Foto: Andre Siswanto
Kandang tanpa sekam cegah bakteri
Untuk mendapatkan keuntungan optimal, peternak perlu memperpendek rantai dan mempraktikkan manajemen yang baik.
Peluang bagi peternak itik pedaging untuk memasok ratusan penyedia kuliner bebek sangat terbuka.
Saat ini paling tidak ada tiga segmen pengguna, yakni warung bebek madura dan penyetan yang lebih banyak menggunakan bebek afkir petelur atau bebek jantan muda; restoran kelas menengah pengguna bebek pedaging hibrida; dan resto kelas premium yang meminta bebek pedaging unggul seperti Peking.
Mau Pilih Mana?
Menurut L. Hardi Prasetyo, pakar itik, saat ini peternak bisa mendapatkan bibit itik umur sehari (DOD) pedaging dari tiga perusahaan dan pembibit lain berskala kecil. PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk., PT Malindo Feedmill Tbk., dan PT Putra Perkasa Genetika (PPG). Dua yang pertama menyediakan strain Peking, sedangkan yang ketiga memproduksi strain hibrida Gunsi 888.
Masih menurut Hardi, strain Peking memang pedaging unggulan. “Pada 2004-2018 pada umur 46 hari strain ini mencapai bobot hidup 3 kg. Saat ini bobot yang sama dicapai dalam 36 hari saja. Konversi pakannya (FCR) juga sudah membaik dari 2,5 menjadi 1,8. Sekarang hibrida lokal kita umur potong 42 hari mencapai 1,8 kg. FCR 2-2,2. Ini masih ada peluang diperbaiki,” jabarnya.
Sebenarnya Balai Penelitian Ternak Ciawi sudah menghasilkan itik hibrida PMp silangan Peking jantan dan Mojosari putih betina. “Kualitas itik PMp sudah mirip sekali dengan Peking dari tampilan luar. Dari kandungan komponen nutrisinya hampir sama dengan itik peking. Hanya saja bobotnya kurang tapi sebenarnya konsumen kita menghendaki ukuran yang tidak terlalu besar,” ulas alumnus S1 Statistika IPB University itu.
Sementara itu, Renaldy Anggada, Dirut PPG menyatakan optimis peluang bebek pedaging makin moncer. “Produk kami, Gunsi 888 merupakan hasil riset Ang Hendra, yaitu hasil persilangan itik Khaki Campbell dan Peking,” ujarnya.
Optimismenya itu paling tidak dilandasi laris manisnya DOD Gunsi 888, bahkan peternak harus inden untuk mendapatkannya. “Pada 2023 kami akan memproduksi 26,4 juta DOD Gunsi 888. Kami juga akan menambah indukan Grand Parent dan Parent Stock sehingga mampu memproduksi 29 juta ekor DOD per tahun pada 2024,” ucap Renaldy.
Manajemen
Ni Kade Astuti dan Agustisn Polana, dua peternak di Tajurhalang, Bogor, memelihara Gunsi 888. Menurut Agustin, yang termasuk penting dalam pemeliharaan itik adalah manajemen pakan, penyediaan air, dan pemberian herbal.
“Tidak seperti broiler yang diberi makan banyak bisa cepat habis, itik harus lebih sering, 3-4 kali sehari. Kami kasih 3 kali, pagi, siang, dan malam. Yang malam lebih banyak karena selang waktunya panjang ke waktu makan berikutnya,” ujar Tuti.
Pakannya dua macam, yakni Starter untuk umur 1-10 hari dan Finisher 11-40 hari. “Starter untuk umur 1-10 hari itu sebanyak 5 karung. Umur 11-20 hari itu 50-75 kg/hari. Umur 21-30 hari, 2-2,5 karung (sekarung 50 kg). Yang 31-40 hari, 3-4 karung. Konversi pakan ya 2 berarti pakannya 4 kg/ekor. Ya rata-rata 2,1 kg sih. Kami pernah coba mengurangi pakan tapi bebeknya jadi tidak merata 2 kg up seperti permintaan pasar,” rinci dia.
Sementara, penyediaan air minum harus sepanjang waktu. Namun, menurut Agustin, sebaiknya saluran air ditempatkan di bagian luar kandang. Alasannya, kalau di dalam itik akan banyak bermain air karena memang ternak ini termasuk unggas air. “Kalau terlalu banyak main air, target bobotnya tidak tercapai,” terang wanita yang sebelumnya lama berkarier di dua perusahaan pembibitan unggas ini.
Pemberian herbal (jamu), lanjut dia, diperlukan saat DOD baru masuk kandang sampai umur 7 hari. Dengan pemberian herbal, DOD baru datang tidak perlu diberi gula sebagai sumber energi. Itik sehat dan lincah tanpa perlu memberikan vitamin dan antistres. Pihaknya sudah memberikan jamu ini tiga periode dan hasilnya memuaskan.
Agustin menggunakan kandang postal dengan alas sekam. Sekam dijaga tetap kering agar tidak memicu berkembang biaknya bibit penyakit.
Sementara Andre Siswanto, peternak di Mojoagung, Jombang, lebih memilih kandang cor untuk proses brooding selama dua minggu. “Kandang brooding ini dibuat panggung dengan bagian bawah cor. Kotoran anak itik akan jatuh ke bawah dan disiram air dua kali sehari agar amoniak tidak menguap ke atas mengganggu itik. Setelah dua minggu barulah itik dipindah ke kandang pembesaran,” tutur Andre yang memilih DOD keluaran JAPFA.
Kandang pembesaran ini permukaannya tanah tanpa sekam. “Pertama dulu pakai sekam. Coba kita riset ternyata ada risiko terbentuk bakteri sehingga kita pakai sekam. Biayanya juga lebih besar untuk mengeruk terus saat panen. Untuk menjaga agar tetap kering, saluran air minum ditempatkan di bagian luar kandang miring ke bawah. Jadi, kalau air tumpah pun keluar,” jelas pemilik lahan seluas 1,5 ha itu.
Ia membidik target panen 1,6-1,7 kg agar karkasnya 1-1,5 kg saja. Umur pemeliharaan 42-45 hari. Tingkat kematiannya 3%-5%. Karena hanya menjual dalam bentuk karkas, Andre memotong di pihak ketiga dengan parting sesuai keinginan resto. Bebek muda ini menghasilkan daging yang lebih juicy. Ia mengajari pihak resto penyerap bebeknya untuk mengungkep dalam waktu 1-1,5 jam agar daging tidak hancur dan mengirit gas.
Tentang penyakit, ketiga peternak itu sepakat, itik lebih tahan dibandingkan ayam. Gangguannya paling lumpuh dan kotoran lembek. Flu burung tidak lagi jadi ancaman karena itiatu produsen bibit dengan yang lainnya.
Peni Sari Palupi