Ia mengatakan, kawasan hutan secara keseluruhan di Sulawesi Selatan tinggal 27 persen tutupannya, termasuk kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Hak penguasaan atas hutan di Sulsel, menurut MS Ka`ban, sudah banyak yang tutup, sehingga banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Sinjai, Sulsel adalah peninggalan dari pengelolaan hutan yang tidak baik dalam 30 tahun terakhir.
MS Ka`ban mengakui, di Kabupaten Sinjai, Sulsel ada pengalihan lahan dari hutan perkebunan rakyat, seperti perkebunan cokelat dan perkebunan kelapa sawit. Namun banjir bandang yang terjadi adalah akumulasi dari pengelolaan hutan yang lama dan bukan disebabkan oleh pembukaan lahan yang baru.
Ia mengingatkan, apa yang terjadi di Kabupaten Sinjai adalah sinyal untuk rakyat Indonesia, apabila terjadi hujan lebih dari tiga jam dan tutupan hutannya tinggal sedikit, maka warga harus waspada. "Hal ini adalah peninggalan selama 30 tahun dari pengelolaan hutan harus diakui tidak baik," ujarnya.
Lebih lanjut MS Ka`ban mengungkapkan, saat ini yang diperlukan adalah gerakan massal uintuk merehabilitasi bersama kawasan hutan. Pasalnya, jelasnya, kesempatan Indonesia untuk menanam dibandingkan dengan kecepatan degradasi hutan adalah tiga kali lipat. Dimana, ia menambahkan, degradasi hutan hampir 28 juta pertahun, sedangkan kemampuan pemerintah untuk menanam hutan kembali adalah 600 ribu hektar pertahun. (dir)
Sumber: elshinta