Selasa, 2 Januari 2007

Belajar dari China

Dalam rangka pengembangan padi hibrida, Indonesia menjalin kerjasama dengan China. Pada April 2006, Menteri Pertanian kedua negara menandatangani nota kesepakatan kerjasama pertanian Early Harvest Program.

Perusahaan swasta dari kedua negara menindaklanjutinya dalam Business to Business (B to B). Pada 13 November 2006, China Sichuan Guohao Seed Industry Co Ltd. dari China dan Artha Graha Network (AG Network) dari Indonesia, bersama Badan Litbang Deptan RI, menandatangani nota kesepahaman.

Targetnya, membangun Pusat Penelitian Hibrida (Hybrid Science Research Center), meneliti dan mengembangkan varietas hibrida padi baru yang lebih sesuai dengan kondisi iklim di Indonesia menggunakan material genetik asli Indonesia dan pakar teknologi hibrida dari China.

Target lainnya, memproduksi benih padi hibrida secara domestik, menyebarluaskan benih hibrida dan teknik budidayanya ke seluruh sentra padi di Indonesia.

 

Sistem Produksi Benih

Di China produksi benih padi hibrida telah membentuk suatu sistem. Tetua benih disediakan lembaga penelitian di tiap provinsi.

Sedangkan proses produksi benihnya sendiri dikelola perusahaan benih yang memang mempunyai basis produksi benih. Perusahaan-perusahaan ini mengikat kerjasama dengan petani-petani trampil untuk memproduksi benih dari musim ke musim. Perencanaan produksi dan pemasarannya dilakukan para produsen benih tersebut.

Keberhasilan China mengembangkan padi hibrida diawali sukses Prof. Yuan Longping memproduksi benih pada 1974 di Hunan. Produksi benihnya hanya 200 kg/ha, jauh dari layak secara komersial.

Namun pemerintah pusat mempertimbangkan padi hibrida sebagai solusi terhadap kekurangan beras nasional. Pemerintah lalu mengalokasikan anggaran khusus untuk mengirim para peneliti di tingkat provinsi bergabung dengan Longping dalam riset padi hibrida.

Sekembalinya ke provinsi asal, para peneliti membentuk tim riset di lembaga masing-masing. Mereka menemukan penggunaan hormon dalam sinkronisasi periode penyerbukan yang dapat meningkatkan produksi benih secara signifikan.

Mereka juga menemukan varietas yang lebih adaptif terhadap kondisi setempat. Dalam lima tahun, produksi benih meningkat menjadi 1 ton/ha sehingga harga per kilo benih menurun drastis. Kini rata-rata produksi benih di sana mencapai 2 ton/ha.

 

Tetap Disubsidi

Sesudah produksi benih secara komersial dimulai, pemerintah pusat memberikan subsidi khusus bagi petani benih untuk menutup biaya benih dan pupuk yang masih tinggi.

Tujuannya merangsang pemanfaatan benih padi hibrida oleh petani dan membuat petani terbiasa menanamnya. Akselerasi produksi benih juga dilakukan melalui subsidi.

Setelah beberapa tahun subsidi berjalan, perusahaan benih makin banyak hingga sekarang tak kurang dari 10.000 perusahaan dan harga benih tak lagi mahal. Pemerintah kemudian mengalihkan subsidi ke lembaga penelitian untuk mendorong penemuan varietas baru dan riset lain di tiap provinsi.

Indonesia bisa menghemat waktu dalam pengembangan padi hibrida. Undang saja pakar-pakar hibrida China dan negara yang lain untuk melatih peneliti lokal. Latih petani dalam budidaya benih padi hibrida karena di sinilah salah satu hambatan yang cukup besar.

Bentuklah basis produksi benih pada areal dan oleh petani trampil yang tetap dalam jangka panjang. Dan akhirnya, Pusat Penelitian Padi Hibrida menyediakan inovasi-inovasi baru.

Wu Zhiwei, Staf Ekonomi dan Komersial, Kedutaan Republik Rakyat China di Jakarta

 

Panen padi hibrida hasil kerjasama China Guohao Seed Industry dan Artha Graha Network di Lampung


Syatrya Utama

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain