Senin, 19 Juni 2006

Impor Paha Ayam Dibuka, Indonesia Rugi Rp7 Triliun

Mengapa CLQ (chicken leg quarter-paha utuh) impor mengancam produk ayam lokal?

 

CLQ di negara pengekspornya kurang diminati dibandingkan bagian dada sehingga harganya hanya 15—45% dari harga dada ayam. Harga CLQ yang murah sebenarnya disubsidi oleh harga dada ayam. Produksi total CLQ Amerika Serikat diperkirakan mencapai 2 juta ton pada 2005, sementara produksi Indonesia secara total baru sekitar 1 juta ton. Karena harganya yang murah dan jumlahnya relatif besar,  sebagian produk paha ayam ini dijadikan bahan baku pakan ternak dan sifatnya hanya produk sampingan.

 

Menurut perhitungan awal, harga (C&F) CLQ eks USA pada Agustus 2005 sekitar Rp6.500,00. Harga ini hanya sekitar 40—45% dari harga produk daging ayam di pasar domestik yang berkisar Rp12.000,00/kg. Artinya, potensi produk CLQ eks impor ini membanjiri pasar lokal sangat besar dan berdampak luas.

 

Apa perkiraan dampak luas yang akan terjadi?

 

Bila CLQ impor masuk ke pasar lokal, dampak langsung yang terjadi adalah harga daging ayam di pasar akan terdesak turun mendekati harga keseimbangan sekitar harga CLQ. Bila produksi daging ayam sekitar 1 juta ton/tahun dan harganya Rp12.000,00/kg, maka omzet per tahun sekitar Rp12 triliun. Setiap penurunan harga daging ayam di pasar lokal sebesar Rp1.000,00 menimbulkan kerugian ekonomi langsung sekitar Rp1 triliun. Jika harga keseimbangan pasar lokal turun menjadi Rp7.000,00, maka kerugian ekonomi langsung sekitar Rp5 triliun. Walaupun dapat dikatakan, kerugian ekonomi bagi peternak ditransfer menjadi keuntungan ekonomi sementara bagi konsumen, tapi hal ini tidak adil bagi peternak lokal.

 

Keuntungan bagi konsumen hanya sementara, karena akibat harga yang tertekan membuat industri perunggasan tidak mampu berproduksi. Jika demikian adanya, harga produk daging ayam dalam negeri akan meningkat bahkan bisa melebihi harga sebelum CLQ masuk. Rusia dan Filipina dapat dijadikan contoh yang industri perunggasannya mengalami kesulitan besar karena mengizinkan impor CLQ.

 

Kerugian ekonomi lanjutan jauh lebih besar dan secara total bersih (net total) menjadi kerugian ekonomi (loss) adalah dampak lanjutan dari penurunan harga. Penurunan harga ini diperkirakan akan menurunkan tingkat keuntungan usaha budidaya peternakan ayam, yang selanjutnya menurunkan produksi dan skala usaha. Penurunan ini berdampak langsung pada penurunan permintaan akan bahan baku budidaya peternakan ayam seperti pakan, bibit (DOC), vaksin, dan obat-obatan. Penurunan permintaan akan pakan menurunkan permintaan bahan bakunya seperti jagung, kedelai, tepung ikan, dedak, dan lainnya.

 

Penurunan permintaan pakan 10% saja nilainya lebih dari Rp1,54 triliun (omzet per tahun 7 juta ton dengan rata-rata harga Rp2.250,00/kg), ditambah penurunan permintaan anak ayam (DOC) sebesar 10% bernilai sekitar Rp250 miliar (1 miliar DOC dengan rata-rata Rp 2.500,00/ekor), dan ditambah kerugian sekitar Rp200 miliar dari penurunan permintaan akan vaksin, obat-obatan, dan vitamin mineral. Perkiraan terendah total kerugian ekonomi lanjutan per tahun lebih dari Rp2 triliun. Sebenarnya tanpa tekanan impor CLQ, agribisnis peternakan nasional juga sudah mengalami tekanan yang besar sekali akibat flu burung dan kenaikan BBM.

 

Selain itu, kerugian apa lagi yang kita derita?

 

Penurunan permintaan akan bahan baku pakan yang sebagian besar dihasilkan oleh sektor pertanian dan perikanan. Setiap tahun dibutuhkan hampir 4 juta ton jagung, 1 juta ton dedak, dan 0,5 juta ton tepung ikan. Penurunan akan permintaan bahan baku pakan ini menyebabkan penurunan harga jagung, kehilangan pendapatan tambahan petani padi dari hasil penjualan dedak, dan penurunan harga tepung ikan. Gangguan terhadap harga dan permintaan komoditas ini sangat mudah memicu reaksi protes keras dan  resistensi dari kalangan kaum petani.

 

Hal tersebut jelas lebih berdampak politis dan ekonomis, yang justru saat ini sangat tidak kita harapkan di tengah kondisi dan target pemerintah untuk berupaya keras menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran. Agribisnis peternakan ini menyerap hampir 2,5 juta orang dan menghidupi sekitar 10 juta orang. Jumlah ini akan melonjak lagi bila kita perhitungkan jumlah pemasok bahan baku. Bayangkan bila mereka kehilangan pekerjaan akibat impor CLQ. Jangankan 2,5 juta orang, tambahan pengangguran 100 orang saja saat ini sudah merupakan hal yang harus dihindarkan.

 

Namun apakah tanpa impor kita mampu memenuhi kebutuhan sendiri?

 

Pasokan nasional masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan nasional saat ini. Kapasitas terpasang industri perunggasan nasional kita juga masih belum mencapai puncaknya, yang artinya masih bisa kita genjot bila diperlukan tambahan permintaan produk daging unggas. Bahkan untuk produk ayam utuh (whole chicken) sebenarnya kita masih bisa bersaing di pasar internasional.

 

Jika begitu, apa yang sebaiknya dilakukan terhadap agribisnis perunggasan kita?

 

Pemerintah harus mampu melindungi sekaligus meningkatkan daya saing produk peternakan nasional (promotion and protection policy). Kebijakan proteksi diarahkan untuk melindungi para peternak nasional dari praktek-praktek perdagangan internasional yang tidak adil dan berbarengan dengan itu menfasilitasi dan mendorong peningkatan daya saing produk nasional untuk dapat bersaing dalam perdagangan internasional yang terbuka dan adil (free and fair trade). Selanjutnya baca Suara Agribisnis edisi: 13, Perunggasan Butuh Perlindungan Berlapis.

 

Pemerintah mempertahankan dan memperjuangkan agar kebijakan melarang masuknya produk tersebut sebelum dilakukan peninjauan menyeluruh (overall review) di negara pengekspor produk tersebut. Sudah menjadi kewajiban pemerintah Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam untuk memastikan semua impor produk daging harus halal. Artinya, sepanjang produk itu memenuhi persyaratan halal, maka produk tersebut dapat masuk ke Indonesia.

 

Kebijakan tersebut saat ini juga didukung oleh kondisi di beberapa negara bagian dari negara yang berniat untuk mengekspor CLQ sedang terkena serangan penyakit virus H5N2. Berdasarkan aturan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), pelarangan impor dari negara tersebut dibenarkan. Di samping itu, pemerintah perlu menuntut perlakuan perdagangan yang sama dan adil dalam hal ekspor produk daging ayam ke negara yang berkeinginan mengekspor CLQ ke Indonesia. Artinya, Indonesia juga dapat menuntut perlakuan dan akses yang sama untuk  mengekspor produk dada ayam ke negara pengekspor CLQ.

 

Untung Jaya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain