Denpasar - Degradasi atau penurunan kualitas lahan pertanian, terutama sawah, di Bali kian parah. Indikasinya, anakan tanaman terbatas dan tumbuh kerdil sehingga produksi pun menurun. Selain itu, lahan semakin boros menyerap air.
Demikian rangkaian keterangan dari berbagai pihak di Tabanan, Senin (1/10). Salah satunya adalah I Nyoman Iswara Widayat, koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Link yang sejak dua tahun lalu aktif melakukan pendampingan dalam pengolahan sawah di pedesaan Tabanan dan sejumlah kabupaten lain di Bali. Lainnya, Ketua Kerukunan Tani dan Nelayan Indonesia Tabanan Manumudita serta pengusaha yang kini giat mendorong model usaha kemitraan agrobisnis menuju pertanian organik IGB Damara. Kabupaten Tabanan sendiri merupakan salah satu sentra produksi beras di Bali.
Widayat yang sarjana kimia farmasi dari UI itu menegaskan, penyebab utama terjadinya degradasi lahan adalah penggunaan pupuk kimia secara berlebihan atau tidak proporsional. Para petani malah berkeyakinan semakin banyak penggunaan pupuk, terutama urea, akan mendatangkan hasil panen lebih banyak. Padahal, lambat laun produksi terus merosot dan kerusakan lahan atau lingkungan pun menjadi tidak terhindarkan.
Khusus di Bali, penurunan kualitas lahan terutama di daerah pegunungan diperparah oleh pola tanam padi yang terus-menerus sepanjang tahun.
Ketua Kerukunan Tani dan Nelayan Indonesia Tabanan Manumudita mengakui sudah saatnya mendorong penggunaan pupuk organik dalam pengolahan lahan sawah di Tabanan dan Bali umumnya. Sebab kerusakan lahan kini kian parah.
"Saya setuju agar mulai menggunakan pupuk organik, namun harus bertahap karena para petani sudah sangat bergantung pada pupuk kimia," katanya.
Lahan perkebunan terbakar
Dari Palangkaraya dilaporkan, Badan Pengelola dan Pelestari Lingkungan Hidup Daerah (BPPLHD) Kalimantan Tengah meminta bantuan Kementerian Negara Lingkungan Hidup agar mengirim tim untuk melakukan proses hukum terkait dugaan pembakaran lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Gunung Mas.
Kepala BPPLHD Kalteng Moses Nicodemus menyatakan, pihaknya menerima laporan tentang pembakaran lahan tanggal 24 September. Ia kemudian memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah Gunung Mas menyelidiki kasus itu dan melaporkan hasilnya kepada Bupati Gunung Mas dan Gubernur Kalteng.
Berdasarkan pengecekan di lapangan, ternyata ada lima titik api di lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Tumbang Talaken, Kecamatan Manuhing, Kabupaten Gunung Mas.
Terkait hal itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Deputi Bidang Penataan Hukum Kementerian Negara Lingkungan Hidup di Jakarta, yang selanjutnya meminta agar dibuat surat permohonan pengiriman tim untuk melakukan proses hukum.
Berdasarkan Pasal 41 UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, pihak yang dengan sengaja mengakibatkan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup diancam pidana 10 tahun dan denda Rp 500 juta.
Sumber : www.kompas.co.id