Berkat pola kemitraan, peternak dapat meningkatkan usaha dengan cepat. Pasokan sarana produksinya terjamin, pemasaran hasil panen pun mudah.
Di Sumatera Selatan telah berkembang peternakan ayam ras pedaging (broiler) dengan pola kemitraan. Perkembangan ayam ras pedaging ini menjawab kebutuhan daging ayam yang semakin meningkat di kota Pempek tersebut. Karena itu, usaha dengan pola kemitraan ini tampaknya menjadi pilihan yang cukup menggiurkan.
Supitan, peternak di Talang Jambe, Talang Betutu, Sukaramai, Kota Palembang, memulai usahanya beternak ayam secara mandiri pada 1996 hanya dengan 500 ekor. Namun perkembangan usahanya lambat. Untuk itu pada tahun 2000 ia menjalin kemitraan dengan PT Primatama Karyapersada (PKP), perusahaan perunggasan terintegrasi. Kini populasi ayam pria lulusan SD ini meningkat hingga mencapai 55.000 ekor.
Demikian pula, Rizal, peternak di Matamerah, Sei Selincah, Kalidoni, Palembang. Sebelumnya ia bekerja di sebuah perusahaan waralaba ayam ternama di Jakarta. Sejak tahun 2000, sarjana hukum ini bergabung dengan kemitraan PKP. Populasi ayamnya pun naik secara nyata dari 500 ekor menjadi 32.000 ekor. “Akhirnya saya memilih untuk berwiraswasta dengan menekuni usaha ternak ayam ini karena sangat menguntungkan,” tandasnya.
Sedikit lain cerita Lakoni, peternak di Timbangan, Indralaya, Ogan Ilir, Sumsel. Sebelumnya ia menjalin kemitraan dengan perusahaan sejenis tetapi hasilnya tidak memuaskan. Sejak bergabung dengan PKP, jumlah ayamnya berkembang dari 4.000 ekor menjadi 21.000 ekor. “Kemitraan dengan PKP, selain dibantu secara teknis budidaya, peternak juga dibantu menghadapi berbagai kendala di aturan-aturan Pemda,” ungkap Lakoni.
Saling Menguntungkan
Keberhasilan peternak kemitraan PKP di Sumsel ini tidak lepas program kemitraan yang ditawarkan kepada peternak mitra. Menurut Handhioko, Kepala Cabang PKP Palembang, PKP menawarkan suatu pola yang bisa menguntungkan bagi kedua pihak. Perusahaan inti dan peternak plasma terlibat dalam kegiatan produksi, pengolahan, perdagangan, sampai pemasaran. Termasuk di dalamnya penentuan volume produksi, kontrak kerja, harga, dan pembagian hasil produksinya.
“Tujuan utamanya untuk menciptakan kesepakatan kerja sama antara pengusaha pembibitan, peternak, dan sumber modal dalam melaksanakan proses produksi sampai kepada pemasaran hasil produksi secara agribisnis,” lanjut Handhioko.
Teknisnya, pola kerjasama kemitraan inti plasma diawali dengan surat perjanjian yang bersifat mengikat. Bagi peternak sebagai plasma, perjanjian ini merupakan ikatan jaminan pemasaran untuk ayam yang dihasilkannya. Sementara bagi PKP sebagai inti, perjanjian tersebut menjadi jaminan untuk mendapat pasokan ayam dari peternak.
Supitan, Rizal, maupun Lakoni yang ditemui AGRINA di Palembang, mengaku sangat merasakan manfaat kemitraan. “Dengan adanya jaminan pemasaran dari perusahaan inti, peternak akan terhindar dari risiko tidak lakunya hasil panen dan sekaligus mendapatkan harga produk yang wajar,” kata mereka.
Sementara itu PKP sebagai Inti menyediakan sarana produksi peternakan, meliputi anak ayam umur sehari (day old chick-DOC), pakan, dan obat/vaksin. Dalam proses pemeliharaan, peternak plasma harus mempraktikkan teknologi yang dikehendaki inti, misalnya pemberian pakan, obat, vitamin, dan vaksin. Alasannya, pemeliharaan yang baik akan menguntungkan kedua belah pihak.
Nilai Plus
Untuk dapat menjadi peternak mitra, menurut Handhioko, persyaratan utamanya adalah jujur, dapat dipercaya, dan mudah diajak bekerja sama. Peternak juga harus dapat menyediakan kandang dan peralatannya, menyediakan air dan penerangan, lokasi kandang mudah dijangkau transportasi, peruntukan lahan dan lingkungannya pasti secara hukum.
Peternak bisa dibilang hanya menyiapkan kandang dan tenaga. Setelah ayam yang dipelihara berumur 35 hari dan laku dijual, peternak baru mendapat hasilnya. “Sistem bagi hasilnya ada dua bentuk. Pertama, setelah panen, peternak mendapat upah (lebih sering disebut management fee) sekitar Rp1.000 per ekor. Kedua, peternak menerima upah dari selisih perhitungan antara jumlah modal yang diberikan dan hasil penjualan ayam,” terang Handhioko lagi.
Handhioko juga menambahkan, perusahaan menjamin harga minimum ayam siap jual. Artinya, bila harga ayam di pasaran jatuh, peternak tidak akan dirugikan karena produksi ayam dibeli perusahaan dengan harga dasar yang telah disepakati. Selain itu, pada saat panen dilakukan penimbangan bobot ayam, perhitungan jumlah ayam yang hidup, dan perhitungan pakan yang dihabiskan. Bila hasilnya melampaui target, peternak akan memperoleh bonus.
Setelah panen, inti akan mengambil semua pakan ayam yang tersisa untuk menghindari kerusakan pakan. Apabila peternak mengalami kerugian, kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh inti. “Bahkan bila kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian peternak, peternak plasma masih bisa memperoleh pendapatan dari bonus pemeliharaan ayam,” ungkap Handhioko. Inti sendiri, menurutnya, akan mendapatkan keuntungan dari penjualan ayam dan pembelian sarana produksi peternakan.
Adji Sudomo