Bisnis kuliner ayam menjanjikan. Asal dikelola dengan baik, omzetnya sangat menggiurkan.
Nutrisi tinggi dan harga terjangkau membuat ayam menjadi salah satu comfort food yang bisa dinikmati siapapun, kapanpun, dan di manapun.
Maka, tidak mengherankan bila bisnis kuliner ayam olahan mengundang cuan. Resto C’BEZT Fried Chicken di Kebun Jeruk, Jakarta Barat misalnya, punya omzet Rp5 juta/hari. Bisnisnya bisa balik modal kurang dari sebulan. Bagaimana kisahnya?
Diminati
Mulanya Riri Ghaisani, pemilik resto C’BEZT di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Tangerang-Banten, serta Bandung-Jabar menuturkan, mau usaha distribusi daging ayam.
Pasalnya, Riri dan suami, Arya Ikhsansudah punya bisnis distribusi air minum. Mereka pun dipertemukan sang paman, Anton Prioutomo, dengan PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. ”Waktu itu ditawarin daripada distribusi daging mentah, kita (Japfa) tuh sekarang punya produk restoran,” bukanya.
Riri sempat menganggap itu seperti resto ayam goreng ternama dan kaki lima yang sudah ada. “Nah, waktu kita dikasih tahu dan dijelaskan lebih lanjut, ternyata ini jauh lebih besar,” seru perempuan kelahiran Jakarta, 27 November 1993 ini.
Berbekal hasil diskusi, Riri dan Arya mantap berbisnis kuliner ayam olahan berkonsep restoran. Mereka membuka resto C’BEZT pertama di Citra Raya, Tangerang pada Mei 2022 sebagai mitra PT Cipta Aneka Selera (CAS), mitra strategis Japfa.
Resto ini menyajikan makanan dengan lauk ayam olahan, seperti ayam goreng krispi, ayam bakar krispi, ayam selimut, ayam geprek, dan burger ayam.
”Sekarang berkuliner itu sangat diminati semua kalangan. Apalagi, orang-orang yang mencintai kuliner tidak hanya kalangan menengah atas tapi menengah ke bawah juga banyak. Mereka butuh tempat yang asyik dan menyenangkan untuk nongkrong,” ulas Riri.
Pendirian resto itu sangat singkat, hanya 1-2 minggu. CAS menyiapkan semua kebutuhan resto mulai dari desain hingga merekrut dan melatih karyawan. ”Itu yang menurut saya ternyata tidak serepot kalau franchise (waralaba). Kita nggak bayar ke CAS. Karyawan yang mau ditraining aja yang kita kasih uang. CAS helpful banget dalam hal kayak gitu,” lanjutnya.
Apalagi kerja sama ini tidak ada biaya royalti. Berbeda dengan sistem waralaba yang harus bayar royalti tahunan. Mitra CAS cukup mengeluarkan investasi dan membeli bahan baku resto. ”Bahan baku di CAS harganya kompetitif banget dibandingin kita nyari yang lain,” ungkap Riri.
Terlebih, Sarjana Ekonomi UI ini punya pengalaman buruk dengan waralaba makanan yang memaksa membeli bahan baku dengan margin tinggi. ”Itu yang saya nggak rasain di CAS. Kita pasti hitung-hitungan dulu di awal. Meski harus beli bahan baku, mereka ngasih harga kompetitif, bukan ngegetok,” bebernya.
Pasar
Dengan pelayanan prima, Riri makin semangat membuka resto berikutnya di Pondok Aren-Tangerang Selatan, Kebun Jeruk-Jakarta, dan Bandung-Jabar. ”C’BEZT ini masuk ke seluruh lini market. Enggak cuma restoran gede tapi mulai dari booth, restoran. Sampai skala restorannya pun beda-beda. Ada yang mini, ada yang besar,” kata Co-founder Aras Group itu.
Resto C’BEZT Kebun Jeruk ada di kawasan Universitas Esa Unggul dengan konsep indoor dan outdoor yang dilengkapi ruang rapat. Modalnya di atas Rp95 juta. Anton Prioutomo, CEO PT Aras Kuliner Indonesia mengungkap, dari keempat resto C’BEZT yang dikelola, omzet terbesar di Kebun Jeruk, lalu Bandung, Citra Raya, dan Pondok Aren. “(Omzet) di sini Rp5 jutaan/hari, hampir Rp7 juta. Bandung itu 40%-nya omzet di sini,” bukanya di resto C’BEZT Kebun Jeruk.
Menurut Anton, harga produk C’BEZT juga sangat terjangkau mahasiswa, berkisar Rp15 ribu/porsi. ”Di sini ada 14 kantin, harganya mirip-mirip tapi tetap, omzetnya bagus,” sambungnya.
Sesuai anjuran Dikti, saat ini mahasiswa yang masuk baru 75%. ”Omzet per bulan Rp100 juta sampai Rp150 juta. Tahun depan harusnya bisa Rp300 juta karena mahasiswa sudah hadir semua,” katanya.
Resto Citra Raya yang berada di kawasan perumahan juga ramai pembeli. Sementara, resto Pondok Aren menghadapi pasar sempurna dengan pesaing yang banyak dan perang harga.
”Ada yang setengah harga dari kita, Rp7.000. Kita Rp15 ribu. Taste sudah nggak dirasa. Jadi, pasar sempurna itu menengah bawah sekali juga ada. Harga yang lebih menentukan,” ulasnya.
Sebab itulah omzet Pondok Aren 10 kali di bawah Kebun Jeruk meski terletak di pinggir jalan raya dan area umum.
Riri menjelaskan, tim CAS membantu survei pasar dalam menghadapi persaingan. ”C’BEZT punya standardisasi. Nggak mungkin nurunin standar kualitas untuk bersaing pasar. Dengan pertimbangan itu, kita ada kampus di Tangerang, bisa nggak itu jadi tempat stock point, barang ambil dari situ untuk kampus kita di Tangerang,” urainya.
Menyadari C’BEZT sebagai merek baru, Riri menuturkan, mitra harus membantu mencari pasar yang sesuai agar kemitraan berjalan panjang. Terbesitlah membuat resto di kampus karena orang tua pemilik kampus Esa Unggul.
”Kita harus cari yang orang tidak ada pilihan, akan memilih kita. Kita masuklah ke kampus-kampus. Ketika masuk di kampus, pasarnya sudah ada juga,” tukasnya.
Selain itu, Riri menekankan, produk kuliner yang disajikan harus inovatif. ”Produknya itu harus selalu inovatif. Namanya anak-anak zaman sekarang itu ‘kan bosenan. Mereka itu kayak harus ada hal baru. Intinya harus ada kreativitas, inovasi baru, tanpa ada waste,” cetusnya.
Booth dan Resto
David Lamuda, Deputy of Head Division CAS mengatakan, setiap orang menginginkan produk murah dan berkualitas. CAS berupaya menghadirkan itu melalui kuliner ayam olahan. Perusahaan berbasis di Jatim ini membidik semua segmen dengan menghadirkan 3 merek, yaitu Yasaka, C’BEZT, dan WOWEVER.
Yasaka menggunakan booth untuk menjangkau tempat yang tidak besar atau pemain bisnis rumahan. ”Yasaka ini bisa dibilang untuk kemitraan fried chicken paling terjangkau, mulai dari Rp9 juta-Rp16,5 juta. Itu yang jadi nilai plus. Selain itu, kita juga menyediakan equipment yang bukan abal-abal.” ulasnya.
Peralatan yang dipakai seperti deep fryer dan shortening sebagai pengganti minyak goreng. “Itu yang menjamin hasil produk kita lebih bagus. Ayam krispinya juga lebih baik, secara kesehatan juga lebih baik,” tuturnya.
C’BEZT menggunakan konsep dine-in (makan di tempat). Sistemnya kemitraan tanpa royalti. Semua konsep dibantu mulai dari desain interior, pendaftaran di aplikasi belanja online, hingga pengawasan pasar. Investasinya mulai dari Rp95 juta.
Sedangkan, WOWEVER mengarah pada sajian riceball dengan protein hewani daging ayam, sapi, dan ikan. ”Ini belum kemitraan, baru resto milik kita sendiri dan jumlahnya masih terbatas,” lanjutnya.
Saat ini mitra Yasaka mencapai 1940-an sedangkan C’BEZT sebanyak 200 resto. CAS juga melengkapi mitra dengan mengembangkan POS (Poin of Sales) sebagai aplikasi kasir yang didukung tim IT. ”Itu free. Begitu investasi bayar, itu sudah termasuk di dalamnya tablet sama mesin printer dan programnya,” kata dia.
David menjamin semua mitra Yasaka dan C’BEZT mendapat pelayanan sama. ”Kita komitmennya di service level ke mitra-mitra selalu 100%. jangan sampai ada mitra yang kecewa. Mulut mitra adalah corong marketing kami,” pungkasnya tertawa.
Windi listianingsih dan Brenda Andriana