Senin, 1 Oktober 2007

Bisnis Kapas Mulai Bernapas

Setiap tahun rata-rata dibutuhkan pasokan 500 ribu ton serat kapas. Namun, produksi kapas dari petani baru mampu memenuhi 0,5% dari kebutuhan.

Sampai saat ini, produksi kapas yang dikembangkan petani hanya mampu memasok tidak lebih dari 0,5% kebutuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Oleh sebab itu, impor serat kapas yang mencapai 450 ribu—790 ribu ton, tak bisa dielakkan. Setiap tahun devisa negara pun tersedot sekitar US$600 juta—US$650 juta.

Amat disayangkan kebutuhan TPT yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan penyediaan bahan baku dari dalam negeri. Di sisi lain, kebutuhan bahan baku serat alam, kapas, terus meningkat, rata-rata 3%/tahun.

 

Perlu Terobosan

Harga serat kapas dunia semakin meningkat. Hal ini terkait dengan ditetapkannya pencabutan subsidi ekspor kapas dari negara-negara produsen kapas sejak 2006, sesuai kesepakatan WTO di Hongkong pada Desember 2005.

Ditambah lagi pembatasan kuota ekspor oleh negara-negara produsen itu yang berdampak semakin terbatasnya volume serat kapas dunia bagi para pengimpor. Tentu saja kondisi ini kian mempersulit para pelaku industri tekstil lantaran kemampuan impornya semakin menurun.

Menurut Cotlook Ltd., cadangan kapas global tahun ini akan turun lebih besar karena kenaikan permintaan dari India. Konsumsi kapas oleh India naik 2,6% menjadi 7,1 juta ton pada akhir tahun fiskal yang berakhir 31 Juli lalu. Walaupun menjadi negara produsen kapas terbesar ketiga dunia, India juga merupakan pengguna kapas terbesar kedua di dunia.

Masih menurut Cotlook Ltd, stok kapas hingga 31 Juli lalu turun sampai 962 ribu ton dari setahun sebelumnya. Sementara Deptan AS memperkirakan cadangan kapas dunia 11,38 juta ton.

Soal harga, menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), di pasar dunia rata-rata US$1,2/kg. Sementara harga kapas asal Amerika Serikat rata-rata US$1,3/kg. Di lain pihak, AS mendominasi pasar impor kapas dengan porsi 39,13% dari total impor kapas yang masuk Indonesia. Tahun lalu misalnya, volume impor kapas asal negara Paman Sam itu sebanyak 181,94 juta kilogram, senilai US$617,8 juta.

Untuk mengurangi ketergantungan impor, tentu diperlukan terobosan guna meningkatkan produksi kapas nasional. Menjawab hal itu, Ditjen Perkebunan, mulai tahun ini, secara bertahap sampai 2015, bertekad mengembangkan kapas di beberapa sentra produksi. Pada 2008, pemerintah akan mengembangkan 20 ribu hektar tanaman kapas di 7 provinsi (Tabel 1.). “Pemerintah berupaya meningkatkan produksi kapas nasional melalui pengembangan di daerah potensial sehingga impor bisa dikurangi,” ungkap Achmad Mangga Barani, Dirjen Perkebunan.

Untuk pengembangan pada 2008, lanjut dia, pemerintah telah menganggarkan dana APBN murni Rp20,771 miliar. Dana tersebut digunakan untuk subsidi penyediaan benih unggul, bantuan modal kerja, dukungan sarana pengairan, konsolidasi lahan, dan penguatan kelembagaan. Melalui upaya itu, diharapkan ada penambahan produksi 6.600 ton.

 

Terbuka

Peluang pengembangan kapas masih terbuka, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Hasil penelitian Puslit Tanah dan Agroklimat, potensi lahan untuk pengembangan kapas tersedia 1,3 juta hektar, yang tersebar di Jateng, Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, NTT, dan Sulsel.

Adalah PR Sukun di Kudus, Jateng, salah satu perusahaan yang mulai mengembangkan kapas sejak ada program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR), pada 1981. Meski bisnis utamanya rokok, PR Sukun juga mau menekuni usaha kapas. “Perusahaan kami tergerak untuk menekuni bisnis kapas guna membantu memasok bahan baku industri tekstil yang selama ini banyak diimpor,” papar Heri Wisnubroto, Koordinator Produksi Kapas PR Sukun.

Namun untuk memproduksi kapas dalam jumlah besar, PR Sukun belum mampu. Karena itu, tahun ini Heri menargetkan penanaman 3.000 ha. Sampai bulan ini, Heri mengaku baru bisa merealisasikan 2.400 ha, dengan produksi 1.000 ton. Walau begitu, tahun depan PR Sukun merencanakan memperluas penanaman menjadi 4.000 ha yang tersebar di 14 kabupaten di Jateng, Yogyakarta, dan Jatim. Pasar yang dibidik adalah perusahaan tekstil lokal, terutama untuk bahan baku batik dan benang.

Sejak menekuni kapas, PR Sukun bermitra dengan petani sebagai pelaksana penanaman. Mereka melakukan penanaman sistem tumpangsari dengan palawija. Sampai sekarang sudah ada 9.000 petani yang terlibat di bisnis itu.

Pun PT Seco Fajar Cotton (SFC) di Bantaeng, Sulsel. Perusahaan yang sudah beroperasi sejak 1982 itu, kini mengupayakan 2.500 ha kebun kapas di Kabupaten Sinjai, Bulukumba, dan Bantaeng. Namun, menurut Andi Hamzah Pangki, S.Pi, Manajer Produksi SFC, sejak perusahaan berkapasitas 20.000 ton/tahun itu berdiri, kebutuhannya belum pernah terpenuhi.

Seperti halnya PR Sukun, SFC pun bermitra dengan petani. SFC memberikan paket kredit berupa sarana produksi seperti pupuk dan pestisida. Utang petani kepada inti dibayar setelah panen.

 

Terjamin

Dibanding komoditas lain, tampaknya kapas sangat istimewa. Betapa tidak, harga kapas tak pernah turun naik (fluktuatif). “Harga kapas selalu stabil, tidak pernah turun. Tiap tahun ada kenaikan. Misalnya, tahun lalu Rp2.300/kg. Sekarang Rp2.500/kg,” urai Mardjuni, Ketua Asosiasi Petani Kapas Indonesia (Aspekindo).

Harga kapas tidak pernah mengalami fluktuasi karena ditentukan langsung oleh pemerintah. Harganya dipatok pemerintah sebelum tanam, beda dengan komoditas lain,” imbuh Barrudin, petani kapas di Bantaeng. Kenyataan itu dibenarkan Dirjen Mangga Barani. “Harga kapas berbiji (di tingkat petani, Red.) memang ditetapkan pemerintah. Sehingga sebelum tanam, petani sudah mengetahui berapa keuntungan yang akan mereka peroleh. Untuk tahun depan, diperkirakan harganya naik menjadi Rp3.000/kg,” ucapnya.

Di samping harga, pasar serat kapas pun sudah jelas. Para petani yang mengupayakan kapas biasanya bermitra dengan perusahaan pengelola kapas. Selain menjamin pasar, pengelola kapas bersama dinas perkebunan setempat melakukan pembinaan kepada petani, dan memfasilitasi pengadaan saprodi, hingga pengurusan permodalan. Tercatat 9 perusahaan pengelola kapas yang tersebar di 7 provinsi sentra produksi: PT Nusafarm Intiland Corp, PR Sukun Kudus, PT Seco Fajar Cotton, PTPN XIV, PT Kapas Garuda Putih, Kelompok Tani Mandiri, PT New Asia Mandiri, PT Sukses Jaya Wood, dan PT Ade Agro Industri.

 

Benih Unggul

Walaupun harganya dipatok dan pasarnya terjamin, ternyata usaha tani kapas tidak mudah. Umur tanaman sih boleh pendek, hanya 4 bulan., tapi tantangan yang dihadapi dalam pengembangan kapas cukup kompleks. Sebut saja ketersediaan benih bermutu, kelangkaan modal petani, masih rendahnya produktivitas, efisiensi biaya produksi, dan isu penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan.

“Usaha tani kapas sangat tergantung kepada lingkungan dan musim,” ucap Heri. Sebelum menanam, lanjut dia, perlu dilakukan survei kesesuaian lahan dan teknologi pendukung.

Sebenarnya, menurut Dr. Emy Sulistiyowati, peneliti kapas dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas), Malang, pihaknya telah menghasilkan berbagai teknologi. Meliputi varietas unggul, waktu tanam, pemupukan, sistem tanam, dan pengendalian hama penyakit

Varietas unggul “made in” Balittas, yaitu Kanesia 1—15. Hingga kini baru Kanesia 8 yang banyak ditanam petani. Di luar itu, ada juga varietas unggul hasil introduksi, yakni LRA 5166 dari India, ISA 205A dari Perancis, dan 3 varietas hibrida dari China.

Kehadiran benih kapas hibrida menjadi angin segar bagi upaya pengembangan kapas nasional. Menurut Jusuf Jogianto, Dirut PT Supin Raya, pemasok benih kapas unggul di Makassar, dengan menggunakan benih hibrida, petani bisa mengantongi untung Rp7,5 juta/ha. Memang, biaya produksi meningkat dua kali lipat dibandingkan kapas biasa, namun produksinya sangat tinggi, 3,5—4 ton/ha. Selain Supin, penyedia benih kapas unggul di tanah air adalah PR Sukun Kudus dan PT Nusafarm Intiland Corp.

 

Dadang WI, Yan, Selamet, Marwan Azis, Tri Agus Abdi Sholeh, Faiz Faza, Krus Haryanto

 

Mentan Lepas Benih Kapas Hibrida

Pada 7 September lalu, Mentan Anton Apriyantono melepas tiga varietas kapas hibrida, yaitu varietas HSC 188, HSC 138, dan varietas HSD 51. Ketiga varietas ini merupakan hasil introduksi dari China. Di samping itu, Mentan juga melepas varietas kapas Kanesia 14 dan Kanesia 15 yang relatif lebih tahan terhadap kekeringan.

Langkah itu ditempuh pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas kapas. Dari hasil uji multilokasi, produktivitas kapas hibrida itu berkisar 3,5—4 ton/ha. Sementara produksi kapas sebelumnya hanya berkisar 400—700 kg/ha.

Panen perdana kapas hibrida asal China itu sudah dilakukan di kebun uji multilokasi di Desa Kaloling, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan oleh Mentan pada 7 September. Dalam kesempatan itu hadir pula Menteri Pertanian Tanzania, Hon Steven M. Wassira.

Dengan tersedianya benih kapas hibrida tersebut, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, sekaligus menyukseskan program pengingkatan produksi kapas nasional. Sehingga mengurangi ketergantungan terhadap serat kapas impor.

 

Rencana Pengembangan Kapas 2008

Provinsi/Kab.                         Rencana Areal (Ha) 

                                    Hibrida        Kanesia       Jumlah

Sulsel                                      7.150               2.550               9.700

§         Gowa                          300                  200                  500

§         Takalar                        400                  300                  700

§         Jeneponto                   1.000               -                       1.000

§         Bantaeng                     1.500               -                       1.500

§         Bulukumba                  1.700               300                  2.000

§         Bone                           600                  400                  1.000

§         Soppeng                     550                  450                  1.000

§         Wajo                           500                  500                  1.000

§         Sinjai                           600                  400                  1.000

NTB                                         350                  1.650               2.000

§         Lombok Barat             250                  250                  500

§         Lmbok Tengah           -                       500                  500

§         Lombok Timur            -                       500                  500

§         Sumbawa                    100                  400                  500

NTT                                         -                       1.500               1.500

§         Sumba Timur              -                       750                  750

§         Sumba Barat               -                       750                  750

Bali:                                                                 1.800               1.800

§         Klungkung                   -                       300                  300

§         Buleleng                      -                       1.100               1.100

§         Karangasem               -                       200                  200

§         Jembrana                    -                       200                  200

Jatim                                                               2.750               2.750

§         Lamongan                   -                       750                  750

§         Pacitan                        -                       750                  750

§         Banyuwangi                -                       200                  200

§         Bondowoso                -                       300                  300

§         Probolinggo                -                       250                  250

§         Mojokerto                   -                       250                  250

§         Situbondo                   -                       250                  250

Jateng                                                             1.500               1.500

§         Kudus                          -                       500                  500

§         Pati                              -                       200                  200

§         Blora                           -                       200                  200

§         Wonogiri                     -                       200                  200

§         Pemalang                    -                       400                  400

Yogyakarta                                                      750                  750

§         Gunung Kidul              -                       750                  750

Indonesia               7.500                12.500         20.000

Sumber: Ditjen Perkebunan, 2007

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain