Jakarta - Impor produk daging kalengan, yang diduga berasal dari negara yang belum bebas penyakit ternak, tidak melalui pemeriksaan karantina karena izin pemasukan komoditas itu berasal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Deptan Syukur Iwantoro mengakui pihaknya tidak memiliki kewenangan menginspeksi impor daging olahan itu kendati barang itu diduga dari negara yang belum bebas penyakit ternak.
"Badan Karantina hanya bisa memeriksa produk pangan segar sehingga tidak memiliki akses untuk memeriksa cargo manifest pada impor produk olahan yang akan masuk ke Indonesia, termasuk daging kalengan," katanya pekan lalu.
Daftar muatan barang atau cargo manifest yang memuat informasi kapal pengangkut, negara asal, dan negara tujuan yang harus diserahkan sebelum kapal merapat ke negara tujuan hanya bisa diakses oleh BPOM dan Bea Cukai.
Akibatnya selama ini, kata dia, daging kalengan impor yang saat ini ditarik dari peredaran karena diduga berasal dari negara yang belum bebas penyakit ternak bisa masuk ke pasaran karena mengantongi izin dari BPOM sehingga Bea dan Cukai bisa mengeluarkan dari pelabuhan.
Syukur menjelaskan hal itu sesuai Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan Pangan yang membagi pengawasan importasi produk pangan di tiga instansi. Dalam aturan itu, produk pangan olahan merupakan wewenang BPOM, sedangkan produk pertanian segar di Deptan dan perikanan di Departemen Kelautan dan Perikanan.
Sementara itu, lanjutnya, pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan disebutkan semua produk hewan termasuk olahannya dari luar yang akan masuk ke wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan karantina.
"Sebenarnya, dengan aturan itu setiap daging olahan impor harus dilengkapi sertifikat higiene dari BPOM, sertifikat kesehatan penyakit dari karantina negara asal serta sertifikat halal dari LPPOM MUI."
Dia mengakui koordinasi yang lemah antara Barantan, BC dan BPOM mengakibatkan produk daging kalengan dari China, Perancis dan Argentina lolos ke Indonesia sehingga merugikan konsumen karena produk itu diragukan kehalalan dan keamanan pangan untuk dikonsumsi.
"Kami sudah mengirim surat ke BPOM dan BC agar nantinya ada mekanisme produk kalengan itu juga harus masuk dulu ke karantina sebelum keluar dari pelabuhan dan masuk ke pasar."
Saat ini, lanjut Syukur, Barantan dan BC tengah melakukan harmonisasi kode terhadap produk-produk impor tersebut.
Persoalan serupa juga tengah menunggu penyelesaian menyusul maraknya importasi daging sapi ilegal, baik dari Kanada maupun Australia. Selain diragukan kehalalannya, daging sapi asal Kanada juga dipastikan belum bebas dari penyakit sapi gila.
Sumber : www.bisnis.com