Bangunan mirip gudang besar di kawasan Jl. Kapten Tendean, Kediri, Jatim, itu tampak masih kokoh. Para petani dan pengumpul jagung di sana menyebutnya gudang jagung Matahari.
Sebenarnya, bangunan itu bukan gudang jagung, tapi pabrik pengolahan jagung milik PT Kediri Matahari Corn. Pabrik yang berdiri sejak 1984 tersebut mengolah jagung pipil menjadi beras jagung alias corn grade dengan berbagai ukuran yang dibutuhkan industri makanan ringan.
“Corn grade merupakan jagung giling yang terjaga kebersihannya dan mempunyai ukuran partikel hasil saringan,” jelas Aci, pemilik PT Kediri Matahari Corn, kepada AGRINA.
Untuk menjalankan usahanya, Aci membutuhkan pasokan jagung sebanyak 10.000—12.000 ton setahun. Jagung pipil yang dibutuhkan Aci adalah jagung hibrida dengan kadar air rata-rata 17%. Namun sebelum diolah, jagung itu dikeringkan lagi hingga kadar airnya menjadi 14%.
Bahan baku itu ia peroleh dari para pengumpul jagung di sekitar Kediri seharga Rp1.800/kg (November). Dalam menjaga ketersediaan bahan baku, PT Kediri Matahari Corn dilengkapi dua unit silo (tempat menyimpan hasil pertanian) berkapasitas 6.500 ton/silo agar kebutuhan jagung bisa terpenuhi sepanjang tahun.
Menjanjikan
Untuk menghasilkan beras jagung, tampaknya tidak terlalu sulit. Prosesnya, terlebih dahulu biji jagung diambil mata tunasnya. Bagian yang tertinggal berupa daging buah/biji (endosperm) yang berwana kuning.
Bagian inilah yang kemudian digiling sampai hancur, dan diayak berdasarkan ukuran tertentu (mess).
Hasil gilingan tersebut bermacam-macam. Untuk standar Amerika (US mess) dihasilkan 8 mess yang besarnya seperti beras patah atau beras jagung. Ada juga yang berukuran 16 mess, 24 mess, 40 mess, sampai 50 mess (berupa tepung jagung).
Beras jagung berbagai ukuran inilah yang dibutuhkan industri seperti Indofood atau Siantar Top untuk bahan baku pembuatan makanan ringan (snack).
Dibantu sekitar 50 orang karyawan, setiap bulan Aci mampu memproduksi beras jagung berbagai ukuran sebanyak 9.500—11.400 ton. Produksi tersebut ia pasok ke beberapa industri makanan ringan seperti Indofood.
Bila harga beras jagung produksi Aci dijual Rp3.000—Rp5.000 per kilo (tergantung kualitas), maka omzetnya berkisar Rp380 juta—Rp456 juta/bulan.
Aci mengaku, persaingan beras jagung tidak terlalu ketat, sehingga bisnis ini cukup menjanjikan. Jumlah pabrik pengolahan jagung saja di Indonesia memang belum banyak.
Selain milik Aci, ada beberapa pabrik, seperti Uni Green di Krian, Sidoarjo, Jatim, Sinarmas Green dan Mega Tritama di Semarang, Jateng, Amilum Corn Green di Bekasi, Jabar, serta Suba Indah di Tangerang, Banten.
Meskipun dibayangi tren perubahan penggunaan bahan baku makanan ringan, melambungnya harga jagung seperti sekarang, dan persaingan dengan produk impor, Aci yakin, usaha yang ia tekuni masih menarik.
Apalagi beras jagung produk lokal mempunyai keunggulan sehingga menjadi pilihan utama para industri makanan ringan. Dibandingkan produk impor, beras jagung lokal terasa lebih gurih dan mengembang bagus saat dimasak. Sifat ini dapat memperbaiki penampilan akhir kudapan.
Keyakinan dan keuletan Aci dalam menumbuhkembangkan usahanya patut diacungi jempol. Paling tidak, itulah yang dapat dilakukan pengusaha agribisnis di daerah dalam meningkatkan nilai tambah produk pertanian, khususnya jagung.
Wajar bila kesungguhan Aci dalam mengangkat citra jagung di Kediri membuahkan penghargaan dari pemerintah, berupa Upakarti.
Tri Pranowo, Malang