Selasa, 21 Agustus 2007

Ini Dia Yang Ditunggu Peternak

Terhitung mulai Juni lalu, Bank Mandiri sudah mau mengucurkan kredit bagi peternak sapi perah, dengan bunga rendah, hanya 6%—8% per tahun.

 

Ibarat mendapat durian runtuh, peternak sapi perah patut bersukacita karena perbankan mau menyalurkan kredit berbunga rendah. “Selama ini, peternak memang kurang mendapat dukungan perbankan. Jika peternak datang sendiri, mereka akan kesulitan memperoleh kredit,” ungkap Hendro H. Poedjono, Human Resources & Corporate Affairs Director, PT Frisian Flag Indonesia (industri pengolahan susu Cap Bendera). Padahal, permodalan menjadi kendala besar bagi peternak, apalagi dengan kepemilikan ternak hanya 1—2 ekor. Tentu hal itu tidak memberikan penghasilan yang cukup bagi mereka. Dengan naiknya harga susu saat ini yang mencapai 70%, “Kami yakin peternak mempunyai kemampuan membayar kredit seandainya mereka diberi pinjaman modal oleh bank untuk mengembangkan usaha,” tandasnya.

Atas dasar itu, produsen susu Cap Bendera ini mengajukan proposal pinjaman kredit ke Rabo Bank dan Bank Mandiri. Namun, yang merespon baru Bank Mandiri. Bank ini bakal menggelontorkan duit Rp16 miliar kepada mitra Cap Bendera, PT Hasil Karya Sapi Perah (HKSP) di Ciwidey, Bandung. Duit itu untuk mengimpor 2.500 ekor sapi dari Australia. Cap Bendera sendiri sebagai penjamin pasar susu dari peternak mitra tersebut.

Sampai dengan bulan ini telah dilakukan penandatanganan perjanjian. “Ada tiga perjanjian, antara kami dengan HKSP sebagai jaminan pasar, dengan Bank Mandiri selaku pemberi kredit untuk meningkatkan populasi dan produksi susu nasional, dan dengan Perum Perhutani sebagai penyedia lahan untuk ditanami rumput,” urai Hendro.

Bank Mandiri memberikan kredit bukan berupa uang, tapi berwujud sapi perah. HKSP sendiri memfasilitasi pembayarannya dengan pemasok sapi. Memang, berdasar pengalaman, bila petani diberi uang tidak akan ada sapinya. Melalui program itu, tiap peternak memperoleh 1—2 ekor sapi.

Setiap peternak mendapat kredit senilai Rp10 juta—Rp 20 juta dengan syarat mudah. Jaminan kredit yang diminta dalam bentuk sapi itu sendiri. Suku bunga pinjaman dipatok 6%—8% dengan jangka waktu pengembalian 36 bulan.

Pengembalian kredit dilakukan dari koperasi dengan pemotongan hasil setoran susu peternak. Penyampaian pengembalian tersebut ke bank melalui Cap Bendera yang langsung disetor ke rekening HKSP sehingga ketiga belah pihak bisa saling mengontrol.

Sebenarnya Bank Mandiri juga telah melakukan kerja sama dengan PT Greenfields Indonesia, industri pengolahan susu terintegrasi di Malang, Jatim. Juni lalu bank ini mengucurkan dana Rp2 miliar kepada peternak sapi perah di Desa Ngajum, Gunung Kawi, Malang, untuk mendorong peningkatan produksi susu dari peternak mitra di sekeliling lokasi Greenfields (baca: Setiap KK Dua Sapi Perah, AGRINA Edisi 57).

Tampaknya, kemitraan merupakan jalan terbaik untuk membangun kerjasama antara industri dengan peternak. Bagi Frisian Flag Indonesia (FFI), kemitraan dengan peternak sudah terjalin sekitar 20 tahun. Dan yang paling fenomenal adalah kemitraan dengan KPSBU Lembang. Lembaga ini sudah menjadi koperasi terbaik dan mampu membeli susu dari peternak dengan harga tertinggi. “Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan hibah Belanda sekitar satu juta Euro,” ucapnya.

Selama 10 tahun terakhir, Hendro mengaku sudah mengucurkan dana bantuan senilai US$6 juta kepada KPSBU Lembang. Bantuan itu, antara lain berupa cooling unit, subsidi pakan, dan semen (bibit). Kerja sama serupa sedang dirintis dengan para peternak di Boyolali, Jateng, yang diperkirakan rampung pada 2009.

Dadang, Yan Suhendar

 

 

                                           Profil Peternak

Tatang Kurnia

Dua Minggu Rp1,3 Juta Bersih

Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Peribahasa ini ternyata berlaku pula bagi Tatang Kurnia, pria kelahiran 1972 yang tinggal di Kp. Cihideung, Gudang Kahuripan, Lembang, Kab. Bandung. Setelah 10 tahun mengembara di Jakarta, ia kembali ke kampungnya, dan memilih jadi peternak sapi perah, mengikuti jejak ayahnya.

Tujuh bulan lalu, dengan modal Rp21 juta dari hasil tabungan dan bantuan orang tua, Tatang membeli 3 ekor sapi laktasi. Bersama istrinya, ayah satu anak ini merawat ketiga ekor sapinya dengan telaten. Alhasil, usahanya berkembang. Ia kini memiliki empat ekor sapi laktasi, seekor jantan, dan 2 ekor pedet.

Setiap hari, pria yang sudah belajar memerah sapi pada usia 6 tahun ini mampu memproduksi 50—60 liter susu. Kualitas susunya pun tergolong baik, TPC di bawah 1 juta dengan TS 12,1. “Umur sapi yang saya miliki 2—2,5 tahun sehingga masih sangat produktif untuk menghasilkan susu berkualitas baik,” ungkap Tatang. Di luar itu, ia menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik. Kebersihan kandang selalu dijaga. Soal pakan, ia memberikan kombinasi rumput gajah dengan konsentrat dan ampas tahu. Setiap hari seekor sapi diberinya 150 kg rumput gajah, 18 kg konsentrat, dan 90 kg ampas tahu. Biaya pakan yang dikeluarkan Tatang, per dua minggu, sebesar Rp150 ribu untuk rumput gajah, Rp330 ribu (konsentrat), dan Rp440 ribu (ampas tahu).

Saat AGRINA berkunjung ke Cihideung, Juli lalu, Tatang sedang menikmati tingginya harga susu, Rp2.685/liter. Padahal tujuh bulan silam masih Rp2.000—Rp2.300/liter. Dengan harga tersebut, setiap dua minggu, Tatang meraih keuntungan bersih Rp1,3 juta.

 

 

Uu Suwarna

Dari Sopir Jadi Peternak

Di sela rutinitasnya sebagai sopir, pada 1984, Uu Suwarna menyempatkan membeli seekor sapi perah. Lantaran dianggap sambilan, sapi itu ia pelihara ala kadarnya. Dua tahun berselang, ia memutuskan untuk serius memelihara ternak itu. Populasi pun ia tambah menjadi empat ekor. “Tahun 1989, saya berhenti menjadi sopir, fokus menjadi peternak,” akunya.

Niat Uu berbuah manis, usahanya berkembang. Hanya dalam dua tahun jumlah sapinya bertambah menjadi tujuh ekor. Kini, anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Selatan (KPBS) ini sudah memiliki 15 ekor sapi perah. Dari jumlah itu, 8 ekor di antaranya sapi laktasi (produktif), 6 ekor pedet, dan seekor pejantan. Untuk memanjakan sapi-sapinya, ia dibantu 4 orang tenaga kerja yang digaji Rp300 ribu/orang/bulan.

Dari hasil pemerahan ke-8 ekor sapinya itu, setiap hari Uu mengumpulkan 120—140 liter. Harga susu yang ia terima saat ini rata-rata Rp2.250/liter. Tapi harga itu bisa lebih tinggi kalau kualitas susunya lebih baik. Bila nila TS minimal 11,5% diberi bonus Rp150—Rp200/liter. Ditambah lagi, kalau TPC-nya di bawah 1 juta, ia memperoleh Rp150/liter. “Sebaliknya, bila kualitasnya di bawah standar, harga turun,” ucap Uu.

Dari hasil penjualan susu, Uu memperoleh pendapatan Rp8 juta/bulan. Setelah dipotong biaya operasional, ia masih kebagian keuntungan Rp4 juta.

Untuk menjaga kualitas produksi, selain menjaga kesehatan kandang dan sapi, Uu memberikan pakan yang cukup. Setiap bulan, ia memberikan rumput 800 kg—1 ton, 900 kg—1,2 ton sisa tanaman jagung, dan 2,5 ton konsentrat. “Yang paling penting dalam peternakan sapi perah adalah sanitasi,” urainya.

Pria asli Pangalengan, Bandung, tersebut menegaskan, beternak sapi saat ini masih menguntungkan. Ia mencontohkan, dengan modal awal Rp10 juta, kini aset usaha dia sudah berkembang menjadi Rp150 jutaan.

 

Dadang, Yan Suhendar

 

 

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain