Permintaan Tinggi Picu Pemasukan MBM secara Ilegal
Jakarta - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menggagalkan impor ilegal 112 peti kemas ukuran 20 kaki berisi 2.056 ton tepung dari daging dan tulang hewan. Bahan baku pakan ternak asal Inggris itu diduga mengandung bibit penyakit sapi gila atau Bovine spongiform encephalopathy/BSE, yang mengancam industri unggas dan peternakan.
Tepung dari daging dan tulang hewan (meat bone meal/MBM) itu teridentifikasi berasal dari daging sapi, ayam, dan babi. Tepung diimpor dari Gulf English Trading asal Virgin Island, Inggris, oleh PT TMW. Peti kemas itu masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok secara bertahap sejak Juni sampai Juli 2007.
"Awalnya, importir melaporkan isi peti kemas berupa pakan ternak atau ditulis bird feed. Karena curiga, kami menerbitkan Nota Hasil Intelijen untuk memeriksanya," ujar Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok Agung Kuswandono, Kamis (23/8) di Jakarta.
Hasil pemeriksaan terhadap sampel tepung berwujud serbuk warna coklat yang dilakukan laboratorium Balai Pengujian dan Identifikasi Barang dan Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veterinary Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta, menyimpulkan, sampel itu merupakan tepung MBM.
"Karena MBM itu berasal dari Inggris, kami langsung menyegel 112 peti kemas dengan isi yang diperkirakan bernilai Rp 5,15 miliar. Nilai barang itu kecil artinya dibanding potensi kerugian yang akan dialami Indonesia bila ternak terjangkit penyakit mulut dan kuku atau sapi gila," kata Kepala Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Basir N.
Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia Don Utoyo berpendapat, bila benar MBM itu dari Inggris sudah pasti hasil selundupan.
"Indonesia tidak membuka izin impor MBM dari Inggris, begitupun Pemerintah Inggris melarang MBM keluar dari Inggris," ungkap Don Utoyo.
Don menegaskan, jika benar terjadi penyelundupan MBM asal Inggris, maka pengawasan dan kontrol keluar masuknya produk impor harus lebih ketat.
Inggris belum bebas dari penyakit sapi gila atau Bovine spongiform encephalopathy (BSE), padahal virus BSE dapat menular ke manusia.
"Bila ternak atau unggas kita terjangkit, maka peluang ekspor ternak Indonesia akan hilang," ujar Basir.
Kini, MBM yang masuk ke Indonesia berasal dari Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Australia dan Selandia Baru mendominasi pasokan MBM. Dan, hanya sekitar sepuluh persen MBM dari AS. Setiap tahun rata-rata impor MBM sekitar 200.000 ton.
Menurut Basir, MBM di Inggris selama ini lebih banyak dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk. Bila alasan masuknya MBM ilegal itu ke Indonesia untuk bahan baku pupuk, tetap tidak masuk akal karena produksi pupuk di Indonesia masih aman.
"Ada dua kemungkinan, MBM dipakai untuk bahan baku pakan ternak, atau untuk makanan tambahan bagi penggemukan sapi potong. Bagaimana pun, keduanya tetap membahayakan industri peternakan Indonesia," kata Don Utoyo.
Barang terbatas
Don Utoyo berpendapat, terjadinya kasus dugaan penyelundupan MBM asal Inggris harus diambil hikmahnya. Kondisi itu terjadi karena keterbatasan pasokan MBM, sedangkan permintaan terus meningkat.
Dua bulan lalu, harga MBM baru mencapai 395 dollar AS per ton, tetapi kini sudah meningkat menjadi 420 dollar AS per ton. "Tingginya permintaan membuat harga melambung. Industri pakan ternak kesulitan dan muncullah peluang masuknya MBM secara ilegal," katanya.
Berkaca pada kasus itu, Don Utoyo mengingatkan kembali agar pemerintah memerhatikan pasokan MBM bagi industri pakan ternak. Selama ini memang telah dibuka pasar impor MBM baru asal AS, tetapi hanya oleh satu eksportir.
Upaya industri pakan ternak melakukan substitusi kebutuhan MBM dengan bahan baku lain seperti makanan dari ikan (fish meal) dan dari kedelai (soybean meal) tidak berjalan mulus karena harganya juga tinggi.
Sumber : www.kompas.com