Rabu, 28 Pebruari 2007

Biosekuriti Solusi di Tambak Pantura

Salah satu dari mereka itu adalah Budiono, petambak di Indramayu, Jawa Barat. Ia berhasil mengelola tambak udang Vannamenya secara intensif. Dalam satu siklus, ia mampu memanen 5—6 ton udang dari tambak seluas 3.000—4.000 m2.

Dengan harga udang sebesar Rp40.000/kg, ia mendapat keuntungan sekitar Rp50 juta/musim tanam. Caranya, ia menerapkan sistem biosekuriti dan pengelolaan air tertutup (water closed system) pada awal pemeliharaan.

 

Biosekuriti Ketat

Pada prinsipnya, biosekuriti adalah upaya pencegahan masuknya penyakit udang ke dalam tambak. Caranya bermacam-macam, di antaranya penggunaan filter air masuk, membangun  reservoir, pemberantasan hewan inang, menjaga kebersihan tambak, dan membatasi orang masuk ke lingkungan tambak.

Pemasangan filter air masuk bertujuan meminimalkan masuknya jenis udang-udang liar yang merupakan inang berbagai penyebab penyakit. Reservoir berfungsi sebagai tempat persediaan air tambak dan isolasi air untuk memutus siklus penyakit.

Selain itu, pemutusan siklus hidup penyakit juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan krustasida untuk memberantas inang dari keluarga udang-udangan (Crustaceae).

“Tren budidaya udang memang mengarah ke biosekuriti yang ketat. Siapapun ahlinya, yang dibicarakan ya biosekuriti,” ujar Budiono. Itulah sebabnya ia menyayangkan masih banyak teknisi maupun praktisi tambak yang mempraktikkan budidaya secara parsial sehingga  mengalami gagal panen.

“Orang nambak itu kayak orang masak, lain orang, lain cara masaknya,” ucap mantan pegawai Charoen Pokphand itu. Yang penting, petambak harus mengetahui konsep teknologinya dan kaidah-kaidah budidaya yang diterapkannya.

Biosekuriti harus diterapkan seketat mungkin, tapi bisa saja ada perbedaan pada  padat penebaran, jumlah pakan, dan pengelolaan air.

 

Pengelolaan Air Tertutup

Budiono menggunakan sistem pengelolaan air tertutup pada pemeliharaan awal udang Vanname. “Lamanya closed system itu kondisional, bergantung kondisi udang.

Tapi umumnya berkisar 1—2 bulan,” ujar Budi. Salah satunya jika salinitas air sudah sangat tinggi, 60 promil, mau tak mau ia harus membuka tambaknya untuk memasukkan air baru. 

Closed system water adalah pemeliharaan udang yang menggunakan air daur ulang sehingga tambak tidak mengandalkan air dari luar.

Dari kolam, air dikeluarkan ke dalam kanal. Setelah diproses, air kemudian dimasukkan lagi ke dalam tambak. Setiap tambak  dilengkapi kanal air bersih untuk digunakan jika diperlukan sewaktu-waktu.

Tujuan pengelolaan air tertutup untuk menjaga  kualitas air dari perubahan parameter yang ekstrem. Ini dapat menghindarkan udang yang dipelihara dari stres. Selain itu, air juga tidak terkontaminasi berbagai jenis penyakit akibat penambahan air baru.

Meskipun begitu, closed system ini juga punya kelemahan. Menurut Budiono, pertumbuhan udang cenderung lebih lambat karena rendahnya kandungan oksigen dan tingginya amonia.

Untuk mengatasinya, probiotik dan kincir air bisa digunakan, meskipun hasilnya akan lebih maksimal jika dibarengi pergantian air.


Enny Purbani T.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain