus terhadap laba perseroan. Sebagai informasi, pascaakuisisi Lonsum mengganti posisi direktur utama dan direktur keuangan.

            Dirut yang baru adalah Eddy Sariaatmadja, yang merupakan bagian dari konsorsium pemilik lama Lonsum untuk kemudian menjual bagiannya kepada Indoagri.

Sebagai imbalan

            Eddy menjual kepemilikannya terhadap Indoagri dan sebagai imbalannya dia mendapat 7% saham Indoagri. Sebagai pemegang saham Indoagri, yang akan menerima keuntungan dari laba Lonsum setelah konsolidasi, Eddy tentu mempunyai alasan untuk memaksimalkan laba Lonsum.

            Menyusul penyelesaian akuisisi, Credit Suisse melihat potensi bakal terjadi perubahan manajemen lagi, dimana Eddy akan digantikan oleh utusan dari Indoagri. Sosok orang ini dinilai mewakili pemegang saham mayoritas dan juga mempunyai kepentingan untuk memangkas biaya dan menambah laba sebagaimana halnya yang bakal dilakukan Eddy.

            Pemegang saham Lonsum yang baru yakni Grup Salim terbukti fokus pada ekspansi margin dan keuntungan. Dalam beberapa waktu belakangan ini, masyarakat bisa melihat keuntungan yang dikantongi oleh Indofood.

            Hal ini menurut Teddy dan Haider sebagai hasil dari kepemimpinan dan keterlibatan langsung Anthony Salim di dalamnya.

            Dalam ulasan tentang Indofood: Merevitalisasi Bisnis Inti, yang dibuat oleh analis Credit Suisse Arief Wana pada 8 Juni, disebutkan keterlibatan langsung Anthony Salim sebagai dirut dan juga sebagai pemegang saham utama perusahaan telah memperbaiki kekuatan daya saing Indofood termasuk dalam mengeruk laba.

            Komentar tersebut semakin membuktikan hubungan antara manajemen dan pemegang saham akan mematerialkan perbaikan keuntungan Lonsum ke depan khususnya melalui efisiensi biaya.

            Credit Suisse menaikkan target harga untuk saham PT PP London Sumatera Tbk menjadi Rp9.100 dari sebelumnya Rp6.900.

            Ini mengimplikasikan potensi kenaikan sebesar 22% dari level harga per penutupan kemarin di Rp7.450. Kenaikan target harga tersebut didukung oleh struktur biaya yang lebih besar dan juga ekspektasi pertumbuhan laba yang lebih kuat.

            Target harga itu didasarkan pada P/E (rasio harga diban-dingkan laba per saham) di 2008 yang sebesar 15 kali, yang kemudian dibandingkan dengan P/E yang diberikan oleh Credit Suisse terhadap target harga untuk saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), dimana ma-sing-masing sebesar Rp2.900 dan Rp16.800.

            Lalu analis sekuritas asing ini juga mendiskon masing-masing sebesar 16% dan 20% terhadap P/E 2008 dan EV/EBITDA 2008 untuk target harga saham perusahaan perkebunan yang tercatat di bursa Malaysia dan Singapura.

            Di sisi lain, bisnis Lonsum juga mempunyai risiko seperti risiko likuiditas, risiko yang berkaitan dengan Indonesia, regulatori, harga komoditas, nilai kurs mata uang, penyelesaian akuisisi, restrukturisasi dan risiko perubahan manajemen.

 

Sumber : www.bisnis.com

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain