Kamis, 14 Desember 2006

Kombinasi Ala Bangun Karso Farm

 

Dengan mengkombinasikan peternakan kambing peranakan etawa (PE) perah dengan pedaging tahun 1999 lalu, Bangun Karso Farm (BKF) mampu berkembang pesat. Hasil kombinasi ini, BKF mendapatkan keuntungan harian dan tahunan.

Berbeda ketika awal pendiriannya pada1997, BKF hanya mengusahakan kambing pedaging. Namun hasil yang di capai tidak memuaskan, sehingga mengalami kebangkrutan. Dari 40 ekor kambing pedaging saat itu, tersisa hanya beberapa ekor saja.

Namun, Bangun Dioro, Pemilik BKF di Palasari, Cijeruk, Jabar, ini tidak putus asa. Bermodalkan Rp20 juta untuk pembelian 20 ekor kambing PE, BKF saat ini berkembang dan mengelola 300 ekor. Sejak berdiri samapi sekarang, BKF sudah menjual kambing sebanyak 1.500 ekor.

Menurut Bagun Dioro, terjadinya kombinasi yang dilakukan BKF karena kambing PE merupakan kambing dwi fungsi. “Artinya, peternak dapat memperoleh keuntungan harian melalui hasil susunya dan keuntungan tahunan dari penjualan dagingnya” jelasnya.

 

Hasil Tinggi

Hasil susu kambing yang dihasilkan BKF secara rata-rata mencapai 1,5 liter/hari pada masa laktasi selama 4 bulan. Produknya akan meningkat menjadi 2,5 liter/hari pada 1 bulan setelah melahirkan.

Dari 40—50 ekor yang dapat di perah saat ini, BKF menghasilkan rata-rata 60—75 liter/hari. Susu ini langsung diditribusikan kepada pelanggan BKF di Jabotabek, namun adapula pembeli yang langsung. Harga jual susunya perliter mencapai Rp15.000,00—Rp20.000,00/l. “Hasil penjualannya lumayan pak, untuk menghidupi usaha ini,” ungkap anggota TNI-AD yang masih aktif ini, merendah.

Agar hasil susunya bagus, BFK menerapkan pemberian pakan yang baik dan kandang yang nyaman bagi kambing. Serta usia kambing yang diperah, sebaiknya dibawah 5 tahun, jika diatasnya hasilnya kurang bagus dan produksinya menurun atau hanya 1 liter/hari saja.

Selain itu, susu kambing mempunyai khasiat dalam proses penyembuhan berbagai penyakit, seperti penyakit paru-paru, asam urat, TBC. Makanya, pembeli terbesar dari susu yang dihasilkan BKF adalah mereka yang mengalami berbagai penyakit ini.

Pendapatan lainnya adalah dari penjulan kambing PE yang saat ini rata-rata mencapai Rp4 juta—Rp5 juta/ekor. Sementara kambing PE pejantan yang bagus bisa mencapai Rp8 juta/ekor. Kalau kambing PE dara yang berumur 8 bulan, harganya Rp2,5 juta/ekor. Ditambah lagi dari penjualan kambing potong. Saat Idul Adha tahun lalu saja, ia mampu melayani permintaan 200—250 ekor.

 

Beda Perlakuan

BKF membedakan perlakuan pemeliharaan antara kambing PE perah dan kambing pedaging. Perbedaan meliputi pemberiaan pakan, bentuk kandang, dan sanitasi terhadap kambingnya maupun kadang.

Pakan diberikan teratur, tidak asalan pakan. Pakan berupa rumput yang dicampur daun-daunan (daun turi, kaliandra, gracilaria, mindi, dan daun albasiah). Rerumputan diperoleh dari lahan seluas 4 ha milik BKF. “Mungkin, daun-daunan ini yang menyebabkan susu kambing banyak mengandung khasiat,” terang Bangun.

Kambing perah itupun dimandikan 2 kali sehari. Dan ambing dicuci dengan air hangat setiap mau diperah. Oleh sebab itu, susu yang dihasilkan tidak berbau kambing.

Sementara perlakukan untuk kambing potong tidak terlampau memperhatikan sanitasi. Kambing hanya dimandikan 1 bulan sekali. Kondisi kandang yang penting cukup bersih, dan pakan yang diberikan tidak seketat pengawasannya seperti pada kambing perah.

Perbedaan itu jelas berpengaruh terhadap biaya produksi. BKF mengeluarkan biaya pakan untuk kambing PE perah lebih mahal dibandingkan kambing PE pedaging. Untuk kambing PE perah, biaya pakan sekitar Rp.2.200/ekor/hari. Sedangkan kambing pedaging hanya Rp1.500/ekor/hari. “Jadi perbedaannya sangat jauh, hal ini bisa untuk saling subtitusi,” ujar Bangun.



Yan Suhendar

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain