Rabu, 13 Juni 2007

Ternyata Tiktok Tidak Mentok

Pemenuhan permintaan daging itik dapat dipenuhi dari usaha tani ternak tiktok.

Tahun lalu, produksi daging itik nasional mencapai 22.295 ton. Namun, pelaku usaha resto nasi bebek mengaku sering kesulitan memperoleh pasokan daging itik. Hal ini mengindikasikan ada peluang budidaya itik pedaging.

Salah satu jenis itik pedaging adalah tiktok, yang merupakan hasil kawin silang itik dengan entok. Sebetulnya, inseminasi buatan bukan hal aneh dan mudah dikerjakan. Istilah tiktok hanyalah sebutan Santoso Djaluwahono dan kelompoknya untuk hasil inseminasi buatan yang dilakukannya. Di daerah lain, tiktok disebut Mandalungan, Tongki, Blengong, Bedegok, atau Srati.

 

Inseminasi Buatan

Di kawasan Depok, Jabar, tempat ia tinggal, Santoso mengawinkan entok jantan dengan itik betina. Sperma entok jantan sebanyak 2 cc disuntikkan kepada 20—30 itik betina. Penyuntikan dilakukan 4 hari sekali. “Kalau betina sudah mulai masa bertelur, disuntik sekarang, maka dua hari kemudian embrionya sudah ada,” ungkap Santoso.

Dengan intensitas penyuntikan seperti itu, menurut Santoso, tingkat keberhasilannya mencapai 80%. Tapi jika intensitas di atas 4 hari, hasilnya hanya 40%—50%.

Walaupun pada usia 5 bulan itik sudah belajar bertelur, tapi untuk calon induk dipilih yang berumur 7—9 bulan supaya hasil silangannya tahan penyakit dan tidak mudah mati. Selain itu sebaiknya dipilih induk yang konversi pakannya rendah, badan besar, dan posisi badannya agak condong (35o—45°). Tiktok berbadan condong biasanya berdada lebar dan berdaging banyak.

Telur yang dihasilkan dapat ditetaskan secara alami ataupun dengan mesin tetas. Telur yang baik berbentuk agak oval dengan panjang 6—7 cm dan diameternya 4,5 cm. “Ciri lainnya, telur itu mempunyai ruang udara 8%—10% dari volume telur,” tandas pria paruh baya ini. Dalam mesin, telur ditetaskan selama 28—32 hari dengan suhu 37o—39°C. Selama ditetaskan, telur dibolak-balik 4—5 kali sehari. Dengan inseminasi itu, daya tetasnya mencapai 60%.

 

Resto Tiktok

Sampai sekarang, Santoso sudah 7 tahun mengusahakan tiktok. Setiap minggu ia mampu menjual 100—200 ekor anak itik (DOD). Anak itu ia jual Rp6.000/ekor. “Ada sekitar 20 petani yang kontinu datang ke saya untuk membeli DOD tiktok,” akunya. Untuk memenuhi permintaan itu, ia memelihara 200 ekor induk betina dan 10 ekor iduk jantan.

Selain itu, Santoso memiliki dua resto yang khusus menyajikan menu daging tiktok. Setiap hari ia mampu menjual 60 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan daging tiktok, Ketua Koperasi Peternak Itik Pedaging Indonesia (Kopipindo) cabang Depok ini punya trik sendiri. Hasil pembesaran tiktok oleh petani yang membeli DOD dari dia, setelah umur dua bulan, ia beli kembali seharga Rp12.500/ekor. Pada umur itu, rata-rata bobot tiktok sudah mencapai 1,8—2 kg/ekor.

Walaupun belum ada perhatian dari pemerintah, Santoso optimis tiktok bisa dikembangkan sebagai itik pedaging potensial. “Di luar tiktok, para petani itik lebih banyak mengusahakan itik petelur. Sementara kebutuhan daging itik terus meningkat. Salah satu indikatornya, resto khusus menu bebek terus bermunculan,” ucapnya mantap. Selain itu, lanjut dia, persaingan usaha di usahaha tani itik pedaging belum banyak. Siapa tertarik?

 

Selamet Riyanto

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain