Awalnya, Sa’arin hanyalah penjual ikan air tawar di Pasar Parung, Bogor dan tidak tertarik memproduksi benih sendiri. Lama kelamaan timbul rasa penasaran untuk memproduksi benih sendiri. Sambil terus berjualan ikan, ia mencoba memijahkan patin (Pangasius hypophthalmus).
Pada 1998 ia berhasil menemukan formula yang pas dan membangun pembenihan (hatchery ) berkapasitas 200 akuarium. Untuk memperbesar volume produksi dan pasar, ia membina 30 petani ikan yang terdiri dari breeder, pendeder, dan petani ikan konsumsi.
Dipasok Mitra
Dengan modal ketekunan dan keingintahuan yang kuat, Sa’irin terus mencoba memijahkan patin. “Saya beli induk dan coba suntik sendiri. Awalnya nggak bisa, dan banyak gagal,” kenang Bejo, sapaan akrabnya. Saat itu, breeder umumnya tertutup tapi ia tidak putus asa dan terus mencoba.
Setelah dua tahun mencoba, ia berhasil memijahkan patin secara komersial. Jenis ikan yang dipijahkannya pun kian beragam. Setelah patin, menyusul kemudian bawal air tawar (Colossoma macropomum), nila (Oreochromis niloticus), gurami (Osphronemus gouramy), dan lele dumbo (Clarias gariepinus).
“Begitu berhasil memijahkan ikan sendiri, pasar yang selama ini saya bina juga sudah mulai bagus sehingga permintaan terus meningkat,” katanya lagi. Dengan para petani binaannya ia mempunyai pola kerjasama yang sama-sama menguntungkan. “Dari total produksi sebesar 10 juta ekor/bulan, produksi saya hanya 1 juta ekor benih per bulan,” beber Sa’arin membuka rahasia. Sembilan juta ekor lainnya ia peroleh dari para petani yang menjadi mitranya.
Benih ukuran ¾ inci ia beli dari petani seharga Rp60/ekor, ukuran 3 inci dipatok Rp250—Rp350/ekor. Sementara harga patin konsumsinya Rp7.200/kg. Biaya produksi benih ukuran 3/4 inci (14 hari) adalah Rp30/ekor, ukuran ¾--3 inci Rp50/ekor, sedangkan biaya produksi patin konsumsi per kilogram kurang lebih Rp6.500/kg.
Pasar Antarpulau
“Pemeliharaan ikan saya putar dari satu petani ke petani binaan yang lain,” terang Sa’arin. Ia memproduksi benih patin ukuran ¾ inci dan membeli dari breeder. Kemudian benih-benih ini dipindahkan pemeliharaannya ke petani pendeder sampai ukuran 3 inci, dan selanjutnya dibesarkan oleh petani lainnya.
Benih dijual di Pasar Parung dan beberapa wilayah Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Ciamis, dan Cianjur. Sedangkan ikan konsumsi dilempar ke restoran-restoran, pemancingan, dan produsen sosis ikan yang ada di sekitar Bogor.
Seiring dengan berjalannya waktu, pasar tradisional dan lokal tidak lagi menjanjikan karena makin ketatnya persaingan. Petani binaannya makin pintar dan mereka pun ingin maju sehingga menjadi pesaing. “Silakan saja, asalkan bersaing secara sehat,” tegasnya. Walaupun tidak dapat ia pungkiri, hal itu membuat dirinya makin sulit mencari keuntungan.
Untuk itulah pada 2004 ia melebarkan sayap usahanya ke Pulau Sumetera, mulai dari Lampung, Palembang, dan Jambi. Awal tahun ini orientasi pasarnya merambah ke Pulau Kalimantan, yang meliputi Banjarmasin, Samarinda, dan Palangkaraya. Kini, penjualan benih ke antarpulaunya mencapai angka 60% dari volume produksi, sedangkan sisanya diserap pasar tradisional dan lokal.
Enny Purbani