Dengan menggandeng Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai mitra kerja, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, DKP mencoba mewujudkan tekadnya mencapai target produksi 350.000 ton udang tahun mendatang. Dana sejumlah Rp106 miliar telah disiapkan dan dititipkan pada bank yang ditunjuk untuk penguatan modal usaha budidaya udang Vanname.
Selain untuk peningkatan produksi, program ini juga bertujuan sebagai pembelajaran bagi petambak udang dalam mengkases bank. Serta membangun kepercayaan pihak perbankan bahwa budidaya Vanname merupakan usaha yang menguntungkan.
Untung Rp 44 juta/hektar
Lima provinsi yakni Banten (Pandegelang dan Tangerang), Jawa Barat (Indramayu dan Subang), Jawa Tengah (Brebes dan Kendal), Jawa Timur (Lamongan dan Gresik), dan Sulawesi Selatan (Pinrang dan Barru) merupakan sasaran program ini. Petani udang di Kabupaten Kendal dan Brebes (Jateng) menjadi yang pertama memanen udang yang dibiayai program ini.
Panen Vanname pertama berlangsung di Kendal, 2 November lalu. Hadir pada kesempatan itu Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, Made L. Nurdjana, Direktur BRI Bidang Penyaluran Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), Sulaiman Arif, Sekretaris Daerah dan Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Kendal.
“Budidaya Vanname merupakan usaha yang sangat bankable sehingga BRI sepakat memberi kredit pada petambak dengan bunga komersial,” tandas Made. Menurutnya, selama ini pihak perbankan enggan mengulurkan kredit karena pengalaman buruk perudangan di masa lalu.
Waktu itu, lanjut dia, petambak begitu bernafsu untuk mendapatkan hasil besar dengan menebar benur yang melebihi daya dukung tambak. Akibatnya penyakit yang muncul.
Sementara menurut Sulaiman Arif, budidaya Vanname memang layak untuk mendapat akses modal dari perbankan. “Dengan modal Rp83 juta bisa menghasilkan Rp127 juta/sekali panen, jadi untung Rp44 juta,” ungkapnya.
Perlu Benur Berkualitas
Kepala Kantor Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kendal, Suharno, menyatakan program revitalisasi tambak tradisional ini diharapkan dapat meningkatkan produktifitas Vanname menjadi 4 ton/hektar/musim tanam.
Tak berlebihan, dari 3 ha yang ditanami benur Vanname, rata-rata produktifitasnya mencapai 4,4 ton/ha/musim tanam. Bahkan petambak program ini, Suhaji, yang memiliki lahan seluas 6.000 m2 dan ditebari benur sebanyak 200 ribu ekor dapat memanen 3,59 ton. Udang yang dipelihara dalam waktu 110 hari tersebut rata-rata mencapai ukuran 61 ekor/kg.
HM Jamhari, Ketua Unit Pelayanan Pengembangan Budidaya Perikanan Mina Sejati Kabupaten Kendal, yang merupakan kelompok petambak pelaksana program ini, menyatakan, pada saat ini kendala yang dihadapi petambak adalah harga solar yang tinggi, tidak adanya pupuk bersubsidi, tingkat kesuburan tambak yang mulai menurun, dan kualitas benur yang kurang seragam.
Hasilnya, lanjut dia, dengan pola pendampingan yang sama, produktifitas masing-masing petambak ternyata cukup variatif, berkisar 2—5 ton/ha. Untuk itu pihaknya menghimbau pemerintah agar meningkatkan kualitas benur yang kini harganya mencapai Rp35,00/ekor.
Untuk menurunkan harga benur, Made berjanji akan menggalakkan hatchery skala kecil (small scale backyard hatchery). Hal itu memerlukan pengawasan agar kualitas benur semakin seragam.
Imam/Enny