Bandeng produksi Indramayu telah lama dikenal kualitasnya sehingga selalu dihargai lebih tinggi di Pasar Muara Baru, Jakarta.
Menurut Ali Sodikin, petambak asal Indramayu, bandeng dari daerahnya terkenal akan rasanya yang lebih gurih dan tekstur dagingnya yang kenyal. Ini karena pengelolaan tambak yang baik dan pemberian pakan bervariasi. Produksi bandeng di wilayah tersebut mencapai 9.875,75 ton pada 2005 dari luas lahan 22 ribu hektar yang berada di 14 kecamatan dari 31 kecamatan di Indramayu.
Abdurrosyid Hakim, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskan) Indramayu, menuturkan, “Memelihara bandeng merupakan sebuah pilihan kultural petani tambak di Indramayu. Artinya, tidak ada yang menyuruh, tidak ada pula yang melarang. Petambak sudah memelihara bandeng sejak dari bapak atau dan kakeknya dulu.”
Kembangkan Bandeng Tandu
Sayangnya, kini keuntungan petambak bandeng makin menipis gara-gara biaya produksi semakin meningkat. Dalam hitungan Sukaryat, Kasi Pengelolaan Kekayaan Laut, Diskan Indramayu, dengan biaya produksi Rp7.000 per kg dan harga jual hanya Rp8.000 per kg, marjin keuntungan petani sangat kecil. Apalagi, kurun waktu pembesaran bandeng cukup panjang, 6—7 bulan per siklus.
Dengan pengembangan program bandeng tanpa duri (tandu) yang dimulai dua tahun lalu diharapkan petambak mendapatkan keuntungan memadai dengan terjun sebagai pengolah. Melalui Program Pendanaan Kompetisi untuk Peningkatan Dayabeli Masyarakat/Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (PPL IPM), Diskan Indramayu mengadakan pelatihan pengolahan bandeng tanpa duri.
Tujuannya, “Kita ingin bandeng tandu menjadi brand image Indramayu. Bandeng presto sudah punya Semarang, bandeng asap punya Sidoarjo, dan pindang bandeng punya yang lain,” jelas Abdurrosyid. Masih menurut dia, jika Indramayu mampu mengolah 10% saja dari total produksi bandeng, “Mudah-mudahan konsumen semakin menggemari bandeng sebagai makanan yang lezat, selain itu ada nilai tambah bagi petani tambak.”
Produksi Sesuai Pesanan
Salah satu petambak bandeng yang terjun sebagai perajin bandeng tandu adalah H. Suparta. Warga Desa Pabean Ilir, Kec. Pasekan, Indramayu ini mengaku digerakkan oleh program PPK IPM 2006 dan mendapat pelatihan serta modal usaha dari Diskan. “Bantuannya berupa modal Rp2,5 juta, peralatan berupa vakuum, plastik, pinset, serta pisau yang nilainya sekitar Rp25 juta per kelompok,” ujar H. Suparta.
Saat ini, produksi bandeng tandu kelompoknya masih bergantung permintaan. “Seminggu rata-rata 125 kg atau sekitar satu ton sebulan,” ujarnya. Meskipun demikian, kelompoknya tetap menyediakan stok sekitar 50 kg per hari untuk kebutuhan pasar lokal.
Sementara, Djoko Mulyono, produsen bandeng tandu “Al Fath” juga di Indramayu mencoba mengembangkan produk turunannya, antara lain breaded (bandeng tandu yang diberi bumbu dan tepung). Ia mengharapkan produknya segera dipasarkan setelah bandeng tandu populer. Setiap hari, ia berproduksi bandeng tandu rata-rata 50 kg yang dijual langsung ke restoran dan pasar swalayan. Ditambah pemesanan langsung, rata-rata produksinya sekitar 1,5 ton per bulan.
Yan Suhendar, Enny Purbani T.