Selasa, 15 Mei 2007

Mete Buton Tembus Pasar Inggris

Demi memutus rantai pasar yang panjang dan terlepas dari jeratan tengkulak, sekumpulan petani jambu mete bekerjasama dengan sebuah LSM berhasil membuka pasar eskpor.

Pagi itu mentari baru saja memancarkan sinarnya di Desa Barangka, Kecamatan Kampontori, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Di desa yang berjarak sekitar 45 km dari kota Bau-Bau terlihat sejumlah ibu-ibu paruh baya asyik mengupas kulit biji mete yang telah dijemur.

Mengupas biji mete merupakan pekerjaan yang banyak digeluti perempuan di desa tersebut. Mete asal Barangka dipasarkan ke Bau-Bau dan kota terdekat lainnya dengan harga tertinggi Rp35.000/kg, sedangkan mete golondongan dihargai Rp7.000/kg. 

 

Lewat OWT

Barangka, desa yang warganya mempunyai budaya mengolah mete dari hulu hingga hilir. Sayangnya harga mete hasil olahan asal desa tersebut bisa dibilang fluktuatif. Jika sedang musim, para tengkulak mematok harga mete kupas cuma Rp25.000/kg dan mete gelondongan Rp5.000/kg.

Untuk itu, para petani membentuk Asosiasi Petani Jambu Mete Buton (APBJ)  yang kini beranggotakan 300 orang. Belakangan, APBJ mendapatkan perhatian dari Operation Wallacea Trust (OWT), sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional yang bergerak di bidang pelestarian Hutan Lambusango, Sulawesi Tenggara.

Salah satu kesepakatan yang telah dijalin adalah OWT membeli mete produksi petani dengan harga U$7/kg. Ekspor perdana mete Barangka ke Inggris direncanakan berlangsung pada bulan ini. ”Mete didistribusikan ke asosiasi pelajar Inggris yang pernah berkunjung dan melakukan penelitian di Hutan Lambusango,” terang Edi Purwanto, Manajer Program Konservasi Hutan Lambusango.

OWT juga memberi bantuan sebuah mesin pengering bertenaga surya (sun oven). Dengan alat tersebut, penjemuran biji mete bisa dipercepat dari 7—24 jam menjadi sekitar 4 jam. Langkah selanjutnya yang tengah dirintis OWT  adalah mendorong petani dalam proses sertifikasi  mete. Dengan sertifikasi tersebut, diharapkan  produk mete lebih mudah menembus pasar ekspor, termasuk Inggris. ”Ini merupakan green conservation product dan akan diabadikan untuk konservasi hutan Lambusango,” tambah Edi Purwanto.

Hal senada disampaikan Henry Ali Singer, field naturalist OWT yang menyatakan,   serfikasi produk ramah lingkungan dapat memangkas rantai pasar dari petani ke konsumen internasional. ”Sertifikat itu juga akan memperkuat daya tawar petani,” tandasnya.

Marwan Azis (Kontributor Sulawesi Tenggara)

 

BOKS

Bulog Sultra

Bangun Lab.Trading

 

Divisi Regional Bulog Sulawesi Tenggara (Sultra) tengah membangun Laboratorium Trading yang akan menjadi pusat pelatihan peningkatan kualitas  mete. ”Laboratorium ini akan digunakan sebagai tempat menganalisis dan menentukan kualitas mete, mempelajari pengaruh iklim terhadap perkembangan tanaman mete, serta menentukan mekanisme pembelian,” kata Benhur Inkamai, Kepala Bidang Komersial Divisi Regional Bulog Sultra.

Volume ekspor mete gelondongan Sultra tahun silam 2006 mencapai 10.000 ton.”Sultra memiliki potensi lahan yang luas untuk pengembangan mete dan sudah mampu ekspor ke India. Namun, kualitas mete seringkali anjlok sehingga menurunkan harga, baik lokal  maupun internasional. Melalui laboratorium ini, kami berharap mampu meningkatkan kualitas mete,” tandasnya.

Penelitian mete akan digelar mendekati musim panen yang berlangsung Oktober—Februari. ”Kami terus berupaya agar bisa mengekspor mete lebih banyak lagi dengan kualitas yang lebih baik,” ujarnya. 

 

Marwan Azis

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain