Enam bulan dipelihara, lobster air tawar baru mencapai seratus gram. ”Kalau nunggu panen, keburu bangkrut,” tutur I Wayan Sudana, petani lobster asal Denpasar, Bali. Masa budidaya lobster air tawar (LAT) konsumsi yang panjang menyebabkan modal tidak cepat bergulir. Ini jadi batu sandungan bagi peternak bermodal cekak untuk berbudidaya LAT. Di lain pihak, “Sangat sulit meyakinkan bank agar mau mengucurkan kredit karena para bankir masih menganggap usaha budidaya perikanan berisiko tinggi,” tutur Wayan. Meskipun begitu, nilai keuntungan pembesaran LAT cukup menjanjikan. Iming-iming LAT dibutuhkan pengusaha sea food sehingga harganya selangit memang bukan isapan jempol. “Tapi, apalah artinya jika tidak ada solusi soal modal kerja,” papar Wayan. Namun, kini ia punya kiat agar terbebas dari ongkos produksi harian. Tumpangsari LAT, jamur tiram, dan gurami jawabannya. Rp200 Ribu—Rp 300 Ribu Sehari Bersama puluhan peserta plasma di Denpasar, Bali, Wayan menggunakan sistem tumpangsari pembesaran LAT sehingga ongkos produksi bisa dipangkas. Terdapat dua fase pemeliharaan LAT, yaitu pembenihan untuk menghasilkan LAT ukuran 2,5—3 inci (6,3—7,6 cm) dan fase pembesaran sampai ukuran konsumsi 6 inci atau 100 gram. Di fase kedua inilah tumpangsari LAT, jamur tiram, dan gurami bisa dimulai. Meskipun salah satu komoditas itu berbeda habitat, sarana yang dibutuhkan relatif tidak bertambah. Wayan hanya memanfaatkan ruang pemeliharaan LAT, paling-paling hanya memasang bilah papan di dinding yang berfungsi sebagai rak baglog. Budidaya jamur di kolam LAT, tidak ada bedanya metode lainnya karena rumah yang menaungi kolam berfungsi sebagai kumbung jamur. Air kolam memberi kelembapan cukup efektif sehingga tumpangsari LAT bisa dilakukan, meskipun di dataran rendah yang panas. Agar tidak menyita konsentrasi, tidak perlu repot mempersiapkan baglog. Beli saja yang sudah jadi, dengan harganya sekitar Rp.3.000 per buah. Perlu waktu 3—5 hari setelah pengisian air sebelum baglog dimasukkan ke dalam ruangan agar cukup lembap. Untuk ruangan berukuram 4 x 8 m2, dalam satu periode pembesaran LAT (6 bulan) bisa digilir sampai 12.000 buah baglog. Setelah 3—4 hari, jamur mulai bermunculan dan panen perdana bisa dimulai. Selanjutnya, panen jamur bisa dilakukan secara bergiliran. Biasanya jamur dipetik 10 hari sekali dalam waktu 30—45 hari. Kalau potensi ruang dimanfaatkan maksimal, jumlah jamur berkisar 10—15 kg per hari. Jika harga jamur Rp20.000 per kilo, berarti ada pemasukan Rp200 ribu — Rp300 ribu per hari. Polikultur Gurami Di fase kedua, Wayan juga menambahkan gurami sebagai pendamping LAT. Padat penebaran gurami sekitar 1.000 ekor untuk empat kolam berukuran 2 x 3 m2. Penebaran benih gurami ukuran 5—8 cm didahulukan sebelum LAT. Alasannya supaya kualitas air dapat terdeteksi. Jika gurami dapat hidup baik, maka air siap untuk ditebar LAT. Gurami dipilih sebagai biota polikultur karena ikan merupakan pemakan tumbuhan, sedangkan LAT cenderung karnivora, sehingga tidak ada persaingan pakan. Kalaupun gurami juga memakan pellet, gerakan ikan ini sangat lambat. Jatah pakan LAT tidak akan terganggu. Untuk tambahan, gurami diberi hijauan, misalnya kangkung. Gurami dijual terlebih dahulu setelah tiga bulan pemeliharaan. Ukurannya saat itu mencapai 15 cm atau sekitar 70 gram yang harga jualnya berkisar Rp1.500—Rp2.000 per ekor. Bila tingkat kematian 10%, jumlah gurami yang bisa dipanen sekitar 900 ekor dengan harga jual Rp1,35 juta – Rp 1,8 juta per periode. Hitungan akhir budidaya tumpangsari menjadi sangat gemuk lantaran hasil bersih jamur bisa mencapai Rp60 juta. Angka itu berasal dari hasil penjualan jamur sebesar Rp96 juta dikurangi modal baglog Rp36 juta. Dengan padat penebaran 150 ekor LAT per m2, maka total benih yang ditebar 3.600 ekor. Kalau tingkat kematian 10% dan ukuran per ekor 100 gram, Wayan bisa memanen 288 kg LAT. Harga jual LAT konsumsi saat ini sekitar Rp120 ribu per kilo sehingga total penjualan LAT mencapai Rp34,5 juta per siklus. Dikurangi biaya pakan sebesar Rp5,7 juta dan benih LAT Rp12,6 juta, maka pendapatan pegawai Dinas Perikanan Provinsi Bali dari LAT Rp16,2 juta per siklus. Ditambah dengan keuntungan dari gurami dan jamur, total jenderal usaha tumpangsari LAT menjadi sangat fantastis. Achmad Rahardjo, Kontributor