Jumat, 15 Desember 2006

Saling Silang Patin Munculkan Pasupati

 

Demikian diutarakan Made L. Nurjana, Dirjen Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) tentang minimnya ketersediaan benih untuk menyokong  program Gerakan Serentak (Gertak) yang diluncurkan awal 2006 lalu.

Produksi patin jambal yang ditargetkan sebesar 200.000 ton pada 2009 dikhawatirkan tidak tercapai karena kendala benih. Padahal pasar lokal maupun ekspor telah menanti ikan penghuni sungai-sungai di Pulau Sumatera ini.

 

Hasil Persilangan

Pasupati alias Patin Super Harapan Pertiwi, lahir dari persilangan (cross breeding) antara patin jambal (Pangasius djambal) jantan dan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) betina. Patin ini dirilis Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, 7 Agustus 2006 lalu sebagai salah satu solusi memenuhi kebutuhan benih ikan air tawar berdaging putih (white meat).

Patin jambal jantan dipilih untuk diambil spermanya karena jumlahnya relatif melimpah,  sebaliknya patin siam betina unggul dalam kuantitas telurnya. Jumlah telur patin jambal betina hanya sekitar 10.000 butir/kg induk, sedangkan patin siam betina mampu menghasilkan hingga 200.000 butir telur/kg induk.

“Jika kedua jenis patin tersebut dipijahkan,  jumlah telur yang dihasilkan rata-rata 100.000 butir/kg induk,” ujar Budiman, Kepala Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBPAT) Cijengkol, Subang, Jawa Barat.

Di samping jumlah telurnya relatif tinggi, lanjut Budiman, pasupati mempunyai sejumlah keunggulan. Antara lain, pertumbuhan benihnya relatif cepat, serta mempunyai performa dan warna dagingnya mirip patin jambal.

“Untuk mencapai ukuran  satu inci, benih pasupati hanya membutuhkan waktu 17—20 hari saja. Sebaliknya, untuk mencapai ukuran yang sama benih patin siam membutuhkan waktu hingga 21—25 hari,” jelasnya.

Saat ini, BPBPAT Cijengkol tengah giat memproduksi benih pasupati. Untuk tahun ini saja, sekitar  25 juta ekor larva, 5 juta benih ukuran 1 inci, dan 1,5 juta benih pasupati ukuran 2 inci dihasilkan oleh instansi ini. Larva pasupati  langsung didistribusikan ke Unit Pembenihan Rakyat (UPR) setempat untuk dideder hingga ukuran 1 inci.

“Dengan kegiatan pendederan  yang dilakukan oleh 13 UPR di sekitar balai, perputaran uang yang beredar di kawasan Cijengkol mencapai Rp9,3 miliar/tahun,” jelas Budiman.

Para pembenih rakyat memproduksi benih ukuran dua inci dari larva patin pasupati yang dibeli di BPBPAT. Benih pasupati produk BPBPAT dan UPR Cijengkol  diserap oleh para petani ikan di Cirata (Jawa Barat), Palembang (Sumatera Selatan), dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

 

Kiat Atasi Kendala

Meskipun meberikan sejumlah kelebihan, benih pasupati memerlukan perlakuan khusus pada saat pendederan. “Kendala pemeliharaan benih pasupati terletak pada saat pertumbuhan benih dari 1—2 inci,” ujar Budiman. Jika porsi pakannya kurang, sifat kanibalisme benih muncul sehingga tingkat kematian menjadi tinggi.

Solusinya antara lain dengan memperbanyak frekuensi pemberian pakan tapi jangan sampai terlalu kenyang. Selain itu, kadar oksigen terlarut dalam air juga harus selalu tinggi, baik siang maupun malam karena benih patin hibrida ini cukup aktif saat siang hari, termasuk dalam merespon pakan yang diberikan.

Namun secara umum, Budiman yakin pengembangan pasupati tidak akan mengalami banyak kendala. Alasannya, “Tingkat kesulitan budidaya pasupati masih di bawah patin siam,” jelasnya.

Berdasarkan pengalaman para teknisi di BPBPAT Cijengkol,  tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih patin siam ukuran 1 inci rata-rata  hanya 65% saja, sedangkan jumlah benih pasupati mampu bertahan hingga 80%.

Untuk mencapai ukuran 2 inci, larva pasupati memerlukan waktu sekitar 3—4 minggu. Setelah 18 jam di dalam corong penetasan, telur pasupati akan segera menetas. Cangkang telur ikan akan turun ke bawah, sedangkan larva di ditampung  dalam hapa untuk selanjutnya dipelihara di bak berukuran 1 m x 2 m dan ketinggian air 50 cm.

Tiga puluh jam setelah menetas hingga hari ke tujuh,  larva diberi pakan artemia. Pada umur 8—20 hari, larva yang telah sempurna bermetamorfosis menjadi benih ikan diberi cacing sutera. Seleksi dilakukan pada hari ke-21 dan benih dipindahkan ke wadah yang lebih luas. Setelah itu, jatah pakannya diganti pellet remah (no.582 dan 583) hingga hari ke-30 atau sehari sebelum panen.

Untuk mendederkan 100.000 benih pasupati @ Rp6, dibutuhkan 2 kaleng artemia @ Rp600.000, 80 liter cacing sutera @ Rp6.500, 10 kg pellet remah @ Rp11.500, dan obat-obatan antistres seharga kurang lebih Rp100.000, atau senilai Rp1.935.000.

Jika kelangsungan hidup benih mencapai 80% dan harga benih ukuran 2 inci Rp160/ekor, pendeder memperoleh pendapatan sebesar Rp10.265.000/siklus. Pendapatan ini belum termasuk biaya investasi, tenaga kerja, dan pajak.


 

Sumber: Bisnis Indonesia

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain