Foto: Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)
Peningkatan produksi jagung harus didukung ketersediaan stok dan keterjangkauan harga input produksi
Petani tidak menuntut harga tinggi karena khawatir menjadi alasan pemerintah untuk mengimpor jagung sehingga hargakembali jatuh.
Ketersediaan sarana input produksi yang terjangkau dan tepat waktu, jaminan serapan pasar, hingga program pemerintah yang fokus mendukung pengembangan jagung menjadi poin-poin penting untuk peningkatan produksi. Bagaimana fakta yang dialami petani jagung di Lampung?
Produksi
Menurut Amin Syamsuddin, Ketua Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Lampung Selatan(Lamsel), Lampung, biaya produksi jagung sekitar Rp12 juta/ha.
“Jika sewa lahan maka biaya produksi naik menjadi Rp13 juta/ha sebab sewa lahan Rp3 juta/tahun (3 siklus tanam). Besarnya biaya produksi karena petani melakukan proses pembajakan lahan menggunakan traktor yang sewanya Rp1,2 juta/ha sebelum MT(musim tanam) 1. Pada MT2 dan MT3 lahan sudah tidak perlu dibajak lagi,” katanya.
Tahun lalu, ungkap Amin,petani cuma menanam jagung 2 kali karena pertengahan tahun sudah musim kemarau. Saat ini petani bisa 3 kali tanam karena iklim kemarau basah. “Kemarau tetapi hujan masih turun meski agak jarang. Saat ini petani di Lamsel sudah memasuki MT3 yang diperkirakan panen akhir Agustus hingga November 2022,” ucapnya.
Abu Bakarmewakili Kelompok Tani Sesakai, Desa Gunung Terang, Kec.Kalianda, Lamselmenambahkan, biaya produksi menjadi mahal karena terjadi kenaikan harga benih, upah bajak dengan traktor, termasuk upah tenaga kerja. Upah mengupas jagung saja naik dari sebelumnya Rp500/kg menjadi Rp800/kg. “Ketika harga jagung turun seperti sekarang,dari Rp3.200/kg jadi Rp2.600-Rp2.700/kg, upahtersebut tidak bisa turun lagi,” imbuhnya kepada AGRINA (5/8).
Jika harga jagung MT1sebesar Rp3.200-Rp3.500/kgmaka penjualan 6 ton jagung sebesar Rp19,2juta–Rp21juta. Dikurangi biaya produksi Rp12 juta maka keuntungan sekitar Rp7,2 juta–Rp9 juta per musim dengan penghasilan sebulan berkisar Rp1,8 juta – Rp2,25 juta.Saat musim gadu produksijagung 5,8 ton/ha dan harganyaRp2.800/kg.Penghasilan petanihanya Rp1,36 juta/bulan.
Berdasarkan hitungan di atas kertas, ucap Amin, pendapatan sebesar itu naik dibandingkan 2 tahun sebelumnyadan harga saat panen rendeng. Namun saat uang itu dibelanjakan buat kebutuhan sehari-hari, kehidupan petani tak jauh berbeda.“Bisa jadi lebih susah sekarang dibanding sebelumnya karena harga hampir semua kebutuhan hidup sehari-hari naik menjulang tinggi,” bukanya.
Harga jagung MT1 mencapai Rp3.500/kg dan pada MT2 harganya cenderung turun,Rp2.800/kg. Padahal,kebiasaan selama ini pada MT2 dan MT3 harga jagung terus naik karena luas tanam berkurang dan produksi lebih rendah. Sebetulnya, kata Amin, petani bergairah melakukan perluasan tanam jagung dengan naiknya harga tapi terkendala keterbatasan pupukdan harga benih yang naik signifikan. Jika menggunakan pupuk nonsubsidi, selisih harganya jauh sekali,bisa 3 kali lipat.
“Harga urea subsidi Rp112.500/karung sementara nonsubsidi di atas Rp500 ribu/karung. Sedangkan, rata-rata harga benihseperti Sumo dan P-27sudah hampir Rp500 ribu/kantong 5 kg.Lagi pula, mau melakukan perluasan tanam juga tidak masuk dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) sehingga jika menggunakan pupuk nonsubsidi belum tentu untung,” urainya.
Meningkatkan produksi jagung, saran Amin,kuncinya ketersediaan pupuk dan harga jagung stabil.“Meski pupuk tersedia tetapi harga jual jagung terus turun maka petani juga tidak bersemangat. Pemerintah harus fokus.Jika memprioritaskan jagung,ya harus di-support penuh, jangan diganggu dengan komoditas lain,” tandasnya.
Saat lahan sudah ditanami jagung, tahun ini tiba-tiba Pemprov Lampung minta petani menanam kedelai700 ha. “Sewaktu rapat di pemrov pekan lalu, saya tanya berapa harga jualnya dan apa ada jaminan harganya. Justru pihak Distan (Dinas Pertanian) tidak bisa menjamin dan minta petani membantu pemerintah,” bebernya (5/8).
Tidak hanya pupuk, M.Nuh Raden Permata, Sekretaris Kelompok KTNA Lamselmenambahkan, bantuan benih jagung harus diberikan mencukupi, kualitasnya baik sesuai kondisi lahan, dan tepat waktu.“Jangan seperti selama ini,bantuan benih mutunya rendah karena harganya murah. Selain volumenya jauh dari cukup, datangnya sudah di atas MT2. Kapan lagi mau ditanam kemarau sudah datang?” tegurnya.
Kemitraan dengan Peternak
Untuk meningkatkan mutu, Abdul Rozakdari Kelompok Tani Mekar Harapan, Desa Gunung Terang, Kec. Kaliandamenjelaskan, rata-rata petani panen jagung pada umur di atas 105 hari.Petani di Lamsel tidak memanen muda,95– 100 hari sebab pedagang pengumpul tidak mau menerima jagung itu karena ditolak pabrik pakan.
Setelah daun dipangkas, bonggol jagung dibiarkan kering 3 – 7 hari dengan kadar air 25% - 28%. Setelah panen, kulitnya dilepas dan dikeringkan lagi 3 hari sampai kadar air18%. Jagung yang diterima pabrik pengeringan berkadar air 14%.“Jika dikeringkan dengan sinar matahari,tidak bisa sampai 14%kecuali menggunakan oven. Sementara,kami tidak memiliki oven pengeringan,” tukasnya.
Nuh menuturkan, petani menyambut baik jika ada kelompok peternak unggas yang mau bermitra dengan membeli langsung jagung sehingga bisa memangkas rantai pemasaran.“Petani mendapatkan harga jual lebih tinggi dan peternak mendapat jagung segar dengan haga lebih murah. Hanya saja, kadar air yang mampu kami penuhi sekitar 18% karena kami tidak memiliki oven pengering,” ungkapnya.
Akan saling menguntungkan jika dibuat pembelian kontrak dengan kesepakatan harga. Sebab ketika harga murah, petani masih bisa menjual di atas harga pasar. Saat harga jagung tinggi, peternak bisa membeli di bawah harga pasar. Petani mendapat jaminan pasar dan peternak terjaminsuplainyameski tidak musim panen.
Dengan biaya produksi Rp12 juta/ha, ulas Nuh, petani akan untung saat harga di atas Rp3.000/kg. “Jika harga di bawah Rp3.000/kg maka keuntungan petani tipis dan bahkan rugi jika lahannya sewa atau jagung kena penyakit dan produksi anjlok,” ucapnya.
Lagi pula, Nuh mengaku tidak menghendaki harga tinggi. “Petani tidak menuntut harga jagung tinggi karena khawatir menjadi alasan pemerintah untuk impor jagung sehingga harga jagung di tingkat petani kembali jatuh, seperti di awal tahun 2019 dan sebelum-sebelumnya,” tandasnya.
Windi Listianingsih dan Syafnijal DatukSinaro (Lampung)