Tanaman yang kini sudah ditanam di 17 provinsi di Indonesia, menampung dua juta pekerja dan petani. Pada 2004, total tanaman sawit di Indonesia mencapai 5,3 juta hektare dengan produksi 11,4 juta ton crude palm oil (CPO) dengan pendapatan US$4,43 miliar dan revenue yang diterima pemerintah, US$42,3 juta.
Jangankan Indonesia dan Malaysia, Singapura pun kepincut menggarap kelapa sawit. Kendati pertanian dan perikanan hanya menyumbangkan 0,5% dari GDP negara kepulauan itu dan menampung 0,3% tenaga kerja dan hanya 3% lahan di sana dijadi-kan pertanian, komoditas itu tetap saja menarik minat mereka.
Dua perusahaan di sana kini akan menginvestasikan modal US$80 juta untuk membangun kebun sawit untuk memproduksi biodiesel. Dari total itu, US$50 juta akan diinvestasikan antara Wilmar Holdings dan Archer Daniels Midland Company dan akan beroperasi pada akhir 2006. Pada saat yang sama, Peter Cremer GmbH dari Jerman juga tengah menyiapkan perkebunan sawit dengan biaya sekitar US$20 juta.
Memang, bukan karena permintaan minyak kelapa sawit yang melonjak sehingga perkebunan sawit siap untuk terus mengucurkan dolar AS. Tapi karena semakin besar permintaan biodiesel asal kelapa sawit, membuat pertumbuhan kelapa sawit layak untuk terus dikembangkan.
Karena itu, jika pemerintah berniat untuk mendongrak pendapatan negara dari kelapa sawit termasuk mengurangi laju angka pengangguran, pe-merintah sebaiknya tidak menciptakan kebijakan yang me-nambah persoalan. Sebab, kendati menyumbangkan banyak uang kepada negara ini, sejujurnya, industri sawit, hidup di tengah situasi yang membuat pundak pengusaha terasa diganduli beban teramat berat.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mendukung komoditas unggulan itu agar semakin maju, sebaiknya mengurangi sikap 'lintah darat'. Mengisap dan mengisap, sehingga industri itu mirip sapi perah yang ujung-ujungnya sekarat lalu mati. Kasus pajak ekspor (PE) dan retribusi yang dikeluarkan pemerintah daerah sudah cukup menyulitkan para pengusaha di industri itu. Di mana akibatnya nilai jual produk CPO Indonesia di pasar ekspor menjadi tidak kompetitif.
Pemerintah sebaiknya membantu melakukan upaya re-planting sejumlah tanaman yang sudah berusia tua, sehingga mendorong yield tanaman. Memberikan kredit suku bunga kepada petani kelapa sawit sebesar Rp200 miliar yang diungkapkan Mentan Anton Apriyantono seusai menemui Wapres Yusuf Kalla, mungkin langkah realistis.
Apalagi jika kredit itu benar-benar diterima petani, bukan dimanfaatkan oleh swasta besar atau BUMN, yang menjadikan petani hanya sebagai tameng untuk memperoleh kucuran kredit berbunga murah itu.
Sumber: Bisnis Indonesia