Terkendala harga pakan yang terus melonjak, Budi Suyoto berhasil meramu pakan murah sehingga dapat menekan biaya produksi budidaya guraminya.
Tingginya harga pakan pabrikan di Yogyakarta yang melampaui Rp5.000/kg terasa memberatkan petani gurami di wilayah tersebut. Untuk mendapatkan satu kilogram gurami yang dipelihara selama 4—5 bulan, diperlukan sekitar 1,5 kg pakan komersial plus tambahan pakan hijauan, seperti kangkung dan daun sente (talas).
Jika harga benih Rp5.000/ekor, maka titik impas produksi gurami adalah Rp12.500/kg. Di sisi lain, harga benih gurami untuk pembesaran (ukuran 3—4 ekor/kg) di Bantul mencapai Rp15.500/kg. Padahal harga gurami konsumsi hanya Rp15.500/kg. Praktis keuntungan kotor petani hanya Rp3.000/kg. “Itu kurang menguntungkan,” tegas H. Budi Suyoto, pengurus Kelompok Tani Gurami Mino Raharjo, Jampidan, Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta.
Kulit dan Menir Kedelai
Budi berupaya mencari terobosan agar terbebas dari ketergantungannya kepada pakan komersial. Menurutnya, ada kemiripan sifat makan gurami dan sapi, yaitu sesama pemakan tumbuhan. Dari sinilah timbul ide untuk membuat pellet dari kulit kedelai sekaligus menirnya (pecahan biji kedelai berukuran kecil).
Menir berasal dari sisa mekanisasi pengambilan biji utuh kedelai untuk konsumsi manusia. “Sapi yang diberi kleci (kulit kedelai) kok ternyata cepat besar,” jelasnya. Karena itu sejak awal 2007 Budi lantas mencari formulasi pakan yang tepat berbasis kulit dan menir kedelai.
Bahan lain yang digunakan Budi untuk membuat pakan gurami cukup murah, meliputi bekatul (dedak halus), tepung ikan, tepung gaplek untuk hewan, dan urea. Semua bahan kemudian dibuat menjadi dua adonan. Adonan pertama terdiri dari 5,5 kg kulit kedelai, 700 gram menir kedelai, dan satu sendok makan penuh urea yang dilarutkan dalam air.
Adonan kedua terdiri dari 4,5 kg bekatul, 1 kg tepung ikan, dan 2 kg tepung gaplek. Setelah diaduk merata, adonan kedua pertama dicampur hingga merata, lalu dikukus sampai matang. Selanjutnya, masukkan adonan ke dalam mesin pembentuk pellet sederhana, layaknya pembuatan mi.
Pakan tersebut bisa langsung diberikan dalam keadaan basah atau disimpan dalam kondisi kering setelah dijemur di bawah sinar matahari selama satu hari. Pellet ini tahan disimpan hingga beberapa minggu. “Tapi, karena keterbatasan tenaga, maka saya membuat pakan sehari untuk makan sehari,” papar Budi.
Pakan yang diberikan dalam keadaan basah, beratnya dua kali pakan kering. “Untuk kolam dengan 8.000 ekor atau panen sekitar 4 ton, setiap hari kita beri 60 kg pellet kering. Atau kalau pellet basah, berarti 120 kg,” lanjut Budi. Pakan diberikan dua kali yang ditempatkan dalam kotak berukuran 2 m x 1 m.
Bagian tepi tersebut diberi pembatas setinggi 10 cm supaya pakan tidak tumpah dan tercampur lumpur. Kotak ini kemudian dibenamkan sedalam 60 cm di bawah permukaan air kolam. Agar tidak terjadi perebutan makanan, jumlah kotak harus disesuaikan dengan populasi gurami yang ditebar.
Lebih Murah
Dengan menebar 8.000 ekor bibit ukuran 3—5 ekor/kg, Budi memanen 4 ton gurami berukuran rata-rata 600 gram/ekor yang dipelihara selama tiga bulan. Berdasarkan data ini, Budi menyimpulkan, pakan murah buatannya bisa menggantikan pakan komersial dengan hasil yang sama. Bahkan biayanya lebih hemat karena tanpa pakan hijauan.
Keunggulan lainnya, pellet kulit kedelai tidak mencemari air sehingga gurami terhindar dari penyakit. “Dari heneguya (Aeromonas sp.) sampai jamur tidak kena. Padahal biasanya musim begini (Mei) lagi marak. Air juga tidak pernah diganti,” terang Budi.
Harga per kilogram pakan pellet ini juga tergolong murah, Rp2.200/kg. “Dengan demikian titik impas biaya produksi bisa ditekan sampai Rp3.000/kg sehingga keuntungan petani pun meningkat,” hitung petani yang mengusahakan gurami sebagai pekerjaan utama sejak 1998 ini. Sebagai gambaran, harga bahan baku pakan di Bantul pada Mei 2007, sebagai berikut: tepung gaplek Rp900/kg, bekatul Rp700/kg, kulit kedelai Rp1.550/kg, menir kedelai Rp1.550/kg, dan tepung ikan Rp3.500/kg.
Imam (Yogyakarta)