Pilih-pilih komoditas yang tanam memang diperlukan. Jika tidak jeli, jangan harap dapat untung besar. Sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan, ketika panen harga jatuh. Pilih saja menanam jenis sayuran yang pertumbuhan dan masa panennya cepat. Jenis sayuran ini juga masuk jajaran sayuran utama yang dibutuhkan konsumen sehingga permintaan cukup tinggi. Yang masuk kategori cepat panen, seperti sawi, kangkung, bayam, daun kemangi, dan daun kenikir.
Pilih yang Cepat
Untuk jenis sayuran cabut, semacam sawi dan kangkung misalnya, paling lama 30 hari sudah panen, sedangkan bayam cukup 20 hari. Sayuran petik seperti kenikir dan kemangi butuh waktu 30 hari untuk siap petik. Selepas petik, dengan perawatan yang baik selang 1—2 minggu sudah bisa dipanen lagi. Begitu seterusnya sampai tanaman tidak produktif lagi. Tanaman ini juga tidak membutuhkan lahan yang spesifik, bahkan selepas panen langsung ditanami lagi terus menerus tetap produktif.
Beberapa petani menerapkan petak-petak rotasi sehingga keberlanjutan panen tetap terjaga untuk memasok pasar. Upaya ini juga menghindarkan kerugian yang besar jika harga jatuh. Dengan harga impas pun, kegiatan produksi selanjutnya masih bisa berlangsung.
Perawatan tanaman juga lumayan gampang. Menurut Kusnadi, petani sayuran ini di Desa Banjarejo, Kec. Pakis, Kab. Malang, Jatim, pemupukan cukup dilakukan cukup dengan urea dan NPK. Sedangkan penyemprotan pestisida hanya bila ada serangan hama. Jadi, biaya produksi relatif murah.
Sebagian besar petani masih memandang sayuran cepat panen sebelah mata dan menganggapnya kurang bergengsi. Padahal, “Tiap minggu dari lahan seluas 1.000 m2 bisa panen kemangi senilai Rp250.000,” jelas Kusnadi kepada AGRINA. Padahal ongkos produksinya hanya berkisar Rp500.000 per 3 bulan tergantung perawatan. Ia menambahkan, pertanaman sawi seluas 4.000 m2 dengan biaya sejutaan bisa mendatangkan hasil Rp3 juta dalam 30 hari.
Omzet Cukup Besar
Kawasan produksi sayuran cepat panen di Malang seluas lebih dari 65 ha yang tersebar di Desa Kedungrejo dan Banjarejo. Sentra sayuran ini memasok Surabaya dan kota lain di Jatim.
“Setiap hari lebih dari 50 mobil pick up sayuran yang dikirim ke Surabaya,” jelas Warsito, pemasar sayuran di Pakis. Setiap pick up membawa sayuran senilai sekitar Rp5 juta/hari sehingga menghasilkan perputaran uang lebih dari Rp250 juta/hari. Belum lagi pemasar kecil yang menggunakan sepeda dan sepeda motor yang bergerak memasarkan di kawasan Malang.
Bagi pedagang, kegiatan memasarkan sayuran cepat panen lumayan menguntungkan. Untuk membeli satu pick up sayuran butuh modal Rp 3 jutaan, ongkos panen berkisar Rp750.000, dan biaya transportasi Rp250.000. “Harga jual di Surabaya berkisar Rp5 juta—Rp6 juta sehingga pemasar bisa meraup untung Rp1 juta—Rp2 juta per pick up,” ungkap Warsito yang setiap hari memberangkatkan 2 pick up.
Untuk memangkas ongkos, panen dan pascapanen dilakukan langsung di lahan. Setelah dicabut, dipangkas, diikat, dan dibentel (ikatan besar berisi 50—100 ikat), panenan langsung diangkut ke pick up yang menunggu di pinggir lahan sehingga sayuran cepat terikirim dalam kondisi segar.
Pihak Desa Banjarejo ikut berperan dalam bisnis ini dengan menyediakan pasar sayuran yang lebih mirip terminal agribisnis mini. Panen dari petani langsung bertemu pedagang yang memasarkannya keluar kota. Di tangan petani Pakis, pamor sayuran remeh ini menjadi mengkilap, dilirik petani lainnya untuk dikembangkan.
Tri Pranowo (Malang)