Foto: Dok. Petrokimia Gresik
Produksi pupuk di BUMN sebesar 10 juta – 12 juta ton per tahun
Kebutuhan pupuk terus meningkat untuk pertanian sistem konvensional dan modern.
Bisnis pupuk diindonesia sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, permintaan pupuk subsidi dari petani berdasarkan e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) mencapai 25 juta ton. Achmad Tossin Sutawikara, Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) mengatakan, “Produksi pupuk oleh PT Pupuk Indonesia hanya sebesar 12 juta ton dan estimasi produksi pihak swasta sebesar 3,7 juta ton.”
Angka tersebut belum termasuk kebutuhan pupuk komersial bagi pelaku usaha yang tidak berhak mendapat pupuk subsidi. Sementara, bisnis pupuk di masa pandemi tetap menggairahkan. Seperti apa trennya?
Tren Bisnis
Menurut Tossin, sapaannya, kebutuhan semua jenis pupuk sekitar 23jutaton per tahun. Pasokan produsen BUMN sekitar 10juta – 12jutatonsedangkan pasokan pupuk nonureadari produsen swastabelum terdata.“PT Pupuk Indonesia diperkirakan memproduksi 60% pupuk dalam negeri sementara pihak swasta menyumbang 40% sisanya. Pihak swasta dominan memproduksi pupuk NPK atau melakukan impor,” ujarnya menjawab AGRINA.
Merujuk realisasi impor pupuk dan bahan baku dari BPS, tahun 2021 Indonesia mengimpor sebanyak 2.609 ton urea, 199.788 ton NPK, 271.955 ton ZA, 1.251.663 ton KCl, dan 138.888 DAP dengan jumlah total mencapai 1,865 juta ton pupuk dan bahan baku. Volume impor ini naik dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 1,116 juta ton dengan rincian 6.403 urea, 140.530 ton NPK, 115.547 ton ZA, 735.469 ton KCl, dan 117.652 ton DAP.
Tossin menguraikan, penjualan produk pupuk milik PT Pupuk Indonesia (PI) naik 7% selama periode 2016-2021. Penjualan pupuk pada 2021 sebesar 12,92 juta ton yang terdiri dari 7,92 juta ton pupuk subsidi dan 5 juta ton pupuk komersial. Penjualan ini sedikit lebih rendah dari tahun 2020 yang mencapai 13,37 juta ton dengan 8,43 juta ton pupuk subsidi dan 4,94 pupuk komersial. “Kontribusi pertumbuhan penjualan berasal dari peningkatan penjualan urea karena adanya peningkatan kapasitas produksi,” jelasnya.
Ia menambahkan, pandemi tidak mempengaruhi penjualan pupuk karena pertanian merupakan sektor yang tidak terdampak pandemi. Kenaikan harga komoditas juga berdampak positif terhadap kinerja PI karena harga urea internasional mengalami kenaikan. “PT Pupuk Indonesia dapat menjual urea dengan harga lebih tinggi walaupun tetap membatasi kenaikan harga dalam negeri untuk menjaga dan mendukung stabilitas pertanian dalam negeri,” sahut Direktur Pemasaran PI periode 2017-2021 itu.
Kenaikan harga komoditas berpengaruh terhadap kenaikan harga bahan baku NPK. Sehingga, di awal tahun 2022 penjualan NPK Komersil relatif rendah. “Dampak kelangkaan kontainer dan kapal juga dirasakan oleh PT Pupuk Indonesia. Beberapa pengiriman barang ke konsumen, gudang di daerah, maupun transaksi melalui trader tertunda sehingga stok pupuk di awal tahun 2022 cukup tinggi,” ceritanya lebih lanjut.
Terkait pembatasan ekspor amonium nitrat (AN) oleh Rusia, Tossin mengatakan, penggunaannya sebagai bahan baku NPK oleh PI sangat kecil sehingga tidak berdampak signifikan terhadap proses produksi. Selama ini sumber bahan baku NPK di Indonesia berasal dari China (DAP, KCl), Vietnam (DAP, KCl), Laos (KCl), Yordania (rock phospate, KCl), Belarusia (KCl), Rusia (KCl), dan Kanada (KCl).
Swasta
Dari kalangan swasta, PT Meroke Tetap Jaya, distributor pupuk tunggal, pupuk majemuk, dan pupuk larut air berbasis di Medan, Sumut merasakan pertumbuhan bisnis yang cukup menggembirakan. “Selama orang mencari makan, pertanian atau bisnis yang mendukungnya tidak akan pernah padam, salah satunya pupuk. PT Meroke Tetap Jaya pun terus meningkat permintaannya,” kata Ermain, Kepala Agronomis Meroke.
Kebutuhan pupuk ini tidak hanya meningkat untuk pertanian konvensional yang mengandalkan tanah atau bertani di lahan tapi juga pada sistem pertanian hidroponik. “Trennya sejauh pengamatan saya terus naik. Kisaran 20% rata-rata pertumbuhan,” buka pria yang menaungi penjualan pupuk Meroke wilayah Pantura, Banten, dan Kepri itu. Permintaan pupuk selama pandemi juga meningkat. Namun, pihaknya cukup kesulitan mendatangkan bahan baku pupuk dari Eropa dan Asia.
Wayan Supadno, formulator dan produsen pupuk organik dan hayati berbasis di Bekasi, Jabar mengaku, penjualan pupuk organik dan hayati rakitannya ‘meledak’ saat pandemi. “Justru booming, permintaan meningkat tajam. Karena memang pupuk itu makanan tanaman, kontribusinya minimum 40% dari modal kerja menanam. Sehingga kalau 40% ditekan, tinggal hanya 20%, 20% yang ditekan jadi profit margin,” ucapnya.
Apalagi, ungkap Wayan, pupuk kimia cukup mahal harganya karena berbahan baku impor. Sehingga, mau tidak mau petani mulai memberdayakan pupuk hayati atau mikroba. “Semakin banyak yang pesan. Naiknya kurang lebih 40%. Bahkan, sekarang fenomenanya saya berlomba menjual murah tapi mutu terjaga. Murah-murahan harga saya berani tapi volumenya besar,” tukasnya senang akan penjualan produk yang laris manis.
Pria kelahiran 20 juni 1967 ini mengaku tidak ada tantangan memproduksi pupuk organik dan hayati. “Cuma saat ini overload. Ngelembur terus, over kapasitas. Enam bulan terakhir ini mabuk saya, pesanan puluhan ribu liter karena perusahaan-perusahaan besar yang pakai,” katanya yang lebih fokus pada pupuk hayati itu sambil tertawa. Meski begitu, ia tidak ingin menambah kapasitas produksi tapi lebih mendorong petani memproduksi pupuk organik dan hayati sendiri.
Proyeksi
Tossin mengestimasi, bisnis pupuk komersial dan subsidi untuk PI tahun ini tidak mengalami pertumbuhan signifikan karena keterbatasan kapasitas produksi. Selain itu, sambungnya, “Secara umum alokasi pupuk subsidi dari pemerintah tidak mengalami perubahan signifikan, masih di kisaran 9 juta ton. Kenaikan harga komoditas dan pupuk juga berpotensi menjadi penyebab penurunan permintaan petani.”
Sedangkan, Wayan memprediksi, penggunaan pupuk organik dan hayati akan semakin berkembang ke depannya. “Seiring makin tumbuhnya kesadaran masyarakat di bidang pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup, adaptasi hasil inovasi, menekan harga pokok produksi, serta kecerdasan masyarakat maka permintaan pupuk hayati makin dahsyat, semakin besar,” cetusnya optimis.
Wayan menuturkan, kondisi tersebut sudah teruji oleh pengalamannya di tahun 2009 dengan tidak ada orang yang melirik pupuk organik dan hayati. “Sekarang, walahbanyak! Dulu yang punya pabrik pupuk hayati cuma 3, sekarang tiap kampung hampir ada,” terangnya bersemangat.
Windi Listianingsih