Inspirasi tak harus datang dari tempat yang jauh. Begitu yang dialami Arifin, pengusaha rumah potong unggas (RPU) di Kampung Curug, Kelurahan Pakansari, Cibinong, Kab. Bogor. Melihat perkembangan penjualan daging ayam oleh Yunanik, istrinya di Pasar Citeureup, Cibinong, ia yang ketika itu masih berprofesi sopir angkutan umum, terinspirasi untuk membantu mengembangkan usaha istrinya itu.
Menurut Arifin, usaha dagang daging ayam kios istrinya yang dimulai sejak 1998 menunjukkan perkembangan cukup menggembirakan. Awalnya hanya mampu menjual 10—20 ekor/hari, seiring waktu terus berkembang hingga mencapai 40—50 ekor/hari. Dari sinilah muncul ide untuk membuka RPU sendiri untuk mendukung usaha sang istri.
Arifin kemudian memutuskan belajar terlebih dahulu tentang RPU di salah satu pemotongan ayam di Cibinong. Setelah itu, barulah langkahnya mendirikan usaha RPU mantap pada akhir. Sebagai modal, bapak tiga putra-putri ini mengumpulkan modal dari keluarga besarnya. “Dapat terkumpul sekitar Rp33 juta,” ia berkisah.
Ternyata usaha tersebut dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan. Keluarga Arifin memperoleh laba kotor Rp400.000—Rp500.000/hari. Jika dipotong biaya operasional dan gaji karyawan, mereka meraup keuntungan bersih Rp7 juta—Rp8 juta per bulan.
Untung Rp700/ekor
Kapasitas pemotongan RPU Usaha Mandiri, begitu badan usaha milik Arifin tersebut, sekarang sudah mencapai 500—600 ekor/hari, atau 800—900 kg/hari. Daging ayam hasil pemotongannya didistribusikan ke pedagang di Pasar Cibinong dan Pasar Citeureup, Bogor, yang jumlahnya sudah mencapai sekitar 20 pedagang. Termasuk kios istrinya yang masih dipertahankan hingga sekarang. “Setiap harinya, di kios istri dapat terjual 70—75 ekor,” papar Arifin.
Dengan harga jual daging ayam sekitar Rp12.000—Rp13.000/ekor di pasaran, keuntungan yang diambilnya hanya Rp700—Rp800/ekor. Sementara itu, harga pengambilan ayam di kandang berkisar Rp7.500—Rp7.600/ekor/kg (minggu kedua Maret 2007). Setelah ayam dipotong, ia menjual ke pedagang dengan harga Rp8.200—Rp8.300/ekor/kg.
Pola pembayaran yang diterapkan kepada para pedagang adalah 2—3 hari sekali atau 2 kali dalam seminggu. Pembayaran ini dikoordinasikan Yunanik. “Hal ini kami sesuaikan dengan pembayaran kami kepada peternakan ayam 2—3 kali dalam seminggu,” ungkap laki-laki yang pernah menjalani hidup sebagai kuli bangunan itu.
Ketika ditanya mengenai kondisi awal usaha mereka, Arifin mengaku mengalokasikan modalnya yang Rp33 juta itu sebagai berikut. Untuk biaya penjaminan pembelian ayam dengan ukuran 1,4—1,6 kg/ekor, keranjang angkut sekitar 20 buah, dan satu unit alat mesin pengolahan bulu ayam seharga 2,6 juta, uang muka kredit kendaraan angkutan satu unit. “Ditambah untuk upah tenaga kerja sekitar 4 orang dan 1 orang supir kendaraan,” terang Yunanik yang mengatur keuangan.
Menurut Arifin, jika orang ingin mendirikan RPU saat ini tentu butuh modal lebih besar karena harga sarana pemotongan ayam yang memenuhi standar telah mengalami kenaikan. Harga mesin pengolahan bulu ayam misalnya, sudah mencapai Rp4 juta/unit dan keranjang angkut ayam Rp160.000/unit. “Mungkin ini yang menghambat usaha pemotongannya untuk memenuhi standar pemotongan yang baik,” duganya.
RPU Percontohan
Seiring perkembangan usaha, RPU Usaha Mandiri terus berupaya meningkatkan kualitas hasil produknya dengan cara melengkapi sarana pemotongan yang memenuhi standar Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH) sesuai anjuran pemerintah. “Tujuannya untuk meningkatkan jaringan pemasaran yang lebih luas lagi,” harap Arifin.
Akhirnya RPU Usaha Mandiri pun memperoleh kesempatan dari pemerintah yang menjadikannya RPU Skala Kecil percontohan sejak 2006. Melalui program ini keluarga Arifin memperoleh bantuan berupa perangkat pemotongan standar, seperti mesin pemotongan ayam, mesin pengolahan bulu ayam, bak penampungan, dan pendinginan daging ayam. “Bantuan ini senilai Rp60 juta dari pemerintah pusat (Deptan) melalui Dinas Peternakan Kab Cibinong,” jelasnya.
Dengan adanya bantuan itu, RPU Usaha Mandiri dapat meningkatkan kualitas hasil pemotongan yang memenuhi standar sehingga pasar produknya mampu menembus pasar ritel atau supermarket. “Dengan hasil yang lebih baik, kami akan mampu bersaing dengan RPU yang besar,” ucap Arifin optimis. Namun demikian, ia merasa masih menghadapi kendala-kendala seperti proses pengemasan yang belum mampu dilakukannya dengan baik dan belum melakukan proses pendinginan menggunakan freezer. Saat ini pihaknya masih memanfaatkan es balok untuk pendinginan.
Yan Suhendar