Medan - Gabungan Perusahaan Perkebunan Karet Indonesia (Gapkindo) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendesak pemerintah mencabut peraturan daerah (perda) yang membebani dunia usaha perkebunan di wilayah ini.
Ketua Umum Gapkindo Sumut Fauzi Hasballah mengatakan dalam era otonomi sekarang ini bupati dan walikota berlomba-lomba membuat perda yang sangat membebani perkebunan karet. "Akibatnya, daya saing karet kita di pasar internasional berkurang," katanya kepada Bisnis di Medan, kemarin.
Menurut dia, pemerintah pusat seharusnya dapat membatalkan perda yang memberatkan dunia usaha perkebunan itu, agar kontribusi devisa ekspor semakin maksimal.
Dia mencontohkan beberapa perda yang memberatkan tersebut di antaranya adalah pajak penerangan jalan, retribusi izin gangguan (HO), izin usaha, surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan tanda daftar perusahaan (TDP).
TDP misalnya, kata dia, seharusnya berlaku 5-10 tahun serta sudah dilunasi sekaligus. Tetapi kenyataannya di daerah ini beberapa daerah memungut retribusi tersebut setiap tahun tanpa alasan yang? kuat.
"Sedihnya lagi tarif yang dikenakan lebih mahal dibandingkan tarif yang sudah dibayarkan selama 5 tahun. Kalau retribusinya tidak dibayar, pengusaha perkebunan diminta angkat kaki dari daerah itu."
Semakin susah
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Apkasindo Asmar Arsjad mengakui pungutan dari perda dan akibat pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap tandan buah segar (TBS) kelapa sawit telah membuat kehidupan petani semakin susah.
Dia menyebutkan contoh perda yang memberatkan tersebut yakni Perda No.12 Tahun 2006 di Kabupaten Tapanuli Selatan Sumut tentang retribusi angkutan hasil alam.
Untuk perkebunan, tuturnya, mobil pick-up L 300, mobil tiga perempat dan sejenisnya dikenakan Rp7.500 sekali jalan. Kemudian angkutan buah kelapa sawit degan colt diesel dan sejenisnya Rp30.000 sekali jalan, angkutan karet ukuran truk dan dam truk serta sejenisnya dikenakan retribusi Rp50.000 sekali jalan.
Kemudian tangki crude palm oil (CPO) dikenakan Rp85.000 sekali lintas. Angkutan jenis bibit perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao dan lainnya) dikenakan mulai dari Rp2.000-Rp20.000 per sekali jalan.?
Dia menilai batalkan perda itu sehingga pengusaha perkebunan terutama petani tidak terbebani retribusi, pajak, dan pungutan lain dari beberapa pihak
Sumber : www.bisnis.com