Senin, 5 Juni 2006

Pembenihan Redclaws Satu Siklus Kembali Modal

Sejak beberapa waktu lalu lobster air tawar telah berubah fungsi dari penghias akuarium menjadi sumber pangan lezat dan bernilai tinggi. Satu kilogram lobster air tawar jenis cakar merah (red claws) ukuran 10 ekor/kg laku dijual dengan harga Rp200.000,00—Rp250.000,00. Inilah yang dimaksud real market oleh Sugeng. Lobster air tawar kini  menjadi komoditas konsumsi yang menguntungkan untuk diusahakan.

 

Mulai dari Pembenihan

Berbekal keyakinan itulah, Sugeng yang juga seorang pegawai di perusahaan pemasok komponen pesawat terbang, berani mengambil risiko membuka usaha budidaya lobster air tawar. Jenis red claws menjadi pilihannya dengan berbagai pertimbangan. Antara lain, suhu optimal pemeliharaannya cocok dengan lingkungan farm-nya, yakni 26—30oC.  Berbeda dengan lobster air tawar asal Papua (Cherax monticola) misalnya,  yang memerlukan suhu lingkungan di bawah 24oC agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Harga lobster air tawar relatif tinggi karena biota asal Australia tersebut diprediksikan menjadi pengganti lobster laut yang pasokannya masih mengandalkan dari tangkapan alam. “Kalau kita bicara lobster, memang sedikit berbeda dengan udang. Imej orang terhadap lobster adalah high-end, jadi kalangan tertentu saja konsumennya,” jelas Sugeng.

Bersama seorang rekannya, ia berbagi tugas. Sang rekan menyuplai benih lobster air tawar, sedangkan ia sendiri menangani pembesaran. Sayangnya, rencana tidak berjalan dengan mulus karena rekannya itu kesulitan dalam memproduksi benih lobster air tawar yang diinginkannya, yakni 10.000 ekor/bulan. “Akhirnya saya memutuskan berkonsentrasi ke pembenihan dulu dengan menghasilkan benih yang berkualitas,” ujarnya lebih jauh. Bermodalkan 200 ekor induk red claws (Cherax quadracarinatus), ia mampu menghasilkan benih lobster air tawar ukuran 1—2 inci sekitar 10.000 ekor/bulan.

 

BEP dalam Satu Siklus

Seleksi induk menjadi salah satu bagian terpenting usaha pembenihan lobster air tawar. Untuk itulah ia sangat selektif dalam memilih calon induk. Pasalnya, induk yang baik bukan hanya ukurannya besar tetapi umur dan jumlah telurnya juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas benih lobster air tawar yang dihasilkan. “Kalau telur yang dihasilkan hanya 100—200 butir per ekor, perlu berapa induk untuk menghasilkan 10.000 ekor benih? Induk yang baik, paling tidak mampu bertelur 600 ekor per siklus, sehingga efisien,” ujar Sugeng.

Setelah induk dipijahkan (dikawinkan), perlu waktu 4 bulan untuk mendapatkan benih ukuran 2 inci.  Setelah memijah dan mengandung telur, induk lobster air tawar masuk ke dalam fase menggendong telur. Meskipun telur sudah menetas, induk tetap melindungi “bayinya” dalam gendongan sampai cukup besar dan  kuat untuk memisahkan diri dari pelukannya. Lama fase pemijahan induk sampai dengan benih lepas dari induknya berlangsung selama 2 bulan. Sedangkan fase lepas induk hingga benih berukuran 2 inci memakan waktu 2 bulan.

Dalam kurun waktu 4 bulan atau satu siklus, Sugeng yakin modal usahanya sudah bisa kembali. Dengan modal satu set induk yang terdiri dari 5 betina dan 3 jantan seharga Rp2 juta rupiah, ia dapat menghasilkan 3.000 butir telur. Dengan asumsi, panen benih lobster ukuran 2 inci sebanyak 2.000 ekor dan harga Rp3.000,00/ekor,  ia dapat mengantungi Rp6 juta/siklus. “Dikurangi dengan biaya induk Rp2 juta, pembelian akuarium atau bak Rp3 juta, biaya pakan, listrik,  serta biaya lain-lain Rp1 juta, maka dalam satu siklus modal usaha sudah kembali,” terang pria berlatarbelakang teknik sipil itu. Untuk menangani satu set induk beserta benihnya, lanjut dia, tidak perlu tenaga kerja khusus.

Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar usaha pembenihan berjalan dengan baik, antara lain ganti kulit (moulting) dan kebutuhan oksigen terlarut yang relatif tinggi. Moulting bisa disebabkan oleh kekurangan atau malah kelebihan pakan. “Tapi yang lebih berbahaya adalah overfeeding (kelebihan pakan) karena dapat menyebabkan kematian massal,” papar Sugeng. Oleh sebab itu ia lebih memilih mengurangi pemberian pakan dengan risiko pertumbuhan benih lebih lambat tetapi dijamin lebih aman dibandingkan kelebihan pakan. 

Selain itu, bisa juga ditambahkan pelindung (shelter) berupa ikatan potongan tali rafia sebagai tempat lobster bersembunyi saat ganti kulit agar terhindar dari kanibalisme sesama lobster. “Lobster yang lepas dari ‘cangkangnya’ langsung loncat sehingga paralon tidak memungkinkan sebagai tempat moulting,” Sugeng mengomentari pembudidaya lain yang memanfaatkan paralon. Untuk memasok oksigen terlarut ke dalam air,  digunakan aerator yang berlangsung terus menerus. Dengan padat tebar 200—300 ekor/m2, benih lobster cukup diberi pakan berupa cacing sutera sampai kenyang pada awal pemeliharaan dan pellet remah (crumble) secara bertahap. Agar pertumbuhan benih cepat, Sugeng menggunakan pellet udang vanname yang berprotein tinggi.

 

Enny

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain