Senin, 1 Oktober 2007

Merintis Jalan Bebas dari Belenggu Impor

Babak belur diterjang serbuan kapas impor tak membuat pemerintah putus asa mengembangkan produksi kapas nasional.

Saat ini Ditjen Perkebunan mulai kembali pasang kuda-kuda untuk setidaknya mengurangi jumlah impor. Apa saja langkah yang akan diambil Deptan? Berikut petikan wawancara AGRINA dengan Dirjen Perkebunan, Ir. Achmad Mangga Barani, MM

 

AGRINA (A): Apa yang melatarbelakangi pemerintah untuk mengembangkan kapas?

Mangga Barani (MB): Kita akan kembangkan kembali kapas karena pasarnya sudah sangat jelas sekali. Secara historis sebenarnya kapas sudah lama kita kembangkan, sudah 20—30 tahun tetapi memang pasang surut. Setelah dipelajari ternyata ada beberapa kendala. Yang pertama, benih. Selama ini kualitasnya masih kurang baik dan berdampak pada hasil produksi yang rendah. Pada tingkat petani hanya menghasilkan 0,5—1,2 ton/hektar, itu tidak mungkin mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kedua, harga, sampai sekarang masih rendah. Jadi, harga dan produksi yang rendah membuat kapas tidak kompetitif dengan komoditas lain. Hal tersebut tidak merangsang petani untuk mengembangkan kapas.

A: Langkah apa yang akan Bapak tempuh?

MB: Ada dua cara. Untuk benih, kita gunakan hasil dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, namanya Kanesia, dan benih hibrida China yang sudah diuji daya adaptasinya. Potensinya bagus, masing-masing 3,5-4,2 ton dan 4,2—4,5 ton per hektar. Selain itu kita juga akan memperbaiki masalah harga. 

A: Untuk benih hibrida, kita akan terus mengimpor?

MB: Kita batasi sampai dua tahun saja. Mulai tahun ini kita impor tapi kita juga persiapkan untuk bisa diproduksi di dalam negeri termasuk juga tenaga ahlinya. Jadi, tahun 2010 nanti benih hibrida tersebut sudah dibuat di dalam negeri.

A: Menyangkut kepastian harga di tingkat petani, perkiraan Bapak, berapa harga untuk tahun 2008?

MB: Di atas Rp3.000/kg, tapi kita mengharapkan kerjasama dari para pengelola. Sebab kita bukan yang membeli, tapi hanya perantara petani dan pengelola. Menurut saya, jika harganya bisa di atas Rp3.000/kg, kapas akan bisa berkembang. Misalnya, dengan produksi 4 ton/ha dan harga Rp3.000/kg, maka perolehan petani bisa Rp10 juta—Rp15 juta/sekali panen.

A: Selain perbaikan kualitas benih dan penetapan harga?

MB: Setelah benih dan harga diperbaiki, maka untuk meningkatkan produksi kapas nasional, kami targetkan untuk pengembangan areal penanaman seluas 20.000 hektar tahun depan.

A: Lokasinya di mana saja?

MB: Ada 7 provinsi yang kita prioritaskan. Berdasarkan studi kami, lahan potensial sebenarnya ada 1,3 juta hektar. Itu belum semuanya kita garap. Malah menurut data Litbang, yang berpotensi luasnya 5 juta hektar. Saya fokuskan 1,3 juta ha dulu untuk  yang benar-benar potensial.

A: Fasilitas apa saja yang ditawarkan pemerintah agar petani tertarik mengembangkan?

MB: Pada program pengembangan kapas 2008, semuanya akan kita subsidi. Benih akan ditanggung pemerintah agar petani menggunakan benih unggul. Demikian pula untuk sarana produksi lainnya.

A: Dari 20.000 hektar tadi, berapa produksi yang bisa dihasilkan untuk mengurangi impor?

MB: Diperkirakan produksinya bisa mencapai 6.600 ton serat kapas. Jumlah ini baru sekitar 1,5% dari total kebutuhan. Tapi kalau ini berhasil, pada 2009 luas areal penanaman akan kita gandakan menjadi 40.000 hektar.

 

Selamet R.,Dadang WI

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain