Jumat, 28 Juli 2006

Indonesia Belum Pandemi Flu Burung

Para pakar dari berbagai lembaga internasional seperti WHO, FAO, Unicef, Universitas Hongkong, dan Center for Disease Control and Prevention (CDC) Atlanta,  melakukan pertemuan di Jakarta (26/6). Pertemuan selama 3 hari ini dilaksanakan oleh Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza.

Mereka berkumpul untuk melihat kembali situasi terkini kasus flu burung (Avian Influenza/AI) dan merumuskan rekomendasi tentang pengendalian penyakit AI di Indonesia. Menurut mereka, perkembangan virus flu burung di sini belum memasuki fase bahaya pandemi.

Koordinator Program Pengendalian Influenza Global dari WHO, Keiji Fukuda, mengatakan, konsultasi tersebut untuk memberikan masukan kepada pemerintah Indonesia dalam memperbaiki strategi nasional pengendalian flu burung. "Saya lihat pemerintah Indonesia telah mengambil langkah positif. Tapi masih perlu dilakukan peninjauan kembali situasi terkini penularan AI di Indonesia agar diketahui hal apa saja yang harus diprioritaskan untuk mengendalikannya," ungkap Fukuda.

Menurut Fukuda, strategi pengendalian AI masih harus disempurnakan. Mengingat kasus infeksi virus flu burung di Indonesia lebih kompleks dibandingkan di negara lain. "Di sini (Indonesia) kejadiannya sangat sporadis dan wilayahnya sangat luas," tambahnya.

Saat ini, Indonesia tidak hanya harus berusaha mengendalikan penularan virus AI pada hewan dan manusia. Tapi juga harus bersiap menghadapi peluang terjadinya mutasi virus H5N1 yang memungkinkan penularan virus antarmanusia. "Untuk itu diperlukan rekomendasi yang jelas berdasarkan situasi terkini yang ada di sini," kata Fukuda.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan WHO Indonesia, George Peterson mengatakan, rekomendasi diperlukan untuk membantu pemerintah Indonesia dalam membuat kerangka kerja pengendalian AI flu burung yang efektif. Peninjauan kembali strategi pengendalian AI, lanjut dia, penting dilakukan guna menyempurnakan strategi sebelumnya.

Peterson berharap, dari pertemuan konsultasi tersebut, skala masalah dan kesulitan pengendalian penularan AI di Indonesia dapat diidentifikasi dengan jelas. Sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan prioritas tindakan yang harus diambil.

 

Aburizal Bakrie, Menko Kesra, mengingatkan, Indonesia masih dianggap belum maksimal dalam mencegah dan memberantas flu burung. Karena itu, pihaknya mencanangkan program National Strategic Plan to Prevent and Control of H5N1. Program ini bekerjasama dengan WHO, FAO, dan lembaga kesehatan dunia lainnya.

 

Tidak Ada Alasan Khawatir

 

Menurut Fukuda, flu burung di Indonesia masih sama dengan kasus AI di negara lain, berada di tingkat tiga. “Hingga kini tidak ditemukan kasus baru AI di dunia, maka tidak ada alasan untuk mengkhawatirkan pandemi flu burung,” ujarnya.

Kesimpulan lain dari pertemuan itu menyebutkan, kasus flu burung di Tanah Karo (Sumut) tidak ditemukan bukti adanya kluster, melainkan penularan dari hewan peliharaan. Virus H5N1 yang ada di Indonesia belum bermutasi ke bentuk lainnya.

 

Walau demikian, menurut Sekjen Komnas Pengendalian Flu Burung, Bayu Krisnamurthi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan penularan virus AI pada hewan dan manusia. Namun, selain harus berhadapan dengan masalah keterbatasan dana, pemerintah hingga saat ini masih mengalami kesulitan dalam menanamkan pemahaman tentang bahaya infeksi virus flu burung kepada masyarakat.

Ada  tiga tantangan besar yang harus dihadapi pemerintah, yakni masih rendahnya pengetahuan masyarakat, kesulitan mengkomunikasikan berbagai informasi mengenai AI, dan kesulitan untuk meningkatkan kewaspadaan tanpa menimbulkan kepanikan.

Tri Mardi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain