Sejak tiga tahun lalu pasar jagung manis tumbuh cukup pesat di Semarang, Ambarawa, Solo (Jawa Tengah) dan Yogyakarta. Kondisi ini paling tidak dirasakan H. Marsudi, pebisnis asal Sorobandan, Banyudono, Kec. Dukun, Kab. Magelang. “Di Bandungan, Ambarawa saja setiap hari 20 ton habis. Sekarang pasar sudah mulai ramai,” ungkap Marsudi kepada AGRINA.
Meski begitu tak mudah bagi pemilik UD Mitra Tani tersebut untuk menghitung seberapa besar kapasitas pasar jagung manis di Pulau Jawa yang sebenarnya. “Yang jelas dalam dua tahun terakhir ini harga jagung manis belum pernah di bawah Rp1.000,00/kg, dan ini masih menguntungkan.
Jadi, kalau disuruh memilih bunga kol atau jagung manis, saya lebih memilih jagung manis. Dari sisi perawatannya gampang, dan lebih menguntungkan. Dibanding dengan padi juga lebih menguntungkan,” terang petani yang memanen 10 ton jagung manis per hari ini.
Berdasarkan pengamatan H. Marsudi, selama dua tahun terakhir harga rata-rata jagung manis mencapai Rp1.400,00/kg. “Pada bulan-bulan sebelum Agustus, harganya sekitar Rp1.200—Rp1.300, sedangkan pada musim kemarau mencapai Rp2.000/kg. Paling rendah harganya Rp1.200/kg.
Pada bulan satu (Januari) sampai empat (April) harga lebih bagus lagi karena jumlah panenan berkurang,” tuturnya. Fluktuasi harga jagung manis saat ini baru disebabkan oleh pergantian musim semata karena pasar belum jenuh. Hal itu dapat dilihat dari jumlah stok barang yang pasti habis disambar konsumen.
Pada musim penghujan para petani enggan menanam jagung manis. Musababnya, tanaman ini tidak menyukai banyak air dan intensitas serangan penyakit juga meningkat.
Saat penghujan, serangan cendawan Helminthosporium yang menyebabkan daun tanaman mengering dan mati meningkat. Produksi tanaman pun biasanya turun sekitar 2—3 ton/ha. Pasokan jagung di pasar pun berkurang dan harga menjadi lebih tinggi. Namun Marsudi tidak menganggap itu sebagai halangan karena kuncinya pada cara perawatan. Dia berani menanam jagung manis terus-menerus empat kali dalam setahun.
Untung Besar
Budidaya jagung manis tergolong usaha yang menguntungkan. Untuk biaya produksi dari sewa lahan, pengolahan lahan, benih, pupuk, perawatan, dan tenaga kerja, H Marsudi mengeluarkan modal sebesar Rp6 juta/ha satu kali tanam hingga panen. Produksi berkisar 10—15 ton/ha bergantung jenis benihnya. Jika harga jagung berkisar Rp1.000/kg, keuntungan kotornya minimal Rp4 juta/ha.
Agar dapat menanam terus menerus sepanjang tahun pada lahan yang sama, Marsudi menggunakan kotoran ayam (chicken manure-CM) dari Wonosobo (Jawa Tengah) sebagai pupuk utama sebanyak 4 ton/ha.
Kecuali itu, dia juga menggunakan pupuk urea tablet sebanyak 30 kg/ha dan NPK 10 kg/ha pada awal penanaman. Menilik pengalamannya, penanaman terus menerus pada lahan yang sama hanya boleh dilakukan enam kali. Selanjutnya perlu diseling tanaman lain.
Untuk benih, Marsudi memilih varietas Sugar 73 produksi PT Syngenta Indonesia dan Golden Sweeter keluaran PT Seminis Vegetable Seeds. Pasalnya, kedua varietas jagung manis tersebut diterima baik oleh pasar karena rasa manisnya bertahan sekitar satu minggu serta kualitasnya seragam dan konsisten. “Produktivitas yang Syngenta 12—15 ton/ha, sedang yang Seminis 10—12 ton/ha.
Tetapi harga jual jagung Seminis lebih mahal, terpaut sekitar Rp100/kg,” petani yang juga pedagang besar komoditas pertanian ini. Berkait dengan ini, dia tidak menampung jagung manis dari petani lain, kecuali si petani menggunakan benih yang sama.
Imam