Rabu, 3 Oktober 2007

Nelayan Tradisional Maluku Keluhkan Kapal Asing

Tual - Nelayan tradisional Maluku mengeluhkan sejumlah kapal milik pengusaha asing yang sering masuk ke perairan rakyat untuk menangkap ikan dan telur ikan terbang. Kapal-kapal tersebut pada umumnya berasal dari Thailand dan Korea tetapi berbendera Indonesia dan berbasis di Tual, Maluku Tenggara, Maluku.

            Menurut informasi yang dihimpun Kompas, Senin (1/10), ulah kapal-kapal asing itu menurunkan penghasilan nelayan lokal. Karena itu, para nelayan di Desa Rat, Pulau Kei Kecil, mengimbau Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara mengambil tindakan yang lebih tegas.

            Para nelayan setempat mengatakan, pada musim telur ikan terbang, kapal-kapal asing itu sering beroperasi di perairan antara Pulau Kei Kecil dan Kei Besar pada malam hari. Aktivitas tersebut dengan sendirinya merugikan warga, setidaknya hasil tangkapan nelayan lokal kini terus menurun.

Kurang serius

            Nuh Nareo, tokoh masyarakat Desa Rat, mengatakan, pemerintah tampaknya kurang serius mengawasi kapal-kapal ikan asing. Karena kenyataan menunjukkan, kapal-kapal asing itu tetap saja beroperasi semaunya. Nelayan berharap pemerintah menerapkan sistem pengawasan yang lebih ketat sehingga kapal- kapal ikan asing tersebut benar- benar tidak masuk ke zona nelayan tradisional.

            Kapal-kapal ikan yang berbasis di Tual hingga Agustus 2007 tercatat 181 unit. Ukurannya bervariasi, antara 130 gross ton (GT) hingga 250 GT. Pertengahan September lalu tercatat 21 kapal berbendera asing yang habis masa kontraknya dan pulang ke negara asal. Kapal penangkap ikan milik pengusaha asing yang masih ada di Tual saat ini pada umumnya berbendera Indonesia.

            Kapal-kapal itu biasanya singgah di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual untuk membongkar ikan. Selain itu mengisi bahan bakar, air tawar, perbekalan makanan, dan mempersiapkan alat penangkap ikan.

            "Kapal-kapal tersebut hanya boleh beroperasi sesuai dengan yang ada dalam izin. Lokasi penangkapan ikannya di Laut Arafura," ujar Silvinus Michael Cosmas Jaftoran, Kepala Seksi Tata Operasional PPN Tual, menanggapi kehadiran kapal asing tersebut.

            Eugene Renyaan, peneliti dan pengajar pada Politeknik Kelautan Tual, menilai, ekspansi kapal-kapal asing ke perairan tradisional tidak bisa ditoleransi. Kecurangan itu merugikan masyarakat dan berpotensi merusak lingkungan laut di pulau-pulau kecil.

 

Sumber : www.kompas.co.id

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain