Pandanwangi mah lama, petani ‘kan ditunggu sama makan. Makanya, sekarang lebih banyak yang tanam padi kecil supaya bisa cepat panen.
Itu ucapan Leni, seorang pedagang dan pemilik penggilingan padi besar di wilayah Sedamaya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Menurutnya, mulai dari pesemaian hingga panen, pandanwangi membutuhkan waktu sekitar 5,5—6 bulan. Berbeda dengan varietas IR64 misalnya, yang hanya butuh waktu 3—3,5 bulan.
Meskipun demikian, padi sawah lokal asal Cianjur itu mempunyai keunggulan, yaitu wangi, pulen, dan harga jual lebih tinggi. Saat ini di daerah tersebut, gabah pandanwangi dihargai Rp2.900/kg dan berasnya Rp9.000/kg, sedangkan gabah IR64 hanya Rp2.000/kg dan berasnya Rp4.500/kg.
Ada yang Oplosan
Leni mengelola bisnis orangtuanya, Hj.Hindarsih, dengan sistem bagi hasil (maro), yang pembagiannya 40% untuk penggarap dan 60% untuk pemilik. Dengan rata-rata hasil 7 ton/ha, petani penggarap mendapat 2,5 ton gabah atau 1,2 ton beras pandanwangi dalam waktu 6 bulan. Dikurangi biaya produksi Rp3,5 juta dan biaya giling gabah Rp150/kg, pendapatan petani penggarap Rp6,925 juta/6 bulan atau hanya Rp1,15 juta/bulan.
Selain sulit mendapatkan petani penggarap yang mau menanam pandanwangi, Leni juga dihadapkan pada masalah pemasaran. Harga jual pandanwangi yang relatif tinggi mengakibatkan pasar beras jenis ini terbatas. “Permintaan pandanwangi murni sekarang mulai jarang, paling buat dimakan sendiri. Kalau dijual di pasar harganya terlalu mahal,” ujar produsen beras cap Burung Nuri ini.
Untuk menekan harga, pandanwangi umumnya dioplos dengan beras jenis lain yang bentuknya mirip, yaitu bulat dan aromatik, misalnya beras jenis Sintanur. Sebuah survei menyebutkan, kandungan beras pandanwangi oplosan yang beredar di pasaran umumnya hanya berkisar 10—20%.
Itulah sebabnya harga beras pandanwangi sangat bergantung pada permintaan konsumen. “Harga beras pandanwangi berkisar Rp7.000—Rp9.000/kg,” kata Leni. Makin murah, semakin banyak pula kandungan beras pencampurnya. Dalam sebulan, bungsu dari lima bersaudara ini memproduksi sekitar 120 ton beras pandanwangi yang didapatkan dari petani di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur.
Ada Jaminan Pasar
Kustana, seorang warga Kecamatan Warungkondang yang setia bertanam padi unggul lokal kebanggaan masyarakat Cianjur. Ia mengakui, bertanam padi jenis ini cukup ribet dan banyak tantangannya. Tinggi tanaman yang mencapai 168 m, misalnya, menyebabkan tanaman mudah rebah dan gabahnya sulit dirontokkan. Karena itu padi ini tidak bisa langsung dirontokkan saat panen. Malai harus dikeringkan dulu selama dua hari, baru kemudian gabahnya dirontokkan dengan mesin perontok. ”Makanya ongkos giling pandanwangi lebih mahal dibanding padi biasa. Selisihnya sekitar Rp50/kg,” ujar Engkus, sapaan akrabnya.
Untunglah, pasar bukan lagi masalah bagi pria pemilik penggilingan padi Mulya Kencana yang terletak di Desa Sukamulya, di Warungkondang. Sejak beberapa bulan lalu, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Citra Suwargi yang dikelola petani pandanwangi di Warungkondang mendapat jaminan pasar dari PT Quasindo.
“Bulan lalu, kami baru kirim perdana pandanwangi sebanyak 10 ton yang dilepas oleh Bupati Cianjur,” tutur Engkus. Kontrak kerja yang berlangsung selama 6 bulan ke depan menyebutkan, PT Quasindo akan membeli pandanwangi petani sebanyak 10 ton/bulan dengan harga Rp9.000/kg. Syaratnya, pandanwangi yang dikirim harus benar-benar murni. “Mudah-mudahan nantinya permintaan meningkat dan kontraknya diperpanjang,” harapnya mengakhiri perbincangan.
Enny Purbani T.