Senin, 18 September 2006

Tetap Ada Pasar bagi Semangka Berbiji

Petani-petani semangka itu tergabung dalam kelompok tani semangka (KTS) Tani Makmur. Mereka bertanam semangka sejak 21 tahun. Alasannya, semangka sangat cocok ditanam di daerah tersebut sehingga produktivitas buah cukup tinggi,  berukuran besar, manis, dan berpenampilan baik.

 

Dua Kali Setahun

Sebagai petani kawakan, Ngadiyo, pernah menanam aneka varietas semangka, mulai dari Flower, D2, Amor, Sugar, New Dragon, 144, dan TM. Semangka jenis TM adalah buah yang menjadi primadona petani di wilayahnya.  “Di samping rasanya lebih manis, berat buahnya bisa mencapai 4—6 kg,” ujar Ketua KTS Tani Makmur ini. Kecuali varietas tersebut, di pasaran juga terdapat varietas F1 Mas Kuning, F1 Pretty Orchid, dan F1 Hitam Manis.

Di Sumberlawang semangka ditanam dua kali setahun, Januari—Februari dan Agustus—September.  Petani cenderung menghindari bertanam semangka selama Juni—Juli karena banyak terserang hama dan penyakit. Saat itu, lahan biasanya ditanami padi atau jagung. Tumpangsari tidak pernah diterapkan dalam budidaya semangka karena semangka membutuhkan pemeliharaan khusus.

“Anggota KT rutin berbagi pengetahuan cara bertanam semangka melalui pertemuan yang diselenggarakan sebulan sekali,” ujar Supardi, salah seorang anggota KT. Dari ajang inilah, para anggota saling bertukar pengalaman dan pengetahuan dalam menjalankan usaha tani semangka.

Selain itu, KT ini juga menghimpun dana dari para anggota untuk keperluan usaha tani semangkanya. Caranya, setiap anggota yang tengah panen diwajibkan membayar iuran sebesar Rp100.000. Dana tersebut kemudian dikelola bersama untuk kepentingan anggota dalam simpan pinjam. Maklum, biaya produksi semangka mencapai Rp10 juta—Rp12 juta/ha.

 

Tetap Prospektif

Bisa cepat panen adalah salah satu alasan para petani di Sumberlawang bersikukuh menanam semangka. “Dalam waktu 57—60 hari, buah sudah dapat dipanen,” jelas Ngadiyo. Dari lahan seluas 0,25 ha, ia mampu menghasilkan 5—6 ton semangka/musim. Jika harga Rp1.000/kg, pendapatannya sekitar Rp5 juta—Rp6 juta/musim. Dengan biaya produksi antara Rp2,5 juta—Rp3 juta, ia meraih keuntungan sebanyak Rp2 juta—Rp3 juta/musim.

Namun tak selamanya harga berpihak pada petani. “Harga semangka sangat fluktuatif, tapi umumnya berkisar Rp600—Rp1.000/kg,” ujar Supardi, seorang pedagang semangka di  Desa Ngoresan, Kec. Jebres, Surakarta. Sekali-sekali rugi, untung sedikit atau hanya balik modal sudah diangap lumrah oleh para petani semangka di wilayah ini.

Berfluktuasinya harga semangka sangat tergantung pada musim dan stok. Nilai jual semangka cenderung meningkat pada musim kemarau dan turun saat musim hujan. Banjirnya stok akibat dari berkembangnya budidaya semangka di beberapa wilayah juga menyebabkan harga semangka menjadi turun.

Semangka nonbiji adalah jenis yang paling digemari konsumen. Harganya mencapai Rp2.500—Rp3.000/kg, sedangkan semangka berbiji dijual Rp1.250—Rp1.500/kg. “Sayangnya, stok semangka jenis ini sangat kurang. Hanya petani Banyuwangi yang berhasil mengembangkannya,” terang Supardi yang sudah 37 tahun berbisnis semangka.

Enny Purbani T., Ike Diah Puspita

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain