Foto: BPN
Indonesia turut berperan aktif pada penguatan sistem pengelolaan cadangan beras regional
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) – Perubahan iklim dan menurunnya perekonomian akibat konflik global dapat menjadi penyebab terjadinya kelaparan dan kerawanan pangan. Terlebih harga pangan global semakin meningkat sejak 2021 dan diperkirakan akan terus mengalami eskalasi.
Situasi ini dapat menimbulkan kerawanan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat, tidak terkecuali di kawasan ASEAN. Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memaparkan hal ini saat memberikan pidato dalam ASEAN Business & Investment Summit (ABIS) 2023 di Jakarta, Minggu (03/09/2023).
“Kami di Indonesia melalui NFA terus mengembangkan cadangan pangan dan sistem distribusi untuk stabilisasi rantai pasok dan harga pangan, termasuk menyasar ke daerah rawan dan rentan pangan. Selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa ASEAN butuh strategi taktis di tengah kondisi dunia yang sedang tidak baik seperti saat ini, untuk itu diperlukan kerja sama yang solid antarnegara. Tentu kami mendorong perwujudan itu, terutama untuk pengentasan kerawanan pangan dan membentuk ketahanan pangan di kawasan,” ujar Arief.
Tahun ini Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah penyelenggaran pertemuan The 43rd Meeting of ASEAN Food Security Reserve Board (AFSRB) dan menginisiasi "ASEAN Leader’s Declaration on Strengthening Food Security and Nutrition in Times of Crises". Dari situ, harapannya dapat memberi dorongan strategis guna memperkuat ketahanan pangan di ASEAN pada saat situasi darurat melalui integrasi antara aspek produksi pangan, rantai pasok, dan logistik.
“Indonesia turut berperan aktif pada penguatan sistem pengelolaan cadangan beras regional melalui ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve (APTERR) dengan berkomitmen menyediakan beras sebanyak 12 ribu ton yang siap di distribusikan kepada negara yang membutuhkan. Kalau di kawasan ASEAN, harusnya kita yang bisa diandalkan soal pangan. Thailand dan Vietnam memang dinilai surplus, namun produksi kita masih lebih tinggi,” tambah Arief.
Lebih lanjut, Arief turut pula mengenalkan kampanye ‘Belanja Bijak’ yang konsisten digaungkan oleh NFA di Tanah Air. Gerakan persuasi ini mengajak masyarakat untuk berbelanja bahan pangan secara bijak dan sesuai kebutuhan seperti kondisi normal, tidak mubazir.
Pada kesempatan yang sama, Former Secretary of Agriculture of the Philippines William Dar menyampaikan pidato yang mendorong ASEAN agar dapat mengharmonisasikan dan menyelaraskan kebijakan antarnegara menuju kerja sama dagang yang didambakan, terutama di bidang pangan. Ini merujuk karena pangan merupakan kebutuhan mendasar manusia dan sebagai landasan stabilitas ekonomi dan sosial.
Ditemui wartawan selepas acara, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi turut membicarakan isu ketahanan pangan. “Forum ASEAN di dalam tadi turut menaruh perhatian pula pada food resilient atau ketahanan pangan. Terkait itu, saya tertarik pada pernyataan dari Ibu Heliati (Founder Javara) yang mengatakan bahwa Indonesia itu memiliki hutan tropis dan bagaikan supermarket tanpa bill tagihan. Semua jenis tanaman dapat tumbuh di sini. Dengan itu, demi ketahanan pangan nasional kita, pilihannya tidak lain adalah melakukan berbagai upaya peningkatan produksi dalam negeri,” ucap Arief.
Sebagaimana diketahui, pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah menaikan anggaran ketahanan pangan sekitar 7,8% dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp108,8 triliun. ”Telah banyak upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Mulai dari membangun reservoir, waduk, embung, sumur bor, sampai saluran irigasi. Tahun depan pemerintah siapkan anggaran 108,8 triliun rupiah. Dari itu memang tidak semua ada di NFA, tapi tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Ke depannya masyarakat agar dapat mengawal eksekusi program-program tersebut secara bersama-sama,” pinta Arief.
Arief turut menuturkan perkembangan isu pangan nasional belakangan ini. “Hari ini petani senang dengan Harga Acuan Pembelian (HAP) di Tingkat Produsen yang telah ditetapkan NFA. Itu memang tugas kami untuk secara cermat menghitung berapa harga pokok produksi dan margin petani. Yang terpenting dan harus didahulukan memang kalangan petani. Kalau di tingkat pertama sudah tertata baik, berikutnya tentu ke tingkat selanjutnya,” urainya.
“Terkait realisasi bantuan pangan, pada September ini, Presiden sudah menyetujui untuk kembali menggelontorkan bantuan pangan beras sebanyak 640 ribu ton kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam bentuk 10 Kg beras per KPM. Lalu ada pula bantuan pangan untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS) berupa daging ayam ras dan telur ayam ras kepada 1,4 juta KRS. Semua bantuan akan dilaksanakan selama tiga bulan ke depan,” pungkas Arief.
Sabrina Yuniawati