Keripik buah kini makin populer sebagai camilan lezat dan renyah. Bisnisnya juga menarik karena nilai jual produknya cukup tinggi.
Selain dijual dalam bentuk segar, buah jenis tertentu juga berpeluang dipasarkan dalam bentuk olahan, misalnya sebagai keripik buah. Saat ini di pasaran tersedia keripik buah yang dijual dengan harga sekitar Rp15.000/200 gram atau Rp75.000/kg. Berbeda dari chips alias keripik berbahan dasar pati, keripik ini berasal dari buah yang digoreng dengan teknologi penggorengan vakum (vaccum frier). Hasilnya, keripik masih terlihat dalam bentuk buah aslinya. Selain itu, keripik buah juga menampakkan penampilan menarik, dan yang terpenting, rasa buahnya dijamin asli.
Ekspor ke Singapura
Ragam buah yang kini populer dibuat keripik, antara lain nangka, apel, nenas, pepaya, dan mangga. Industri keripik buah skala besar banyak tumbuh di Jawa Timur, misalnya di Malang (keripik buah merek Kayavit dan Camindo), Probolinggo (Nicky), dan Pasuruan (Agrofood). Meskipun demikian, ada juga industri keripik buah yang berkembang di luar Jawa Timur, sebut saja Lampung yang terkenal dengan keripik pisang dan nenasnya.
Ketersediaan bahan baku di suatu daerah merupakan salah satu faktor penting dalam industri keripik buah. Untuk industri keripik buah besar, dibutuhkan sekitar lima ton bahan baku (buah segar) dalam sekali proses penggorengan agar efisien dalam pemakaian mesinnya.
Keripik buah tersebut kemudian dipasarkan hingga ke luar Pulau Jawa, bahkan ekspor. Produsen keripik buah Kayavit, misalnya, kini memiliki beberapa distributor di Bali, Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. “Kami juga sudah ekspor, meskipun dalam bentuk curah tanpa label ke Singapura,” ungkap Nur, produsen keripik buah Kayavit.
Produk keripik buah Kayavit memang membidik pasar konsumen menengah atas. Hal itu terlihat dari kemasannya yang menarik dan mirip kemasan produk camilan ternama. Untuk itu dibutuhkan alat pengemas flexibel packing dan alat cetak full color yang nilai investasinya mencapai puluhan juta rupiah. Meskipun butuh investasi cukup besar, bisnis keripik buah juga diminati oleh pengusaha skala rumah tangga.
Bisa Dikelola UMKM
“Saat ini ada sekitar 30 produsen keripik buah skala rumah tangga di Malang,” ungkap Moelyo Kariadi, pengelola Caprina, pusat pengolahan hasil pertanian di Malang yang memproduksi keripik buah, sari buah, dan aneka buah olahan lain. Untuk menyiasati tingginya biaya pengemasan flexible packing, produsen keripik dari kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menggunakan aluminium foil. Kemasan yang kedap udara ini dapat menghindari menurunnya kualitas keripik.
Untuk investasi mesin vakum, mereka memilih sesuai volume produksi. Saat ini tersedia mesin kapasitas 2 kg dengan harga sekitar Rp10 juta, sedangkan yang berkapasitas 6—
8 kg per unit harganya mencapai Rp20 juta. “Dengan satu dua mesin saja, mereka mampu berproduksi keripik buah dengan kualitas lumayan,” ujar Moelyo.
Pasar keripik buah ala UMKM umumnya membidik kawasan wisata dan toko jajanan yang ada di sekitar kota. Melalui cara ini, mereka mampu berkembang dengan baik. Bahkan, keripik buah produksi pengusaha besar kalah bersaing industri besar karena jenis produk yang beragam dan harganya jauh lebih murah.
Caprina yang saat ini sudah memiliki gerai produk sendiri berencana akan mengembangkan jaringan pasar keripik buah dan produk UMKM lainnya ke kota-kota besar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Siapa tahu, dengan pola pemasaran berjaringan produk UKM bisa bersanding dengan produk industri besar, bahkan sampai ekspor.
Tri Pranowo (Malang)