Salak pondoh identik dengan kota Yogyakarta. Berganti tempat tumbuh di lereng Gunung Lawu, ternyata pondoh berubah.
Salak lawu, begitu salak pondoh ini kemudian disebut, mengambil nama lokasi tumbuh barunya. Di sana, Suratno, pekebun yang membawa pondoh Sleman 13 tahun lalu menyulap kebunnya menjadi obyek wisata. Lokasi wisata ini terletak di Desa Gondang, Kelurahan Nglebak, Tawangmangu, Karanganyar, Jateng. Tepatnya di pinggir jalan menuju Tawangmangu sehingga mudah ditemukan. Dari Solo, Anda bisa naik bis jurusan Solo-Tawangmangu dan berhenti tepat di depan pintu masuk kebun salak lawu yang letaknya kurang lebih 1 km sebelum pasar Tawangmangu.
Salak Lawu Organik
Sang pemilik kebun, Suratno, mengaku menggeluti budidaya salak lawu dari hasil coba-coba. Mula-mula ia menanam 1.000 rumpun salak di lahan seluas 2.000 m2 di Tawangmangu. Di luar dugaan, tanaman salak miliknya menjadi incaran tempat wisata favorit para pengunjung Tawangmangu. Kemudian, “Saya merencanakan menambah 1,5 hektar lahan untuk penanaman salak lawu ini,” ungkapnya kepada AGRINA.
Salak pondoh tersebut ternyata mengalami perubahan sifat akibat perbedaan iklim dan kondisi tanah setempat. Daging buahnya menjadi lebih kenyal dan renyah, serta adanya rasa manis keasaman sehingga buah terasa lebih segar. Ini berbeda dari pondoh di Sleman yang umumnya manis nyaris tanpa rasa asam dan renyah. Perbedaan tersebut yang kemudian memberikan ciri tersendiri pada salak lawu. Menurut Suratno, nama salak lawu bukan sekadar branding tetapi untuk membedakan dengan salak jenis lain, terutama pondoh.
Di kebun milik Suratno itu terdapat dua jenis salak lawu, yakni salak lawu lokal dan salak lawu super. Ciri khas salak lawu pondoh lokal terletak pada buahnya yang bulat, hitam, dengan ukuran yang lebih kecil. Sedangkan, salak lawu pondoh super, berbentuk lonjong, berwarna cokelat kekuningan, dan berukuran lebih besar. “Saat ini, harga salak lawu pondoh super berkisar Rp7.000—Rp8.000/kg dan salak lawu lokal Rp3.000—Rp4.000/kg,” ungkap pekebun yang juga guru di SDN 2 Tawangmangu.
Suratno selalu menjaga agar tanaman salaknya dapat berbuah rutin dengan cara penyerbukan berselang atau penyerbukan dalam waktu yang tidak bersamaan. Untuk pemupukan ia lebih memilih pupuk kandang sebagai pupuk utamanya sehingga ia mengklaim produknya salak organik.
Primadona Baru
Langkah Suratno ini kemudian diikuti para petani di Kabupaten Karanganyar, yaitu di Kecamatan Tawangmangu, Jenawi, Ngargoyoso, Karangpandan, Jatiyoso, Matesih dan Mojogedang. Menurut Sugiharto, Kasi Produksi Hortikultura, Subdin Tanaman Pangan dan Hortikultura, di Kabupaten Karanganyar, salak lawu berpotensi besar dalam mendukung program Agrowisata Kabupaten Karanganyar.
Di kabupaten tersebut saat ini sedikitnya terdapat 36.000 batang tanaman salak lawu yang tersebar di tujuh kecamatan. Karena itu Sugiharto memperkirakan salak lawu mampu menjadi primadona baru di daerah ini. Selanjutnya, ia mengharapkan kerjasama petani dan Dinas Pertanian dapat berjalan dengan baik, “Nanti hasilnya juga untuk kesejahteraan para petani sendiri,” katanya lebih lanjut.
Jadi, bila Anda berwisata ke Tawangmangu, jangan lupa mencicipi salak lawu di sela-sela rumpun tanamannya yang hijau. Didukung dengan udara yang sejuk dan segar, bisa jadi pengalaman itu akan membawa Anda kembali ke Tawangmangu.
Ike Dian Puspita