Foto: Kementerian Pertanian
Target produksi beras dalam negeri mencapai 30 juta ton
JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) - Menyikapi kebijakan India yang melarang ekspor beras non-Basmati mulai 20 Juli 2023, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyatakan, hal ini tidak akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan nasional. Pasalnya, pemerintah telah mempersiapkan berbagai langkah untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras.
"Dipastikan bahwa Indonesia memiliki stok cukup, hitungannya carry over dari 2022 ke 2023 itu ada sekitar 4 juta ton, kemudian dari amatan KSA (Kerangka Sampel Area) produksi lebih dari 2,8 juta ton amatan bulan Mei, jadi optimis beras aman," ujarnya, Jakarta (24/07).
Arief mengungkapkan, sesuai arahan Presiden pada Ratas Kabinet Selasa (18/07/2023), NFA telah mempersiapkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang pemenuhannya diprioritaskan bersumber dari dalam negeri. Penugasan pengadaan CBP sebanyak dua juta ton yang dilakukan melalui importasi Perum Bulog bersumber dari beberapa negara, tidak termasuk India. Bahkan menurutnya, pemerintah India yang menawarkan dilakukannya trade balancing dengan Indonesia.
"Trade balance India itu dengan Indonesia kalahnya besar, sehingga teman-teman dari India ini mengharapkan kita itu Importasinya salah satunya dari India, jadi memang mereka sendiri yang meminta pemerintah Indonesia untuk menyeimbangkan atau trade balance karena ekspor CPO kita jauh lebih besar," ungkapnya.
Arief melanjutkan, untuk mengantisipasi menurunnya jumlah ketersediaan beras akibat El Nino, saat itu Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajaran kabinetnya untuk mempersiapkan segala sesuatu dengan baik dari upaya deteksi dini, teknologi modifikasi cuaca, hingga penyiapan waduk dan sumur bor.
"Salah satu arahan Presiden, Menteri Pertanian diminta untuk mempercepat tanam dan mempersiapkan produksi, serta penyaluran pupuk, sedangkan NFA diminta mengkalkulasi berapa kebutuhan dan dipenuhinya dari mana," terangnya.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, target produksi beras dalam negeri mencapai 30 juta ton. Saat ini stok Bulog berada di angka 735.000 ton ditambah realisasi Importasi sekitar 500.000 ton karena masih dilakukan penyerapan dari dalam negeri dan impor dilakukan hanya untuk balancing. Pemanfaatan CBP dalam tiga bulan terakhir untuk bantuan pangan beras sebesar 640.000 ton ditambah Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) 600.000 ton, telah memberikan andil positif dalam pengendalian inflasi. Untuk itu akan dilakukan intervensi lagi pada tiga bulan mendatang kepada 21,353 juta KPM, masing-masing sebanyak 10kg.
"Presiden juga memerintahkan, melalui penugasan dari NFA kepada Perum Bulog untuk menyerap 2,4 juta ton sehingga balance stok Bulog yang dibawa ke 2024 itu nantinya sebesar 1,2 juta ton." paparnya.
Saat ini Badan Pangan Nasional telah menyesuaikan harga gabah dan beras sekitar 20% untuk menjaga keseimbangan baru. Arief berharap melalui penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) tersebut, keberlangsungan industri perberasan nasional bisa terus terjaga stabil baik di tingkat petani, penggilingan, hingga pedagang. Harga gabah kering panen (GKP) yang sebelumnya Rp 4.200 menjadi Rp 5.000/kg dan beras premium di wilayah sentra produksi dari Rp 12.800 menjadi Rp 13.900/kg.
"Bahwa komponen-komponen yang berpengaruh pada produksi seperti biaya sewa lahan, pupuk, hari orang kerja, dan BBM itu naik sehingga memang harus kami sesuaikan," ujarnya.
"Perintah Bapak Presiden Harga itu harus wajar di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen. Tidak boleh harga di hulu terlalu rendah dan harga di hilir tidak boleh terlalu tinggi," imbuhnya.
Sementara itu ditegaskannya, pelaksanaan impor dilakukan untuk mengantisipasi risiko instabilitas pangan baik akibat dampak El Nino, kondisi geopolitik dan lingkungan global, maupun untuk menjaga daya beli masyarakat. Oleh sebab itu ia menyatakan bahwa impor yang dilaksanakan pada saat ini, dilakukan secara terukur sehingga petani tidak perlu khawatir, harga gabah akan dijaga tetap wajar.
"Tentunya kita prioritaskan produksi dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan nasional secara umum masih dipenuhi dari dalam negeri. Importasi dilakukan hanya untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan," tutupnya.
Sabrina Yuniawati