Nila Sudi, diambil dari nama pemulianya, Sudi Suwarto, merupakan hasil kerja keras selama 10 tahun. Sudi Suwarto yang seorang penyuluh perikanan mandiri di Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini menyilang-nyilangkan nila asal Amerika Serikat dan Medan secara otodidak sejak 1987. Ia mengaku tidak tahu teori pemuliaan (breeding), yang jelas, “Saya kawinkan anakan-anakan yang unggul dengan bapaknya agar sifatnya tidak jauh berbeda. Kalau anakan dikawinkan dengan anakan, nanti kualitasnya terus menurun,” tuturnya kepada AGRINA. Keunggulannya Pria berusia 58 tahun tersebut akhirnya menemukan strain dengan tingkat pertumbuhan lebih cepat, ketebalan daging yang baik, ketahanan benih dalam pengiriman cukup tinggi, dan nafsu makan juga tinggi. Bentuk tubuh strain ini terlihat kompak, lebih lebar dan tebal. Bila benih berukuran 12—15 gram/ekor sebanyak 5 ekor/m2 dipelihara selama 2,5 bulan, ia dapat mencapai bobot 250—285 gram/ekor. Rasio konversi pakannya (FCR) sebesar 1,0—1,1. Sementara untuk panen ukuran 4—5 ekor/kg dengan pemeliharaan selama 2,5 bulan, FCR-nya 1,0. Dengan segenap keunggulannya tersebut, banyak petani nila dari waduk-waduk Jateng dan Jabar yang membeli benih nila Sudi. “Kalau dituruti bisa 10 ton/bulan. Dari Kedung Ombo saja 4 ton/bulan,” ungkap Sudi. Sayang, luas lahannya hanya satu hektar sehingga ia cuma mampu menghasilkan 700.000—1 juta larva per bulan. Harga benih nila ini sekarang sekitar Rp11.500/kg yang berisi 80 ekor umur 40 hari. Bobotnya 12—15 gram/ekor. Dari setiap pembelian satu kuintal benih, Sudi memberikan tambahan 2 kg sebagai garansi jika terjadi kematian. “Dan selama ini tidak ada komplain terhadap kematian,” tandasnya bangga. Salah satu hal tidak biasa di kalangan petani ikan yang dilakukan Sudi adalah pemanfaatan pupuk kotoran puyuh untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami nila. Dosisnya sebanyak 0,4 kg/m2. Dipilihnya kotoran puyuh, menurut Sudi, karena kotoran ini mengandung protein cukup tinggi. Jika kurang dari dosis tersebut, pertumbuhan ikan melambat dan banyak membutuhkan pakan pabrik. Namun jika berlebih, nafsu makan ikan menurun akibat berebut oksigen dengan plankton yang tumbuh terlalu subur. Hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan lambat hingga kematian. Pupuk kotoran puyuh, menurut Sudi, dijadikan pupuk dasar dan digunakan ketika tanah masih dalam keadaan kering lembap. Pupuk tersebut dimasukkan ke kolam dalam keadaan terbungkus karung, bukan ditebar secara langsung. Penebaran secara langsung bisa menyebabkan pencemaran kualitas air dan kadar amonia tinggi. Baru setelah satu minggu, kotoran puyuh dilepas dari karung agar dapat menumbuhkan plankton dengan sempurna. Langkah Sudi dalam menumbuhkan plankton itu telah diuji Ir. Rustadi, M.Sc. dari Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian UGM. Pengaruhnya, “Untuk mencapai size 7—8 yang dijual di warung-warung kaki lima, FCR-nya bisa 0,9. Padahal rata-rata FCR nila di Yogya 1,5—1,6. Jadi, untuk FCR 1,0-1,1 mencapai size 4 dan 5 ini cukup menambah keuntungan. Dan dagingnya itu menjadi enak banget, lebih manis,” paparnya. Imam BOKS Analisis Usaha Sederhana Pendederan Nila Sudi (40 hari) Pengeluaran: - Sewa lahan 1.000 m2 Rp 250.000 - Pengolahan dan pemberian kapur Rp 120.000 - Pupuk kotoran burung puyuh 400 kg Rp 70.000 - Larva 50.000 ekor Rp 375.000 - Pembelian pakan 350 kg Rp1.700.000 Jumlah Rp2.515.000 Pemasukan - Penjualan benih 375 kg x Rp11.500 Rp4.312.500 Keuntungan pendederan satu periode = Rp1.797.500 Sumber: Sudi Suwarto, akhir Maret 2007 Pupuk Kotoran Puyuh