Rabu, 4 Mei 2022

Yuk, Berasuransi dalam Biosekuriti dan Air Minum

Yuk, Berasuransi dalam Biosekuriti dan Air Minum

Foto: Dok. FAO ECTAD
Berinvestasi awal di biosekuriti 3 zona sebanding dengan hasil produksi ternak

Penerapan biosekuriti dan suplai air bersih di peternakan unggas masih belum banyak yang memadai. Padahal perannya amat penting dalam mencapai performa terbaik.
 
 
Setiap peternak mengharapkan produktivitasnya optimal dan harga jual yang bagus. Namun begitu, tak sedikit kendala yang dihadapi peternak dalam hal berproduksi. Penggunaan pakan yang bagus, imbuhan pakan, dan vaksinasi yang menunjang pertumbuhan belum akan optimal tanpa manajemen biosekuriti dan air yang baik. Kondisi kandang dan air yang asal tersedia saja tidak cukup memenuhi kebutuhan unggas untuk bertumbuh.
 
Alfred Kompudu, National Technical Advisor Infection Prevention & Control FAO ECTAD Indonesia mengatakan, prinsip dasar biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak keluar-masuk kandang. Penerapannya tergantung masing-masing peternak. Kendati demikian, dengan alasan bujet, hal ini sering terabaikan. Ketidaksadaran peternak menjadi titik kritis yang kerap memicu masalah di lapangan.
 
Biosekuriti bisa konseptual, struktural, dan operasional. Konseptual artinya memilih lokasi kandang yang jauh dari pemukiman. Struktural menentukan tata letak peternakan mulai dari instalasi air minum, pakan, dan manajemen administrasi. Lalu operasional meliputi pembersihan seperti disinfeksi.
 
 
Produksi Sebanding Investasi
 
Biosekuriti yang direkomendasikan adalah biosekuriti 3 zona. Alfred mengulas, FAO sudah lebih dari 10 tahun membina peternak mengimplementasikan metode ini. Hal positif seperti margin laba yang lebih besar tentu menjadi daya tarik bagi peternak. Di samping itu, lingkungan menjadi lebih bersih dan tertata.
 
“Peternak yang sadar akan menganggap biosekuriti sebagai asuransi, bukan beban karena manfaatnya bisa sampai puluhan tahun ke depan,” ungkapnya.
Ia bercerita, pernah melakukan pendampingan kepada peternak ayam layer yang memiliki dua kandang dengan populasi sama. Sebagai pembanding, satu kandang diaplikasikan biosekuriti 3 zona dan satu lagi tanpa perlakuan. Selama 18 bulan diawasi, terjadi penurunan penggunaan disinfektan dan antibiotik. Pada masa ini, kandang dengan biosekuriti menjadi lebih sehat sepanjang siklus.
 
Lebih jauh ia membahas, penggunaan antibiotik turun hingga 40% dan disinfektan 30%. Dari sisi produksi, total produksi telur per hari (hen day) rata-rata naik 4%, yang semula 86% menjadi 90%.
Produksi telur stabil di angka 90% hingga 38 minggu. Di samping itu, terdapat tambahan pemasukan Rp937.500/hari. Sementara yang tidak menerapkan, terjadi kerugian Rp468.000/hari. “Hen day naik jadi rata-rata 56 kg/1.000 ekor. Semakin sehat ayamnya, maka tidak ada pembayaran yang tertunda,” tandas Alfred.
 
Hal positif juga diakui Koh Ilung, peternak layer di Dusun Ngelo, Getasan, Kab. Semarang, Jawa Tengah. Peternak yang telah menerapkan biosekuriti 3 zona sejak 2015 ini mengaku, produksinya berkisar 55-60 kg/1.000 ekor. Sementara itu, hen house mencapai 23 kg. Berdasarkan perhitungannya, ia bisa menghemat Rp10 juta/periode.
 
Sedangkan berdasarkan kajian di kandang ayam pedaging (broiler), jelas Alfred, farm dengan biosekuriti 3 zona serta diikuti manajemen yang baik akan memperoleh keuntungan Rp1.048/ekor/siklus. “Dengan investasi awal sekitar Rp70 juta, keuntungan yang didapatkan peternak mencapai Rp260 juta. Itu hanya 27% dari laba per satu siklus,” bahasnya.
 
Setelah biosekuriti berjalan lancar, efek vaksinasi akan berlangsung optimal. Biosekuriti ibarat membentengi unggas dari penyakit di lingkungan, sementara vaksinasi memberikan perlindungan internal. Kombinasi keduanya akan mengoptimalkan produksi. Selain benefit dalam hal materi, peternak juga mendapat jaminan produksi higienis dan memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal).
 
Saat ini, terhitung 158 peternak yang mengimplementasikan biosekuriti 3 zona. Sebanyak 52 peternak di antaranya sudah mendapatkan sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV). “Kita juga mendapat dua kali rekor Muri untuk NKV dan biosekuriti, yakni Lampung pada 2019 dan Jateng pada 2020,” ulasnya.
 
 
Tiga Sekat Pengaman
 
Prinsip dasar biosekuriti adalah mencegah kuman masuk, tumbuh berkembang, dan menyebar dari dan keluar kandang. Biosekuriti 3 zona seperti tiga wilayah bersekat pengaman yang mentransisi akses ke kandang. Warna zona terbagi menjadi merah, kuning, dan hijau.
 
Zona merah merupakan kawasan di luar peternakan seperti pos keamanan dan tempat parkir. Sedangkan zona kuning adalah buffer (perantara) seperti gudang pakan, gudang telur dan tempat mandi. Pada zona ini, setiap orang wajib mandi sebelum memasuki zona hijau.
 
Terakhir, zona hijau yaitu zona utama dari peternakan. Pada wilayah ini, orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk berkunjung atau steril. Di tempat ini pun tetap dilakukan sanitasi akhir.
“Faktor risiko pembawa penyakit itu OBH (orang, benda, dan hewan). Tiga zona ini menyaring kuman atau mikroorganisme hingga tiga lapisan perlakuan. Kalau diperhatikan ini sebenarnya sederhana. Penggabungan aspek kontrol lalu lintas dan higiene personal,” terangnya.
 
Alfred menggarisbawahi, program biosekuriti termasuk salah satu strategi pengendalian resistensi antimikroba (AMR) yang digadang pemerintah. Dalam Permenko PMK No.7/2021 tentang rencana aksi nasional pengendalian antimikroba, khusus di sektor kesehatan hewan, salah satu cara yang terbukti adalah penerapan biosekuriti di peternakan.
 
 
Air Bersih Wajib
 
Sarana berikutnya adalah ketersediaan air bersih. Daru Wiratomo, Production Lead PT Asputra Perkasa Makmur menuturkan, air kerap tidak mendapat perhatian khusus dari peternak. Padahal air sebagai nutrisi mineral mikro yang sangat murah tapi dapat berefek besar jika tidak ditangani dengan baik. Adanya kontaminasi dari bakteri, mineral, dan cemaran lain yang tinggi pada air pasti berpengaruh pada performa ternak.
 
Sarjana Peternakan Universitas Padjadjaran itu menyebut, air merupakan media pembantu bagi pakan untuk melewati saluran pencernaan, media penyerapan nutrisi, serta transportasi nutrisi pada bagian organ. Di samping itu, air membuang material yang tidak dibutuhkan tubuh melalui ginjal dan mengatur suhu tubuh unggas.
 
Air dengan zat besi yang tinggi, lanjut dia, sebetulnya tidak memengaruhi kesehatan ayam. Namun air ini akan membentuk sedimen yang menyumbat nipple line sehingga membentuk biofilm yang menjadi media tumbuhnya bakteri.
 
Senada dengan hal tersebut, Rahmat Susilowarno, peternak broiler Berkah Putra Chicken di Bogor mengatakan, konsumsi air minum ayam minimal sebanyak 1,6 kali pakan. Ia meyakini, kualitas air minum sangat memengaruhi performa. Ayam yang sakit, asupan pakannya pasti turun, tapi konsumsi airnya akan tetap atau malah bisa naik untuk mencegah dehidrasi.
 
“Farm kami dilengkapi sumber air dengan kedalaman 80-100 meter. Tujuannya untuk mendapat kualitas air yang baik dan tidak mengganggu suplai air warga. Sebelum masuk ke kandang pun ada penampung atau toren air,” bebernya.
 
Ayam yang mengonsumsi air tercemar akan berefek pada meningkatnya biaya produksi sebab rasio pakannya (FCR) akan membengkak tapi performa malah menurun atau intake nutrisinya rendah. Dari sisi tantangan lapangan pun akan meningkat, bahkan liter yang basah akan memacu koksidiosis.
 
Kualitas liter yang jelek akan mengganggu kenyamanan ayam dan menyebabkan mobilitasnya terganggu. Bahkan liter ini bisa memicu infeksi sehingga berujung pada kondisi ayam sakit atau malah kematian.
 
 
Pengecekan dan Penanganan Rutin
 
Secara fisik, kimiawi, dan bakteriologi air mesti diuji rutin, baik yang terdapat di toren maupun nipple drinker. Susilo menandaskan, secara fisik air tidak boleh berwarna, berbau, dan berasa. Nilai pH air antara 6,5-8,5 karena berpengaruh terhadap sanitasi air minum.
 
Sementara Daru berujar, pengujian kualitas air dilakukan minimal setahun sekali dengan analisis kimia. Sementara analisis bakteriologinya minimal sebanyak dua kali setahun pada musim kemarau dan hujan. “Tiga sampel yang diperlukan untuk pengujian yakni sumber air, penampungan, dan akhir jalur minum,” beber Daru.
 
Dalam penanganan air, jabar dia, bisa dengan filtrasi, sanitasi, klorinasi. Filtrasi mengubah air keruh menjadi jernih. Namun ini tidak dapat membunuh bakteri di dalamnya.
 
Kemudian sanitasi seperti flushing nipple drinker bertujuan membuang kotoran, sisa medikasi, dan biofilm. Pembilasan (flushing) dilakukan secara teratur setelah penggunaan medikasi, gunakan tekanan 2 bar pada jaringan nipple. Lama flushing bisa satu menit per 30 m paralon atau satu jalur pipa paralon per perlakuan flushing.
 
Selanjutnya sanitasi saluran nipple bisa menggunakan larutan pH 4 atau dengan asam sitrun selama 12 jam. Ini bertujuan melarutkan mineral dan biofilm pada saluran air. Bisa juga memanfaatkan H2O2 3% selama 12 jam atau dengan disinfektan selama 6 jam. “Bisa menggunakan amonium kuartener sebab iodine dapat menyebabkan korosi,” saran dia.
 
Lalu klorinasi air, dengan perlakuan 3-5 ppm sebelum masuk kandang. Minimal 2 ppm pada akhir line minum, klorinasi berfungsi sebagai agen oksidatif. Efektivitas klorinasi ditargetkan mencapai 650 mV. “Semakin banyak pengukuran kita akan semakin tahu kondisi di lapangan,” simpulnya.
 
Susilo menambahkan, perlakuan air bisa juga dengan tembaga sulfat (copper sulphate). Disinfeksi ini diklaim efektif melawan bakteri dan jamur serta mencegah pembentukan biofilm. “Manfaat lainnya mengurangi kondisi lembap dan bau feses kemudian liter jadi lebih kering, dapat juga mengurangi bau H2S dalam feses,” urainya.
 
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain