Rabu, 6 September 2006

Upaya Menangkal Inul

Inul yang dimaksud bunkanlah penyanyi dangdut yang heboh dengan goyang ngebornya, melainkan jenis penyakit yang banyak menyerang tanaman bawang merah di Brebes, Jateng.

Bawang merah yang terserang penyakit inul mudah dibedakan. Ukuran daun tidak normal dan melintir ke bawah. Tak lama kemudian tanaman layu dan mati. Mungkin, karena melintir ke bawah itu pula, petani di Brebes memberi nama penyakit inul.

Menurut Sumarto, petani bawang merah di Desa Kendawa, Jatibarang, Brebes, penyakit itu biasanya menyerang tanaman umur 20—40 hari. “Akibat serangan penyakit inul, tanaman hancur,” imbuhnya.

Penyakit yang disebabkan cendawan Fusarium sp. tersebut diketahui mulai menyerang bawang merah di Brebes pada 2003. Sampai sekarang penyakit inul masih ditemukan, walaupun intensitas serangan tidak separah dua tahun lalu. Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan Brebes, penyakit inul muncul ketika kondisi cuaca tidak normal, seperti hujan yang turun tidak menentu.

 

Coba yang Alami

Cendawan penyebab penyakit inul sulit dikendalikan karena menyerang perakaran. Upaya yang ditempuh para petani antara lain mencabut tanaman yang terserang lalu membakarnya, dan memanfaatkan berbagai merk fungisida kimia maupun biologi (agensia hayati).

Sumarto dan rekannya, Nurkidin, lebih memilih agensia hayati untuk mengatasi penyakit inul. “Pengalaman kami, agensia hayati mampu mengendalikan berbagai penyakit bawang merah, termasuk penyakit inul,” aku Sumarto. “Bukan hanya mencegah, bila pengendaliannya benar, tanaman bisa sembuh,” imbuh Nurkidin.

Mereka mencoba produk alami dengan berbagai pertimbangan. Misalnya, mereka percaya agensia hayati tidak merusak lingkungan, tak membahayakan manusia, dan tidak mematikan organisme lain yang bermanfaat.

Produsen agensia hayati cukup banyak, tapi Sumarto dan Nurkidin memilih produk buatan Lembah Hijau Multifarm. Dalam sekali musim tanam, Sumarto menghabiskan 1 kg agensia hayati untuk areal 1.250 m2. Aplikasi dilakukan seminggu sekali dengan menyiramkan larutan di sekitar tanaman. Dosisnya 100 gram/14—17 liter air. “Penyiraman pertama pada tanah sebelum ditanami bawang. Kemudian dilakukan rutin semingggu sekali, sampai satu minggu sebelum panen,” urai Sumarto.

 

Cendawan Antagonis

Agensia hayati yang digunakan Sumarto dan Nurkidin itu berbahan aktif cendawan Trichoderma sp. Agensia ini merupakan cendawan antagonis (bermanfaat sebagai musuh) bagi cendawan patogen (perusak) yang menyebabkan penyakit pada tanaman.

Menurut para ahli, Trichoderma efektif untuk mengendalikan jenis penyakit menular pada tanah (soil-born) seperti busuk akar, busuk batang, layu Fusarium maupun busuk umbi. Patogen tersebut banyak menyerang bawang, cabai, tomat, kentang, melon, semangka, dan mentimun.

Cara kerja produk alami ini tidak secepat produk kimia sehingga sebaiknya Trichoderma digunakan sejak awal tanam di areal perakaran tanaman dengan cara disiramkan atau dikocorkan.

Trichoderma mempunyai daya serang efektif untuk membunuh cendawan Fusarium dengan zat racunnya yang bernama trichoderim. Trichoderma berkompetisi dalam memperebutkan makanan dengan cendawan patogen, menghancurkan sisa-sisa bahan organik, dan memakan parasit.

Selain Trichoderma, ada juga cendawan antagonis lain, yaitu Gliocladium. Keduanya dapat dimanfaatkan untuk melawan cendawan penyebab penyakit tanaman seperti  Phytophthora dan Pythium.

Dadang, Yan S.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain