Rencana pemerintah mengambil kebijakan impor ayam untuk memenuhi kebutuhan pasokan daging ayam yang menipis menjelang lebaran ini telah membuat gerah para peternak-peternak ayam.
Menurut Hartono, Ketua Umum Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (PINSAR), kalangan peternak yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi peternak ayam telah menyatakan penolakan rencana itu.
Mereka yakin, persediaan daging ayam dan telur masih mencukupi. "Kebijakan pemerintah mengimpor daging ayam tersebut merupakan keputusan yang tidak bijaksana," komentarnya menanggapi rencana impor daging ayam tersebut. Kebijakan pemerintah (Depdag) ini dinilainya tidak saja akan mematikan peternak ayam tetapi juga petani jagung yang merupakan bahan baku utama pakan ayam.
Memang diakui, Djajadi Gunawan, Direktur Budidaya Non Ruminansia, Ditjen Peternakan, Deptan, ada kekhawatiran dari pihak pemerintah tahun ini akan mengalami kekurangan pasokan daging ayam menjelang puasa dan lebaran.
Namun melihat pengalaman-pengalaman tahun-tahun sebelumnya, tidak terjadi kekurangan pasokan, hanya saja memang harga mengalami peningkatan. “Ini merupakan hukum dagang, jika permintaan meningkat, maka harga akan naik, tapi itu tidak besar,” jelas Djajadi di ruang kerjanya (13/9).
Pasokan Aman
Ditegaskan Djajadi, kebijakan pemerintah itu masih sebatas rencana yang harus dikaji lagi di lapangan. Bila disimpulkan memang kekurangan pasokan, kita dapat melakukan impor.
Untuk mencukupi kebutuhan masyarakat selama puasa dan lebaran, Hartono mengaku, pihaknya menyediakan daging ayam sebanyak 100.000 ton dan telur 270 ton per hari. Semua daging dan telur tersebut merupakan produksi peternakan ayam dari dalam negeri terutama peternak rakyat.
Sedangkan Data Direktorat Non Ruminansia, Ditjen Petermakan, produksi daging ayam diperkirakan 2.300—2.400 ton/minggu yang diproduksi dari 20 juta—21 juta ekor anak ayam (day-old chick/DOC).
Harga daging ayam saat ini pun masih relatif stabil. Berdasarkan hasil pantauan sementara pemerintah, harga ayam hidup di Jabotabek ukuran 1,2—1,4 kg berkisar Rp12.000—Rp13.000/ekor. Sedangkan ukuran yang lebih besar, seperti 1,8—2 kg, harganya Rp10.000—Rp11.000/ekor. “Jika mengacu kepada data tersebut, maka kebutuhan daging ayam dalam negeri dapat terpenuhi,” ungkap Djajadi.
Persediaan daging ayam maupun telur menjelang puasa hingga lebaran jika melihat data diatas, maka akan aman, bahkan peternak mampu mencukupi permintaan dalam jumlah berapapun. "Berapapun permintaan ayam hari ini, kami sanggup untuk menyediakannya," tandas Hartono kepada AGRINA melalui telepon.
DOC Naik
Menurut Hartono, selama bulan puasa hingga lebaran pada umumnya permintaan akan daging ayam dan telur mengalami peningkatan hingga 18% dibandingkan hari biasa. Jika diminta peternak meningkatkan bobot ayam yang biasanya 1,2 kg menjadi 1,8 kg, maka berarti terjadi peningkatan 30%, berarti membengkaknya permintaan dapat dipenuhi.
Sementara itu, Sigit Prabowo, peternak di Ciawi, Bogor, mengakui, menurunkan produksinya. Hal ini dilakukannya lantaran terkendala melambungnya harga anak ayam. Dua pekan lalu harga DOC telah mencapai Rp4.000/ekor dari harga sebelumnya hanya Rp2.000—Rp2.500/ekor. “Kenaikan ini yang membuat peternak tidak mampu memenuhi kapasitas produksinya,” kata Sigit.
Menanggapi masalah seretnya pasokan DOC, Djajadi mengungkap, pemerintah bersama perusahaan pembibitan ayam yang telah sepakat meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan peternak. “Buktinya, dapat dilihat pekan ini harga sudah mengalami penurunan mencapai Rp3.800—Rp3.900/ekor,” tegas Djajadi.
Kekhawatiran peternak ayam akan datangnya daging ayam impor itu diredam Mentan Anton Apriyantono, seperti dilansir Antara, seusai pencanangan Penanam kelapa dan Penggunaan Biodiesel untuk Nelayan & Angkutan Darat di Muara Baru, Jakarta.
Dia menegaskan, pihaknya tidak akan membuka kran impor daging ayam untuk mengisi persediaan daging selama puasa hingga lebaran tahun ini karena persediaan dan pasokan dari dalam negeri sudah cukup.
Yan Suhendar