Terbersit di benak kita betapa sulit dan repotnya berkebun jamur. Tapi, coba tengok peluang pasarnya, lumayan besar lho!
Jamur merang biasanya dibudidayakan di dataran rendah. Ambil contoh Dyah Retno Rahayu yang mengupayakan jamur merang di Desa Rawakaso, Cileungsi, Bogor. Wanita berjilbab ini memulai usahanya sejak dua tahun lalu dengan mengelola kebun jamur merang yang diberi nama Tannu Adiguna. “Saya belajar jamur merang dari buku. Kebetulan adik seorang ahli jamur. Jadi, dia memberitahu teorinya, saya yang mempraktikkan,” ujar Dyah yang kini memiliki enam kumbung.
Bahan Baku Murah
Pembuatan media tanam yang dibuat dari jerami merupakan awal kegiatan budidaya jamur merang. Pertama, jerami padi dibuat menjadi kompos dengan cara dicampur dedak serta kapur dan difermentasikan selama enam hari. Untuk tiap kumbung yang berukuran 4 X 7 m2, dibutuhkan 700 kg jerami, 100 kg dedak, dan 100 kg kapur pertanian. Bahan baku media tanam (jerami) dibeli dari petani di lingkungan kumbungnya seharga Rp700 per ikat dan dedak Rp1.000 per kg. Sedangkan kapas dan kapur diperoleh dengan harga Rp4.000—Rp6.000 per kilo.
Agar media tanam tetap optimal, Dyah memanfaatkan kapas yang juga dikomposkan. Untuk mengomposkan kapas, ia menggunakan perbandingan kapur dan dedak yang sama dengan komposan jerami. Namun proses pengomposannya lebih lama, yaitu sekitar delapan hari. Semua hasil pengomposan selanjutnya disusun dalam rak yang berukuran 1 x 6 m2 dengan ketebalan 20 cm. Kompos jerami ditaruh pada posisi terbawah kemudian diikuti kompos kapas.
Media tanam yang telah jadi itu selanjutnya melewati proses penguapan (steam) untuk menghambat tumbuhnya jamur parasit. Steam adalah proses pemberian uap panas ke dalam kumbung pada suhu 70oC selama kurang lebih empat jam. “Setelah di-steam, besoknya media siap ditaburi bibit jamur merang,” terang wanita kelahiran Salatiga ini. Tiap kumbung membutuhkan 90 botol bibit jamur merang yang dibeli seharga Rp2.500/botol.
Rp2,5 juta per Panen
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya jamur merang adalah menjaga kestabilan suhu kumbung pada kisaran 30o—33oC. Jika terlalu panas, penyemprotan air dengan sistem pengabutan sebaiknya segera dilakukan. Sebaliknya, bila suhu turun, lampu di dalam kumbung harus segera dinyalakan.
Jamur merang mulai dapat dipanen pada hari ke delapan setelah penanaman bibit. Produk masuk kelas jika bentuknya masih bulat. Namun kalau sudah mekar, jamur dikategorikan BS (below standard) yang harga jualnya jauh lebih rendah dibandingkan yang dipanen dalam kondisi bulat.
Untuk bisa panen tiap hari, Dyah menebar bibit secara bergiliran selisih enam hari pada keenam kumbungnya. Dari setiap kumbung, dihasilkan 250 kg jamur segar yang dipanen selama 15 hari. Istri Oton Saskiarto ini melempar hasil panennya melalui pengumpul ke Pasar Bantargebang, Bekasi dengan harga Rp10.000 per kilo. Jadi, dari satu kumbung, ia memperoleh Rp2,5 juta. Ia hanya memperhitungkan jamur yang masuk kelas saja. Sedangkan jamur BS yang menurutnya berjumlah 20% dari total hasil panen masih laku seharga Rp8.000 per kilo.
”Saya nggak tahu persis berapa kebutuhan pasar jamur merang. Tapi menurut saya, pasar masih butuh banyak,” tutur Dyah ketika ditanya tentang besarnya pasar jamur merang. Namun, yang jelas, dia mengaku berapa pun hasil panennya habis terserap.
Berdasarkan pengalaman, petani jamur yang bergelar dokter hewan ini mengingatkan kepada siapa pun yang ingin mencoba membudidayakan jamur merang agar tidak membuat kebun jamur di dekat pemukiman. Pasalnya, bau kompos sangat menyengat. Anda berminat mengikuti jejaknya?
Selamet Riyanto